Menu Tutup

Berdoa atau Menerima Takdir, Ini Pandangan Para Sufi

DatDut.Com – Doa adalah salah satu cara berinteraksi dengan Allah Swt. Dengan mengutarakan dan meminta sesuatu yang menjadi hajatnya, atau memohon untuk diberikan jalan keluar bagi mereka yang memiliki problem hidup.

Allah Swt berfirman, “Berdoalah kepadaku, maka akan Kukabulkan,” (Q.S Ghofir 60). Dari ayat ini kita memahami bahwa doa sangat dianjurkan bagi orang muslim, bahkan Allah Swt mencela orang yang meninggalkan doa, atau enggan berdoa kepada-Nya, merasa dirinya tidak membutuhkan pertolongan-Nya.

Ketika manusia tertimpa suatu musibah atau ketentuan takdir yang tidak bersahabat, di antara mereka ada yang menumpahkan segala permasalahannya kepada Allah Swt melalui doa, namun ada pula sebagian manusia yang diam(tidak berdoa), dengan alasan menerima takdir dan tidak ‘macem-macem’ dengan ketentuan Allah Swt.

Imam Al-Qusairi dalam Risalah Qusyairiyah menuturkan bahwa Imam Al-Wasithi berpendapat, “Memilih sesuatu yang ditentukan bagimu sejak zaman ajali itu lebih baik daripada harus menentangnya.” Ini juga selaras dengan sabda Nabi, “Siapa yang sibuk berzikir kepada-Ku sehingga tidak sempat meminta kepada-Ku, niscaya Aku memberinya pemberian terbaik yang Kuberikan pada orang yang meminta”.

Dari pernyataan Imam Al-Wasithi ini dapat dipahami bahwa tidak berdoa kepada Allah Swt atas ketentuan-Nya itu lebih baik daripada harus mengeluhkan kesulitan kita.

Dalam kitab Riyadhussholihin, Imam Nawawi menyebutkan hadits Nabi Saw bhwa mukmin yang kuat itu lebih dicintai Allah daripada mukmin yang lemah. Imam Nawawi menjelaskan hadits ini, yang dimaksud dengan kuat di hadis itu adalah ‘tekad diri’ dalam memerintahkan kepada kebaikan dan melarang dari keburukan, maka orang yang memilki sifat ini lebih diunggulkan dari mumin yang lemah.

Sementara itu, orang mukmin yang lemah selalu memohon, berlemah diri dalam menjalankan ketentuan-Nya. Meskipun demikian mukmin lemah pun masih lebih baik daripada tidak sama sekali beriman.

Dikatakan pula dalam kitab Risalah Qusyairiyyah, doa orang awam itu dengan perkataan dan ucapan, sedangkan doa orang zuhud dengan beramal, dan doa ‘arif billah dengan hal (kondisi dirinya).

Imam Al-Wasithi pernah diminta untuk berdoa, namun dia menjawab, “Jika aku berdoa, aku takut apabila dikatakan kepadaku, ‘Apabila kau meminta sesuatu yang itu akan menjadi milikmu, maka engkau telah mencurigai Kami (sebab penundaannya), dan apabila kau meminta kepada Kami sesuatu yang tidak menjadi milikmu, maka kau telah berprasangka buruk kepada Kami.”

Diriwayatkan juga dari Imam Ibnu Mubarok yang pernah berkata, “Aku tidak pernah berdoa semenjak lima puluh tahun dan aku tidak ingin seorang pun mendoakanku.”

Meskipun ada ulama yang punya sikap seperti itu, kita sebagai hamba yang lemah dan penuh dengan segala kekurangan, tetap berdoa meminta segala sesuatu dan kebaikan serta ampunan darinya. Allah Swt senang jika hambanya berdoa dan meminta kepada-Nya.

Diceritakan bahwasannya Yahya bin Said Al-Qatthan r.a., seorang muhaddits besar pada zamannya, bermimpi. “Tuhanku, sering aku berdoa kepada-Mu dan engkau tidak mengijabahnya,” seperti protes. Lalu, terdengar jawaban, “Aku senang mendengar suaramu ketika berdoa.”

Dengan berdoa, secara otomatis kita telah beribadah. Salat, jika ditinjau dari segi etimologi berarti doa. Itu berarti berdoa menjadi lebih utama dibanding meninggalkannya. Doa juga adalah hak Allah Swt, jika ia telah berdoa, meskipun tidak diijabah, secara otomatis ia telah memenuhi hak Allah Swt.

Singkatnya, berdoa merupakan salah satu adab kepada Allah Swt., namun diam menerima ketentuan Allah Swt juga termasuk salah satu bentuk adab kepada-Nya.

 

Baca Juga:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *