Menu Tutup

Ini 5 Pembaharu Islam pada Abad-abad Awal Hijriah

DatDut.Com – Dalam sebuah hadis riwayat Abu Dawud [4291] dan Hakim [8592] dari sahabat Abu Hurairah dikisahkan bahwa Nabi Saw. bersabda, “Pada penghujung setiap seratus tahun Allah Swt. mengutus kepada umat ini orang yang memperbaharui agama mereka.”

Dalam sabdanya ini, Nabi tidak menyebut nama seseorang, sehingga membuat siapa pun merasa berhak untuk menilai tokoh yang menurutnya layak sebagai pembaharu Islam pada setiap penghujung abad. Dan, memang faktanya demikian.

Barangkali kita masih ingat bagaimana Almarhum Gus Dur disebut-sebut sebagai pembaharu Islam abad ini oleh sebagian pecintanya sesaat setelah beliau meninggal dunia beberapa tahun yang lalu.

Berikut 5 orang tokoh yang oleh para ulama, sebagaimana dikutip Muhammad Abdul Qadir Alaydrus dalam risalahnya Ta‛rif al-Ahya’ bi Fada’il al-Ihya’, disebut-sebut sebagai para pembaharu Islam pada 5 abad pertama hijri:

1.     Umar bin Abdil Aziz

Umar bin Abdil Aziz bin Marwan bin al-Hakam, lahir di Kota Madinah pada tahun 61 H/681 M. dan wafat di Syam pada tahun 101 H/720 M. Pada tahun 99 hijri beliau dibaiat di Masjid Damaskus sebagai Khalifah Daulah Bani Umayyah menggantikan Sulaiman bin Abdil Malik.

Sosoknya yang saleh dan kepemimpinannya yang adil, membuat beliau disebut-sebut sebagai khalifah kelima dari Khulafa’ Rasyidun.

Keadilan substantif, kesetaraan sosial, pemberangusan segala bentuk kelaliman yang berlangsung secara sistematis sejak kepemimpinan sebelumnya, dan permusyawaratan sebagai prosedur pemutusan kebijakan, serta kodifikasi hadis nabawi merupakan beberapa prestasi besar yang beliau capai.

Di bawah kepemimpinannya yang singkat (99-101 H), kondisi masyarakat aman, damai dan sentosa. Beliau pun disanjung dan dipuja sepanjang masa.

2.     Muhammad bin Idris al-Syafi’i

Imam madzhab ketiga dari empat madzhab fikih yang disepakati Ahlussunnah Waljama’ah ini lahir di Gaza, Palestina, pada tahun 150 H/767 M. Setelah usianya menginjak 2 tahun, beliau dibawa ke Mekah oleh ibunya.

Di kota suci itu beliau mulai belajar ilmu agama secara lebih intensif. Kejeniusannya tampak dalam penguasaannya yang cepat terhadap disiplin-disiplin yang dipelajarinya, termasuk kemampuannya menghafal Alquran pada usia 7 tahun, dan kitab Muwaththa’ pada usia 10 tahun.

Oleh karena itu, saat usianya masih sekitar 15 tahun beliau telah dipercaya untuk memberi fatwa di Mekah. Beberapa tahun kemudian beliau melakukan rihlah ilmiah ke berbagai daerah, termasuk Madinah, Yaman, dan Baghdad, sebelum kemudian hijrah ke Mesir dan wafat di sana pada tahun 204 H/820 M.

Selain populer sebagai pendiri madzhab fikih yang pengikutnya merupakan mayoritas di negeri ini, Imam Syafi’i juga dikenal sebagai ahli sastra, hadis, dan perumus Ushul. Karyanya yang berjudul al-Risalah konon merupakan karya pertama di bidang Ushul Fikih.

3.     Abul Hasan al-Asy’ari

Lahir di Bashrah pada tahun 260 H/874 M. dengan nama Ali bin Isma’il. Beliau yang merupakan keturunan seorang sahabat besar bernama Abu Musa al-Asy’ari  dikenal dengan kepakarannya dalam bidang teologi Islam.

Mulanya beliau belajar kalam Muktazilah hingga menguasainya. Tetapi kemudian perbedaan pandangan membuat beliau memilih keluar dari madzhab tersebut bahkan menentangnya secara terang-terangan.

Seiring banyaknya pengikutnya berdirilah madzhab kalam yang dinisbatkan kepada nama beliau sendiri sebagai imamnya, Al-Asy’ari.

Di antara karya-karyanya: Al-Radd ‘ala al-Mujassimah, Maqalat al-Islamiyyin, dan al-Luma’ fi al-Radd ‘ala Ahl al-Ziyagh wa al-Bida’. Pada tahun 324 H/936 M, di Baghdad, beliau menghadap Allah Swt.

4.    Abu Bakar al-Baqillani

Abu Bakar al-Baqillani yang bernama asli Muhammad bin al-Thayyib lahir di kota Bashrah pada tahun 338 H/950 M. Selain populer dengan sebutan Al-Qadli al-Baqillani, beliau juga dijuluki Sayf al-Sunnah (pedang Sunnah) dan Lisan al-Ummah (lisan umat).

Beliau merupakan pemuka ulama kalam Asya’irah yang memiliki kepakaran istinbath dan kecerdasan sehingga mampu memberi jawaban atas pertanyaan yang diajukan kepadanya dengan sangat cepat.

“Seluruh selisih pendapat yang terjadi di kalangan ulama yang disebutkan Abu Bakar al-Baqillani ditulisnya dari hafalannya. Padahal tidak seorang pun, kecuali al-Baqillani, yang menulis soal perbedaan pendapat (khilaf) kecuali pasti butuh membaca buku-buku para lawan yang berbeda pandang,” kata ‘Ali bin Muhammad al-Harbi mengakui kecekatan hafalan al-Baqillani.

Karya-karya al-Baqillani, antara lain: I’jaz al-Qur’an, Daqaiq al-Kalam, Kasyf Asrar al-Bathiniyah. Beliau wafat di Kota Baghdad pada tahun 403 H/1013 M.

5.     Abu Hamid al-Ghazali

Hujjatul Islam yang bernama lengkap Muhammad bin Muhammad bin Muhammad al-Ghazali lahir di Thus, Khurasan, pada tahun 450 H/1058 M. Di antara fase-fase kehidupannya beliau sempat hijrah ke Nisapur untuk mempelajari sebagian besar disiplin keilmuannya kepada Imam Juwaini.

Saat usianya menginjak 34 tahun, beliau pindah ke Baghdad dan mengajar di Madrasah Nizamiyah pada masa Dinasti Abbasiyah atas permintaan Nizam al-Mulk. Sejak itulah reputasinya kian mengangkasa.

Namun tak lama setelahnya beliau memilih meninggalkan profesinya dan menempuh jalan sufi, dan pada fase inilah kitab Ihya’ ‘Ulum al-Din ditulisnya.

Imam Ghazali populer sebagai seorang teolog, filsuf, sufi, ahli fikih madzhab Syafi’i dan ushulnya. Bahkan disebut-sebut bahwa pada masanya tidak ada tokoh ahli fikih Syafi’i yang sekelas beliau.

Selain itu, beliau juga dikenal sebagai pemuka ulama kalam Asy’ari ketiga setelah pendirinya, yakni al-Baqillani, al-Juwaini dan beliau sendiri. Karya-karyanya, antara lain: al-Iqtishad fi al-I’tiqad, Tahafut al-Falasifah, Ihya’ ‘Ulum al-Din.

Setelah mengembara ke Nisapur, Baghdad, Hijaz, Syam dan Mesir, beliau kembali ke Thus dan meninggal di tanah kelahirannya pada tahun 505 H/1111 M.

 

Baca Juga:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *