Menu Tutup

Ebiet G. Ade, Maestro Musik Balada Asal Banjarnegara

DatDut.Com – Ebiet G. Ade lahir di Wanadadi, Banjarnegara, Jawa Tengah, 21 April 1954 (63 tahun) dengan nama lengkap Abid Ghoffar bin Aboe Dja’far. Anak bungsu dari enam bersaudara ini mulai merambah dunia seni sejak lulus dari SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta tahun 1971.

Ebiet berteman dekat dengan Emha Ainun Nadjib (penyair), Eko Tunas (cerpenis), dan E.H. Kartanegara (penulis) dan menjadikan Malioboro sebagai “kawan candradimuka” bagi perjalanan berkeseniannya karena di situ berkumpul para seniman dari berbagai daerah.

Spesialisasi Ebiet adalah menulis puisi-puisi bertema alam, sosial, humanisme, religius, dan keluarga, dan membawakannya dengan dinyanyikan. Makanya, syair-syair lagu Ebiet terasa bernas dan berbobot.

Ebiet menikah dengan Koespudji Rahayu Sugianto (atau lebih dikenal sebagai Yayuk Sugianto, kakak penyanyi Iis Sugianto) pada 4 Februari 1982, dan dikaruniai 4 anak, 3 laki-laki dan 1 perempuan.

Mereka adalah Abietyasakti “Abie” Ksatria Kinasih (lahir 8 Desember 1982), Aderaprabu “Dera” Lantip Trengginas (lahir 6 Januari 1986), Byatriasa “Yayas” Pakarti Linuwih (lahir 6 April 1987), dan Segara “Dega” Banyu Bening (lahir 11 Desember 1989).

Sejak merilis album pertama tahun 1979 bertajuk “Camelia I”, Ebiet setidaknya telah merilis 22 album single-nya. Album teranyar yang dia rilis tahun 2014 bertajuk “Serenade”. Di luar itu, setidaknya ada 30 album kompilasi Ebiet yang dirilis oleh beberapa studio rekaman.

Pada 6 September ini, Ebiet akan mengadakan Pagelaran Musik Puisi. Ebiet G. Ade kali ini mengambil tema “Renungan Cinta untuk Indonesia Damai”. Menurut Ebiet, semua orang pasti memiliki kepedulian untuk mengisi kehidupannya dengan cinta yang berujung pada kedamaian hati.

“Ini tema ringan. Tidak ada skema besar di balik tema ini. Kita berharap semua bisa menciptakan suasana damai. Semua elemen masyarakat mempunyai potensi untuk menjadi juru damai,” tuturnya.

Tema cinta yang ingin ditularkan ke audiens ini seiring dengan konsep penampilan Ebiet yang akan banyak mengajak dialog. Ebiet yang biasa tampil statis dengan duduk di kursi sambil memegang gitar, merasa perlu support dari audiens.

“Meski saya dibantu stage manager yang bebat, saya merasa miskin gerak, karena saya statis, duduk. Itulah mengapa saya mengajak audiens untuk terlibat aktif. Satu gerakan kecil dari audiens, bisa menjadi ombak besar yang akan menghidupkan pagelaran ini,” harap Ebiet.

Baca Juga:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *