Menu Tutup

Ini 5 Keunggulan Kitab Taqrib di Mata Para Santri

DatDut.Com – Kitab Ghayah wat Taqrib atau lebih akrab disebut Taqrib merupakan salah satu kitab fikih menengah yang dikaji di pesantren bermazhab Syafi’i. Kitab fikih karya Abu Syuja’ Ahmad bin Husain bin Ahmad al-Ashfihan (434-500 H) ini, menjadi salah satu buku wajib di pesantren salaf.

Kitab tersebut dipelajari dengan metode pengajian bandongan (guru membaca, santri menulis makna) dan sorogan (santri membaca guru menyimak). Meskipun matan Taqrib sendiri hanya pendek saja, tetapi isinya yang berbobot menarik banyak ulama untuk mengomentari dan memberi keterangan tambahan dalam bentuk kitab syarah.

Sebagai satu paket, kitab Taqrib selalu dicetak sebagai satu buku dengan syarah paling pendeknya yaitu Fath al-Qarib karya Muhammad bin Qasim al-Ghazi (W. 1098 H). Melalui Fathul Qarib inilah, muncul kitab-kitab syarah yang lebih besar. Lebih jelasnya, berikut ini 5 keunggulan dan fakta unik dari kitab Taqrib:

1. Ringkas dan Padat

Taqrib merupakan kitab fikih menengah di pesantren. Untuk kitab dasar biasanya memakai al-Mabadi` al-Fiqhiyyah karya Ust. Umar Abdul Jabbar. Sebagai kitab tingkatan menengah, matan Taqrib mulai mengenalkan tulisan Arab gundul (tanpa harakat). Isi kitab relatif ringkas namun pembahasannya lengkap, sehingga tidak membosankan santri untuk mengkajinya.

2. Pembahasannya Mencakup Segala Aspek

Meskipun ringkas, namun kitab Taqrib menyuguhkan pembahasan lengkap bidang fikih. Mulai bidang ubudiyyah (ibadah), lalu mu’amalah (hubungan sosial ekonomi), munakahat (pernikahan), dan jinayat (pidana).

Penyajiannya pun dengan bahasa ringkas dan padat. Tak heran jika sebagian santri ada yang menghafalnya. Semua bidang fikih yang disajikan di dalam taqrib merupakan pondasi dasar yang harus dikuatkan sebelum meningkat pada kitab-kitab yang besar yang lebih rumit penjelasannya.

Aktivis Bahtsul Masail juga memulai pemahaman fikihnya dari kitab ini (Baca: 5 Keunggulan Bahtsul Masail Ala Santri). Alasannya, rata-rata kitab-kitab besar memiliki sistem pembahasan dan pembagian bab mirip dengan Taqrib. Sehingga ketika telah memahami kitab Taqrib, saat ada permasalahan yang akan dibahas, kata kunci dari jawaban permasalahan itu bisa ditemukan dari kitab paling dasar ini. Selanjutnya tinggal mengembangkan jawaban dari referensi kitab yang lebih luas.

3. Kosakata yang Mudah Maknanya

Kitab Taqrib menyajikan pembahasan fikih dengan kosakata bahasa Arab yang mudah dihafal maknanya oleh kebanyakan santri. Sehingga ketika mereka diharuskan membaca dengan tanpa terjemahan makna, mereka mampu menghafal makna secara bertahap.

Sistem ini diterapkan dalam metode belajar baca kitab yang disebut “sorogan”. Seorang santri menyimakkan bacaannya kepada seorang guru atau senior. Setelah santri dianggap bisa membaca bagian tertentu dari kitab gundul tersebut dengan maknanya, maka guru atau santri senior membacakan dan menjelaskan bagian yang harus dibaca esoknya.

4. Banyak Disyarah Para Ulama

Kitab Taqrib termasuk kitab yang banyak menarik minat ulama untuk mengupas dan menjabarkan isinya. Sebagaimana disampaikan oleh penyusunnya, Abu Syuja’. Kitab ini disuguhkan dengan bahasa yang ringkas dan padat namun mempunyai banyak makna atau interpretasi.

Sederet kitab yang menyuguhkan penjelasan atas kata-kata atau bagian yang sulit dari Taqrib misalnya Kifayah al-Akhyar karya Syekh Abu Bakr bin Muhammad al-Husaini (Abad 7 H), Hasyiah al-Baijuri karya Syekh Ibrahim al-Baijuri (w. 1276 H), at-Tausyih karya Syekh Nawawi al-Bantani (W. 1315 H), al-Iqna’ karya Syekh Ahmad bin Muhammad (w. 931 H).

Kitab-kitab penjelasan atas matan Taqrib tersebut adalah yang paling sering dibaca di pesantren. Hadirnya kitab-kitab syarah dan komentar atas Taqrib ini semakin menambah kecintaan santri pada Taqrib. Terlebih yang sudah mampu hafal, tentu akan lebih mudah memahami penjelasan dari kitab-kitab syarah.

5. Pangeran Diponegoro dan Kitab Taqrib

Apa hubungan Pangeran Diponegoro dengan kitab Taqrib? Kalau Anda berkunjung ke Magelang dan melihat kamar Pangeran Diponegoro di eks-Karesidenan Kedu, sekarang Bakorwil, Anda akan lihat 3 benda peninggalan Diponegoro. Yaitu  al-Quran, tasbih, dan kitab Taqrib (kitab Fath al-Qarib).

Apa artinya? Alquran tentu karena beliau seorang muslim. Ada tasbih karena beliau seorang pengamal thariqah. Habib Luthfi bin Yahya menyatakan bahwa Pangeran Diponegoro adalah seorang Mursyid Thariqah Qadiriyyah, seperti dikutip oleh Muslimmedianews.com. Lalu kitab Taqrib dan syarahnya (Fath al-Qarib) menunjukkan bahwa Pangeran Diponegoro adalah seorang Muslim bermazhab Syafi’i.

nasrudin maimun

Kontributor : Nasrudin | Penggemar martabak dan bakso

FB: Nasrudin El-Maimun

Baca Juga:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *