Menu Tutup

Izinkan Suamimu Berpoligami Jika Memenuhi 5 Syarat Ini

DatDut.Com – Berbicara tentang poligami selalu menarik dan membuat kita segan-segan penasaran. Bagi sebagian besar perempuan, poligami merupakan sebuah hal yang tidak adil dan kejam.

Saat suami menginginkan poligami, langit-langit rumah seolah ambruk ke bumi. Namun jangan karena kecemburuan dan emosi, perempuan menafikan dan melawan hukum Islam, yakni tentang kemubahan hukum poligami.

Kita mafhum semua, bahwa hukum dasar poligami adalah  mubah, boleh, namun dalam keadaan tertentu bisa menjadi sunah, makruh, bahkan haram. Hukum syariat ya tetap saja hukum syariat, meskipun (sepertinya) begitu menyakitkan untuk wanita, tetapi hikmah jangka panjang poligami bagi kehidupan manusia amatlah besar.

Di antara  hikmah yang didapat dari kebolehan poligami, seperti mereduksi perzinaan, memperjelas garis keturunan, dan meluruskan hukum hak waris juga perwalian pernikahan. Di negara-negara berpenduduk muslim, jumlah anak hasil perzinahan hanya menempati persentase sedikit saja.

Bandinkan-sebagai contoh- di Brazil, Amerika, dan negara-negara Eropa–anak-anak hasil perselingkuhan menduduki angka 30 % sampai 70% dari total jumlah penduduk. Keadaan ini menurut saya, salah satunya disebabkan oleh doktrin gereja tentang “setia dan tidak boleh ada kata cerai” dalam hukum perkawinannya.

Sehingga daripada bercerai mereka lebih memilih selingkuh. Mereka lebih memilih monogami sambil selingkuh daripada poligami.  Maka, hasilnya seperti ini, persentase anak-anak luar nikah menjadi sangat tinggi. Akibatnya struktur masyarakat, hak perwalian dan hukum mawaris menjadi kacau-balau.

Dari hasil perjalanan panjang saya, dari ngobrol antar teman, pengajian-pengajian kecil maupun besar, dialog dengan beberapa ustad, melihat kehidupan tokoh-tokoh poligamier alias taadduder, dan tetangga-tetangga bahkan saudara-saudara yang berpoligami, akhirnya saya beroleh beberapa hal yang menarik yang dapat di-share dan beberapa di antaranya sungguh sangat mengejutkan.

Apa sajakah hal-hal yang membuat kaget wanita, namun membuat para lelaki sumringah itu? Mari kita simak 5 fakta ini:

1. Harus Adil Secara Kuantitatif, Kualitatif Boleh Tidak

Adil yang dimaksud di sini adalah bahwa laki-laki harus adil membagi hari gilir dan nafkah lahir-batin. Lalu, bagaimana dengan keadilan rasa cinta dan sayang? Nah, ini pertanyaan yang sungguh sangat sensitif.

Ternyata untuk masalah cinta dan perasaan Allah tidak memberatkan kaum laki-laki. Karena hal itu merupakan sesuatu yang kualitatif, tidak dapat diukur dengan angka, dan sulit bagi manusia untuk bisa berlaku adil dengannya.

Bahkan, Rasulullah Saw. pun dalam hal ini tidak sanggup berlaku adil. Nabi lebih cenderung hatinya kepada Aisyah r.a. daripada istri-istri yang lain. Allah tidak pernah menegur beliau selama itu. Allah sepertinya maklum sikap Nabi Saw. itu.

Tetapi setidaknya para suami tidak menampakkan kecenderungan ini dengan vulgar di depan istri-istrinya yang lain untuk menjaga perasaan mereka dan me-reduce rasa cemburu di antara  mereka.

2. Meredakan Syahwat dengan Jalan Syariat

Laki-laki konon katanya memiliki tingkat libido yang lebih tinggi dari wanita. Ketika istri berada dalam masa nifas, para laki-laki sangat tersiksa menunggu masa selesai nifas. Begitu juga saat istrinya menstruasi atau ia tinggal berjauhan dengan istrinya. Mereka sulit menahan desakan alamnya.

Karena Islam agama yang akomodatif terhadap fitrah laki-laki, maka Islam membolehkan poligami atas dasar syahwat ini. Teman saya bilang, mana ada cinta tanpa syahwat. Sehingga pernikahan tanpa syahwat seperti padang pasir tanpa oase, kering kerontang, seperti es dawet tanpa gula aren, tawar.

Pernikahan kedua atau ketiga atas dasar syahwat ini dalam Islam sah dan halal. Di satu sisi sepertinya alasan ini rendah dan memalukan, namun dalam Islam berpoligami karena alasan meredam syahwat dibolehkan. Daripada para lelaki terjerumus ke dalam dosa besar, jauh lebih baik kalau ia berpoligami. (Pasti para suami pada seneng nih dan bersorak kegirangan!).

3. Tidak Perlu Persetujuan Istri Terdahulu

Nah fakta ini yang benar-benar menohok hati kaum wanita. Berpoligami meskipun tanpa persetujuan istri pertama dengan kata lain suami memaksakan kehendaknya, tetap sah hukumya, boleh dilakukan. Masalah izin atau berbicara kepada istri sebelum berpoligami adalah masalah etika atau penghargaan terhadap istri sebelumnya saja.

Ada atau tanpa persetujuan istri pertama, poligami tetap dapat dilakukan dan sah menurut agama. Bahkan dari cerita saudaranya teman, tentang fenomena yang terjadi di Saudi Arabia bahwa istri pertama dan kedua dengan rela menyiapkan semua hantaran, mas kawin, dan pernak-pernik khas perkawinan untuk pernikahan suami dengan ismud selanjutnya.

Singkatnya, merekalah yang menjadi event organizer dari pernikahan suami dengan istri barunya. (“Woow, I like it!!” kata para suami).

4. Bukan Masalah Tidak Setia, Tetapi Menjaga Agama

Ini yang menarik menurut saya. Dalam sebuah forum pengajian bulanan seorang jamaah bertanya kepada penceramah tentang bagaimana makna kesetiaan dalam Islam, apakah suami yang berpoligami itu bisa disebut tidak setia.

Jawaban sang ustaz saat itu meruntuhkan doktrin saya selama ini tentang makna setia. Bukan setia, atau cinta mati seperti yang diajarkan Ahmad Dhani atau setia seperti dalam novel-novel romantik yang pernah kita baca, yaitu sehidup semati dengan satu cinta, namun penjelasan sang kiai seperti ini.

“Suami yang setia adalah yang memberikan kasih-sayang dan perhatian serta memenuhi semua kebutuhan istri dan keluarga. Kesetiaan bagi istri sama dengan di atas, dengan tambahan bahwa suami adalah satu-satunya.” (“Huuuuu!!” kata para istri).

5. Harus Berilmu Tinggi

Yang dimaksud berilmu tinggi di sini yaitu, suami memiliki dan mengamalkan ilmu agama dengan baik, sehingga mengerti tanggung jawabnya dalam mengayomi dan memimpin keluarga-keluarganya.

Dengan ilmunya, ia tidak akan berlaku zalim, dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami dari istri-istrinya, dapat berperan membina anak-anak dari istri-istrinya dengan adil dan bersikap baik kepada seluruh keluarga istri-istrinya.

Berilmu tinggi di sini juga dalam konteks memahami keadaan psikologi wanita, sehingga ia bisa menenangkan para istri yang sedang marah, cemburu atau suatu waktu merasa kurang diperhatikan.

Sehingga dalam banyak bahtera yang ia nakhodai, suami tetap bisa menjadi kapten yang baik dan terpercaya, sehingga tidak ada cerita anak-anak yang broken home atau istri yang marah berkepanjangan atau keluarga besar yang saling bermusuhan.

Ternyata ajibnya, anak-anak yang lahir dari keluarga-keluarga yang ayahnya poligamier dan berilmu tinggi ini, justru banyak yang berhasil. Salah satu contohnya anak-anak K.H. Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah. Wallahu a’lam bisshawab.

 

 

 

 

 

 

 

Baca Juga:

1 Comment

  1. Dni

    Ya, tapi banyak juga yg suaminya tetap nekat poligami dan istri tdk siap, malah berujung pd perceraian, cekcok dan anak yg jdi korban.
    Klo memang ingin poligami lihat jg ilmu agama istri, ilmu ikhlasnya udh tinggi gk? Kalo suami siap berpoligami blm tentu hal yg sm terjadi sm istri.
    Tapi apapun bentuknya, monogami atau poligami, kunci dlm pernikahan itu adlh qana’ah.kalau memang segitu yg diberi Allah, ya syukuri. Karena sesungsungguhnya org yg tdk bisa bersyukur terhadap pemberian Allah, akan mendapat azab-Nya. Nauzubillah

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *