Menu Tutup

Tiru Imam Syafi’i, Meski Hidup Serba Kekurangan Tapi Punya Semangat Belajar-Mengajar Sangat Tinggi

DatDut.Com – Imam Syafi’i dilahirkan di Gaza kemudian dibawa ke Mekah pada umur dua tahun. Beliau hidup selama 54 tahun. Ia tinggal di Mesir empat tahun setengah. Imam besar ini wafat di Mesir pada malam Jumat setelah magrib pada tahun 204 hijri.

Ia masih mempunyai hubungan kekerabatan dengan Rasulullah. Nasabnya bertemu dengan Nabi Saw. pada level Abdu Manaf. Ia tumbuh besar di pangkuan ibunya dalam keadaan serba kekurangan. Pada waktu kecilnya, ia selalu mengikuti pengajian yang diadakan para ulama besar di zamannya.

Ia sempat menuliskan semua ilmu yang bermanfaat baginya di tulang-tulang yang ia kumpulkan atau benda lainnya yang bisa dibuat untuk menuliskan catatan pengetahuannya karena ia tidak mampu membeli kertas. Saking banyaknya tulang-tulang yang dipergunakan menuliskan pengetahuan yang didapatinya sampai tulang-tulang itu memenuhi tempat tinggalnya.

Ia belajar fikih di Mekah pada Muslim bin Khalid Zanjî. Di Mekah, ia tinggal di daerah dataran tinggi. Kemudian ia pergi ke Madinah. Ia kemudian nyantri pada Imam Malik. Ia belajar kitab Al-Muwaththa’ pada imam besar mazhab maliki ini dengan metode hafalan.

Imam Malik mengagumi kemampuan baca Syafi’i. Suatu waktu, Imam Malik berkata pada Syafi’i muda, “Bertakwalah kepada Allah. Kamu akan menjadi orang besar di kemudian hari.” Usia Syafi’i saat pertama kali mendatangi Imam Mâlik masih berusia 13 tahun.

Kemudian Syafi’i pergi ke Yaman pada saat salah seorang pamannya menjabat sebagai hakim di Yaman dan terkenal di sana. Selanjutnya ia pergi ke Irak. Di kota yang baru dikunjunginya itu, ia serius menyibukkan diri menggeluti ilmu pengetahuan.

Ia pun mulai berdiskusi dengan Muhammad bin Hasan dan ulama besar lainnya. Ia kemudian mempopulerkan ilmu hadis dan mendirikan mazhabnya. Ia pun menjadi pembela tergigih Sunah Nabi. Ia juga menggali hukum-hukum yang terkandung dalam Sunnah Nabi. Banyak ulama yang beralih mengikuti mazhabnya.

Kemudian ia pergi lagi ke Mesir pada tahun 177 hijri. Pada tahun itu, ia menuliskan kitabnya yang terbaru. Ia banyak dikunjungi oleh kalangan kaum muslimin yang datang dari berbagai daerah.

Rabî’ bin Sulaiman pernah mengatakan, “Aku melihat di pintu rumah Imam Syafi’i ada tujuh ratus rombongan yang ingin mendengar kitab-kitab karya Imam Syafi’i dibacakan. Meski begitu, Imam Syafi’i selalu mengatakan, “Semua hadis sahih adalah mazhabku.” Ia juga pernah berkata, “Aku ingin sekali orang-orang itu mempelajari ilmu ini tanpa harus menisbatkan satu huruf pun kepadaku.”

Maka, menurut Syekh Al-Islam Zakariya Anshari, Allah telah mengabulkan permintaan Imam Syafi’i itu. Dalam mazhabnya hampir saja yang terdengar hanya pendapat murid-murid dan para penganut mazhabnya, seperti Imam Rafi’i, Imam Nawawi, Imam Zarkasyi, dan yang lainnya.

Baca Juga: