Menu Tutup

Agar Tidak Gunakan Hadis Palsu terkait Maulid Nabi, Baca 5 Uraian Ini

DatDut.Com – Syekh Abu Bakar Syatha dalam I’anatut Thalibin (juz III, halaman 364) menyatakan bahwa perayaan maulid Nabi Muhammad Saw. baru ada pada masa Raja Mudzaffar (549-630 H/1154-1233 M ) atau abad 6 hijriah. Raja ini adalah adik ipar Panglima Besar Perang SalibShalahudin al-Ayyubi (532-589 H/1137-1233 M).

Peringatan Maulid itu bertujuan untuk mengobarkan semangat juang umat Islam untuk melawan kaum salib. Ibnu Katsir dalam al-Bidayah wa an-Nihayah juga mengatakan bahwa pada masa raja Mudzaffar ini ditulislah kitab maulid pertama oleh Syaikh Abu al-Khattab dengan nama at-Tanwir fi Maulid al-Basyir an-Nadzir.

Tradisi peringatan kelahiran Nabi Muhammad Saw. pasti akan digelar di berbagai daerah setiap bulan Rabiul Awal tiba. Dalil-dalil bolehnya mengadakan peringatan maulid Nabi mudah didapat dari fatwa ulama Ahlussunnah, misalnya dengan merujuk ke pendapat Syaikh Muhammad bin Alawi al-Maliki dalam karya-karyanya. Mayoritas umat Islam sepakat bahwa peringatan kelahiran Nabi bukanlah hal terlarang. Meskipun demikian, fatwa-fatwa bidah dan syirik tetap disuarakan oleh mereka yang antimaulid.

Karenanya, kehati-hatian dalam memilih dalil perlu dipertimbangkan. Bila keliru mengutip hadis Nabi yang padahal tidak berasal dari beliau, dikhawatirkan termasuk dalam sabda Nabi, “Orang yang sengaja berdusta mengatasnamakanku, maka silakan neraka tempatnya,” (H.R. Ibn Majah). Hadis nabi, perkataan sahabat, dan pernyataan para ulama ini sering dijadikan dalil dalam perayaan maulid Nabi. Dalil-dalil tersebut, misalnya, tercantum dalam kitab Madarijus Su’ud karya Syekh Nawawi Banten. Berikut 5 penjelasan terkait hal ini:

1. Hadis Nabi

Ungkapan ini pernah saya dengar dari salah satu khatib Jumat ketika membahas maulid Nabi.“Siapa yang mengagungkan hari kelahiranku, maka aku menjadi penolongnya di Hari Kiamat.” Selain itu, ungkapan berikut juga sering dianggap Hadis Nabi: “Siapa yang infak satu dirham untuk mengagungkan hari kelahiranku, maka seakan ia telah infak emas sebesar gunung di jalan Allah.”

Ungkapan tersebut tidak tercantum dalam sembilan kitab hadis muktabar, seperti Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan at-Tirmidzi, Sunan Ibnu Majah, Sunan Abu Daud, Sunan an-Nasai, Muwatha Malik, Syu’abul Iman al-Bayhaqi, dan Musnad Ahmad.

2. Pernyataan Sahabat

Pernyataan beberapa sahabat yang diklaim sebagai dalil pelaksanaan maulid Nabi juga banyak. Di antaranya, Abu Bakar Sidiq r.a. berkata, “Siapa yang berinfak satu dirham dalam maulid Nabi Saw., maka akan menjadi pendampingku di surga.” Sementara itu, Umar bin al-Khaththab r.a. berkata, “Siapa yang mengagungkan hari kelahiran Nabi Saw., maka ia telah menghidupkan agama Islam.”

Terkait maulid, Usman bin ‘Affan Ra. diklaim mengatakan, “Siapa yang berinfak satu dirham dalam pembacaan maulid Nabi Saw., maka seakan ia telah ikut Perang Badar dan Perang Hunain.” Selain itu, Ali bin Abi Thalib juga dikalim berkata: “Siapa yang mengagungkan hari kelahiran Nabi Saw, maka ia tidak akan mati kecuali dengan membawa keimanan.”

3. Perkataan Imam asy-Syafi’i (105-204 H/767-819 M)

“Siapa yang mengumpulkan kawan-kawannya untuk mengadakan peringatan maulid Nabi Saw., lalu menyuguhkan makanan untuk mereka dan berbuat kebaikan, maka Allah akan membangkitkannya pada Hari Kiamat bersama golongan shiddiqin, syuhada dan orang-orang saleh saat berada di surga yang penuh kenikmatan.” Ungkapan ini diklaim sebagai perkataan Imam Syafi’i.

4. Perkataan Imam Sary as-Saqathi (253 H)

“Siapa yang menuju suatu tempat yang pembacaan karya tentang maulid Nabi  Saw., maka sungguh telah diberi satu taman di surga. Sebab, ia menuju ke tempat itu tidak lain karena kecintaannya kepada Nabi Muhammad Saw., sedangkan beliau telah bersabda, ‘Siapa yang mencintai aku, maka ia akan bersamaku di surga.’”

5. Klarifikasi tentang Syekh Nawawi terkait Maulid Nabi

Mengingat perayaan maulid baru ada pada abad ke-6, sementara para sahabat dan ulama seperti Imam asy-Syafi’i dan Sary as-Saqathi ini di abad 3 H, maka tidak masuk akal kalau mereka sudah memfatwakan keutamaan suatu acara perayaan maulid. Karena redaksi yang tak ditemukan dalam kitab-kitab hadis serta perbedaan masa hidup yang jauh ini, Prof. Dr. K.H. Ali Mustafa Yaqub dalam Hadis-Hadis Bermasalah berpendapat bahwa hadis dan perkataan sahabat dan ulama tersebut adalah palsu (maudhu).

Lantas kok bisa Syekh Nawawi Banten – rahimahullah – yang demikian agung bisa mencantumkan hadis palsu dalam kitabnya? Santai, Kawan! Syaikh Ismail Zain dalam Qurrat al-‘Ain (hal.30) juga menjelaskan bahwa hadis tersebut maudhu. Terkait Syekh Nawawi Banten, beliau berpendapat hal itu bisa dimaafkan karena Syekh Nawawi, sebagaimana para fukaha lain, terkadang kurang memperhatikan riwayat karena tujuan utamanya adalah menjelaskan kebaikan maulid. Kemungkinan kedua, hadis-hadis tersebut disisipkan oleh pihak lain dalam kitabnya. Demikian penjelasan Syaikh Ismail Zain. Jadi, tak perlu buru-buru menuduh Syekh Nawawi sebagai penyebar hadis palsu. Jelas, kan?

nasrudin maimunKontributor : Nasrudin | Penggemar martabak dan bakso

FB: Nasrudin El-Maimun

Baca Juga:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *