Menu Tutup

Muhammadiyah Larang Tahlil, Ini 5 Komentar Amien Rais

DatDut.Com – Kata tahlil itu serapan dari bahasa Arab. Secara bahasa, kata tahlil berarti membaca lafal la Ilaha Illallah. Dalam tradisi Nahdlatul Ulama, istilah tahlil tidak hanya membaca la Ilaha Illallah, namun ada tambahan bacaan surah Alquran lainnya, seperti Yasin, al-Ikhlas, al-Mu’awwidzatain, dan lain sebagainya.

Biasanya, tahlil dijadikan sarana mendoakan sanak saudara yang telah wafat dalam durasi waktu tertentu, seperti tiga hari, tujuh hari, seratus hari dan seterusnya. Selain itu, sahibulbait biasanya menyediakan berkat dan makanan ringan untuk para pentakziah usai tahlil.

Muhammadiyah membenarkan bacaan tahlil dalam makna sempit di atas, yaitu membaca lafal la Ilaha Illallah, seperti dikutip dari Fatwatarjih.com.

Menurut mereka upacara semacam itu sisa-sisa budaya animisme, dinamisme, serta peninggalan ajaran Hindu yang sudah mengakar.

Selain itu, upacara tahlil ini tidak jarang mengeluarkan biaya yang cukup besar dan itulah mengapa Muhammadiyah melarang upacara tahlil.

Namun demikian, Prof. Dr. H. Amien Rais, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah ke-12, justru sangat menganjurkan tahlil dengan dua sudut pandang yang lebih luas. Berikut 5 komentarnya terkait tahlil:

1. Tahlil Ada Tiga Tingkatan

Menurut Prof. Dr. H. Amien Rais, tahlil itu ada tiga tingkatan. Ketiga tingkatan tahlil itu disampaikaannya pada saat pengajian yang digelar Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Provinsi Kepri dan Pimpinan Daerah Tanjungpinang, Minggu (23/3/10), seperti dikutip dari Tanjungpinangpos.co.id.

Menurutnya, ketiga tingkatan tersebut tahlil dengan hati, tahlil dengan lisan, dan tahlil dengan perbuatan. Pemaknaan tahlil yang cukup luas ini kemungkinan besar diadopsi dari konsep tentang tingkat iman.

Pada dasarnya, filosofi tahlil merupakan tindakan nyata dalam berbuat kebaikan, seperti membangun sarana pendidikan, kesehatan, ibadah dan lain sebagainya. Inilah yang menurutnya merupakan tahlil dengan perbuatan. Karenanya, Amien Rais mengatakan bahwa tahlil dengan perbuatan harus lebih ditingkatkan.

2. Tahlil Bersama untuk Mengatasi Berbagai Krisis

Menurut Penasehat PP Muhammadiyah ini, umat manusia saat ini sedang menghadapi krisis besar, yaitu krisis kependudukan, krisis pangan, krisis energi, dan krisis ekologi,  seperti dikutip dari Republika.co.id.

Amien Rais menganjurkan kaum Muhammadiyah dan Aisyiyah untuk meningkatkan tahlilan bersama-sama, sebagaiman disampaikan pada acara Tabligh Akbar Muktamar Aisyiyah ke-46 di Yogyakarta, Sabtu (3/7/2010).

3. Tahlil Mempersatukan Umat

Kebersamaan umat Islam dalam menghadapi segala problematika kehidupan perlu ditingkatkan lebih intens lagi. Tahlil merupakan salah satu sarana baik untuk mempersatukan umat.

Sebenarnya, tahlilan yang dilaksanakan masyarakat NU bukan hanya sebuah ritual mendoakan wafatnya seseorang saja.

Namun lebih dari itu, tahlil dapat dilakukan dalam berbagai kegiatan sosial lainnya, seperti selametan pembangunan masjid, syukuran pembangunan rumah masyarakat, sebelum membuat pondasi rumah yang akan dibangun, dan lain sebagainya. Tradisi baik seperti ini seharusnya harus terus dilestarikan sebagai sarana berkumpul masyarakat.

4. Jika Tidak Mau Tahlil, Keluar dari Muhammadiyah dan Aisyiyah

Dalam acara Tabligh Akbar Muktamar Aisyiyah tersebut, Amien Rais menegaskan bahwa warga Muhammadiyah dan Aisyiyah yang tidak mau melakukan tahlilan dipersilahkan untuk keluar dari organisasi tersebut.

Namun, beliau menekankan tahlilan di sini bukan sekadar melafalkan kalimat tauhid secara lisan, tapi juga aksi nyata berupa amal saleh yang bermanfaat untuk umat.

5. Jadikan Tahlil sebagai Sikap dan Perbuatan

Sebagaimana dikutip dari Republika.co.id, Amien Rais menyampaikan bahwa Kiai Ahmad Dahlan dan istrinya bukanlah manusia pemimpi yang tidak bekerja keras dalam memperjuangkan masyarakat.

Sikap dan perbuatan nyata merupakan pengamalan konsep tahlil dengan arkan (perbuatan). Jangan sampai warga Muhammadiyah dan Aisyiyah nrimo apa adanya tanpa memikirkan banyak hal untuk masyarakat. Apalagi berpikiran bahwa menjadi masyarakat terpinggir tidak masalah, yang penting masuk surga.

 

Baca Juga:

14 Comments

  1. duit

    Setuju…tahlil milik dunia islam logo bendera isis juga tahlil..mau sakaratul maut baca tahlil insyA Allah surga

  2. Syaiful anwar

    Jangan terllu cpet memvonis amalan itu bid’ah atau haram! Kaji dulu amaln mereka! Memng dlu di zaman rasulullah tdak ada , tapi apakah ya? KIta slah mengagung2 kan nama ALLah ????

    • Sony P.

      mengagungkan nama Allah ya jelas nggak salah, tapi niyatnya itu lo yang nggak ada tuntunannya, kalau bacaa tahlil,tasbih dan tahmid abis sholat subuh dan ashar 100x, akhsan lebih afdhol krn adaa tuntunan dari junjungan dan panutan kita Muhammad Sallahualaihi wa Salam

  3. ans

    Trus pertanyaanya apakah semua yg tdk dicontohkan nabi itu bid’ah?
    Apakah mendoakan org tua, keluarga, sanak saudara dan teman yg sudah meninggal dg cara tahlilan termasuk haram? Dalilnya apa? Adakah sesuatu yg tdk ada larangan do dalamnya itu haram dilakukan? Maaf sy org awam

    • Ibnu hartono

      Mas boleh gak sholat subuh 4 rokaat?

      Kalau gak boleh, dalil nya apa?

      Boleh gak baca doa masuk wc buat makan, kan artinya bagus tuh, kalau gak boleh dalil nya apa?

      Logika nya kebalik mas, dalam ibadah itu di butuhkan dalil, ada gak diajarkan nabi dan para sahabat.

      Nah yg dituntut mendatangkan dalil seharusnya mereka yg berinovasi dg menambahkan ritual2 baru dalam beribadah.

      • Arie

        tahlilan itu bukan ibadah mas…tolong dipahami..itu budaya masyarakat, yang ibadah adalah bacaannya..tasbih ada dalilnya, istighfar ada dalilnya, sholawat ada dalilnya..silahturahmi ada dalilnya….klo tahlilannya itu budaya bukan ibadah.. dan islam sendiri juga gk anti budaya…banyak hukum islam juga diambil dari budaya masyarakat arab masa itu,bukannya orang arab jalannya maju trs islam datang trs org islam jalannya mundur..nggak koq..sama” maju juga jalannya..orang arab,abu jahal pake baju gamis org islam juga pakai gamis..gk juga mesti beda…open mind brow…
        Klo soal budaya islam tidak membatasi asalkan tidak menyekutikan allah, melanggar syariat agama… setiap tempat pasti berbeda kebudayaannya disitulah islam bisa masuk..klo gk bisa masuk berarti islam hanya cocok di arab om hehehe itu pun pas jaman nabi SAW dan para shahabat klo jaman sekarang mungkin uda beda..bisa” gk cocok tu ajaran nabi SAW di arab jaman sekarang wkwkwkwk

  4. Heru Hartanto

    Sy tidak mengomentari, tapi cerita pengalaman.
    Tahun 1970an sy masih sekolah lanjutan. 100% orang sekampung sy muslim. Tapi yg sholat, dan sedikit memahami agama kurang dari 10%. Melekat budaya slametan atau kirim doa kepada leluhur. Doa atau ujubnya murni bahasa lokal jawa. Dengan menyebut² danyang atau tempat pemujaan non islami. Ada praktek² pemborosan. Sy generasi muda waktu itu mengkritisi lewat ortu. Ortu walau menurutiku. Walhasil, ortu dikucilkan. Ketika ngundang tetangga slametan gak ada yg datang satu orang pun.
    Kini terbalik, 80% lebih sudah sholat, slametan diganti tahlilan atau yasinan, mereka hafal surat yaa siin. pemborosan ditiadakan.
    Ternyata di balik yasinan adalah media dakwah yg super efektif.
    Mereka mendoakan tidak hanya leluhur, tetapi juga rasulullah, keluarga, sahabat, terus nyambung sampai ustadz masa kini. Mereka melakukan demikian karena tanpa mereka islam tak akan sampai kepada mereka. Itulah ilmu yang bermanfaat yang mereka sampaikan. Sebagai rasa terima kasih, mereka mendoakan orang² yg telah berbuat amal sholeh untuk mereka walau tak kenal. Lagi pula, sesama muslim adalah saudara. Mereka menganggap tidak ada dosa mendoakan saudaranya yang muslim, yang tak mungkin semua ingat namanya atau kenal. Jadi orang² ndeso macam meraka dan sy menghormati dan mendoakan sesama muslim baik yg masih hidup maupun yg mati karena jasa mereka langsung atau tidak langsung kita nikmati di masa kini. Contoh petani, jasanya menyediakan beras. Kita tidak kenal mereka. Mereka merasa rendah tak bisa berbuat banyak bahkan untuk kebutuhan sendiri seperti beras tadi masih butuh saudaranya yg tak ia kenal. Maka mereka mendoakannya.
    Itulah cara mereka berpikir di kampung saya yang ndeso.
    Barangkali kurang cocok untuk orang yang sibuk menumpuk harta di jaman sekarang ya.

    Maaf, bila tulisan ini kurang berkenan di hati pembaca semuanya.

  5. Ariesusduabelas

    mungkin ini bid’ah. tapi di tempat saya telah mengakar tahlil sebagai kultur. memang ada pemborosan, tapi ada nilai nilai sosial yang musti dipikirkan. apalagi indonesia dikenal masyarakatnya yang rukun dan ramah. islam membawa budaya baru di sini, dan seharusnya bisa berakulturasi dengan budaya yang ada di indonesia sebelumnya, apalagi dulu sebelum islam ada hindu dan buddha.

    tapi, masing masing kepercayaan orang berbeda. karena tidak ada yang pernah melihat tuhan, juga tidak bisa saling mengklaim paling benar sendiri [seharusnya] – pikiran musti terbuka.

  6. Ikhwan

    Adminnya tolong lebih dewasa, jangan buat berita yang mengadu domba, buat berita yang penting agar masyarakat lebih luas wawasannya, kalau akmin mau dakwah tolong pake dalil sesuai Al-Qur’an dan Hadits.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *