Menu Tutup

Elly Risman, SNSD, dan Netizen

DatDut.Com – Seminggu lalu laman-laman berita dipenuhi berita kontroversi seputar girl-band Korea Selatan Girls Generation alias SNSD. Awalnya muncul berita kalau grup vokal tari beranggota 8 cewek seksi itu akan diundang ke peringatan Hari Kemerdekaan RI.

Kasak-kusuk di balik panggung bilang rencana itu dibuat karena Sang Pangeran Kawat Gigi ngefans banget sama Sooyong, Sunny, Tiffany dan kawan-kawan.

Mengutip link berita posmetro berjudul “Dengan Tema “Mensyukuri Nikmat Kemerdekaan” Jokowi Undang Girlband Korea”, psikolog dan pakar parenting Elly Risman menggungat dan menghujat.

Lewat akun twitter bertagar #yangbenaraja, Elly mempertanyakan mengapa negara mengundang simbol seks dan pelacuran ke Hari Kemerdekaan.

Cuitan pedas itu menuai protes, terutama dari para penggemar SNSD yang menyebut diri mereka SONE. Mereka tidak terima para pujaannya disebut seperti itu. Ada yang mengunggah petisi supaya Elly digugat di jalur hukum dengan tuduhan pencemaran dan fitnah.

Ketua Badan Ekonomi Kreatif Triawan Munaf lantas meluruskan bahwa pihaknya memang sedang bernegosiasi untuk mendatangkan sebagian personel SNSD, bukan seluruh band lengkap, untuk kegiatan promosi countdown Asian Games. Jadi bukan untuk acara kemerdekaan.

Buntutnya Elly minta maaf. Tapi maki-maki untuknya masih berlanjut. Lalu beritanya tenggelam oleh kisah heboh penangkapan pasangan kondang Tora Sudiro–Mieke Amalia dan meninggalnya dokter ganteng Ryan Thamrin. Nggak ada lagi berita soal Elly vs SONE.

Alhamdulillah saya jadi gak perlu lagi baca berita-berita yang bikin darah mendidih. Ketika akhirnya memutuskan menulis posting ini, kepala dan hati saya mulai dingin.

Tuh lihat saja 3 alinea pertama di atas, lempeng saja tanpa emosi, seperti lead berita-berita halaman 1 koran Kompas. Mungkin juga saya jadi dingin karena dibantu udara 15 dercel kota Wonosobo yang harus saya kunjungi seminggu ini.

Tadinya, membaca berita-berita tentang kontroversi SNSD ini, membuat kepala saya mau meledak. Pertama, judul dan isi berita yang semuanya tendensius menyalahkan Elly Risman dan membela kaum SONE.

Kedua, komentar-komentar di berita-berita itu sungguh membuat saya ingin murka semurka-murkanya kepada para penulis komentar. Kalau gak ingat harus kasih contoh baik sama anak, saya pasti sudah maki-maki.

Dan sungguh saya tercengang ketika Detik.com menulis “Netizen yang Sebut SNSD Simbol Seks Sudah Minta Maaf”. Saya kecewa jurnalis Detik ini menyebut Elly Risman sebagai sekadar “netizen”. Bagaimana bisa seorang yang bekerja di situs berita, tapi tidak bisamencari tahu siapa Elly Risman.

Agak janggal juga kalau dia juga tidak tahu kisah perjuangan Elly Risman memerangi kejahatan cabul terhadap anak-anak. Padahal kalau dia mau sedikit usaha mengetik nama Bu Elly di google, kamu akan menemukan jutaan informasi tentangnya.

Tentang perjuangannya melindungi anak-anak Indonesia dari penjahat kelamin pedofilia, sudah banyak yang tahu. Tentang jutaan orang tua yang sudah diajarinya untuk menjadi orang tua yang bener dalam mengasuh anak, gampang sekali ditemukan infonya. Termasuk tentang kerisauannya terhadap masa depan anak-anak bangsa.

Aneh tak ada satu kalimat pun dalam berita itu yang berusaha menjelaskan Elly Risman itu siapa. Padahal kalimat itu akan menjadi penerang mengapa dia bisa berang kepada program ndeso ngundang artis Korea pakai duit negara, padahal kita lagi kekurangan garam. Setidaknya, sedikit keterangan tentang Elly Risman akan membuat berita di Detik itu akan lebih berimbang.

Saya pernah jadi wartawan berita hiburan juga. Tapi saya tetap menggunakan kaidah-kaidah jurnalistik, sebagaimana kalau saya nulis berita politik dan lainnya. Selalu ada prinsip pemberitaan berimbang. Selalu ada check & recheck. Andai saya ditugasi menulis berita tentang kontroversi SNSD ini, maka yang akan saya lakukan adalah:

1. Menulis email ke manajemen SNSD, minta konfirmasi apakah benar pihak pemerintah Indonesia sedang melakukan negosiasi untuk mengundang mereka ke Indonesia?

Kalau benar, di Indonesia disuruh ngapain? Dalam acara apa? Dari sini akan ketahuan mereka memang mau didatangkan untuk promo Asian Games atau buat acara 17-an. Kan bisa jadi pemerintah memang niatnya mau buat 17-an tapi lantas diralat karena muncul kontroversi.

Kalau dapat jawaban apa pun, muat! Biarpun jawaban normatif seperti “Mohon maaf kami belum dapat mengeluarkan pernyataan karena belum ada kesepakatan resmi.”

Kalaupun gak ada balasan, tetap bisa ditulis “Kami sudah berusaha menghubungi pihak manajemen SNSD melalui email untuk konfirmasi berita ini, tetapi belum ada jawaban.” Kelihatan kalau jurnalisnya kerja, bukan cuma ngutip status orang di medsos lantas dikompilasi jadi berita. Itu bukan berita!

2. Wawancara langsung dengan Elly Risman. Beliau itu orangnya asyik. Pasti mau melayani wawancara. Orangnya ada. Bukan fiktif bukan hoax. Bukan netizen bodong yang dibayar buat posting dan komen buat pencitraan.

Browsing deh Yayasan Kita dan Buah Hati. Itu lembaga beliau. Ada di Jatiwaringin sana. Kepada Bu Elly, tanyakan pendapatnya mengapa SNSD dianggap simbol seks. Beliau itu tokoh pendidikan orang tua (parenting) yang sangat peduli dengan perlindungan anak terhadap pornografi dan salah asuhan.

Beliau bisa cerita banyak soal pornografi yang menyerang anak-anak dengan cara yang sangat halus, lewat games dan music video, tapi bisa bikin kecanduan dan nagih yang lebih vulgar, lantas rusak otaknya, persis rusaknya seperti kalau habis kena gegar otak parah.

3. Dengan mewawancarai kedua pihak, saya akan menulis berita yang lebih berimbang. Bukan berita yang seolah-olah Elly Risman kalah dan SONE menang, dan SNSD terbukti bukan simbol seks. Berita itu, biarpun berita hiburan, harus punya misi. Gak cuma tulisan manis macam gula kapas yang gak bergizi dan malah bikin ngilu gigi.

Dan saya nyatakan setuju 100% sama Bunda Elly Risman kalau SNSD itu simbol seks. Tolong yang bapak-bapak buka YouTube, ketik Girls Generation. Lalu tonton 2 – 3 video klip mereka. Tapi sebentar saja, gak usah sampai selesai. Takutnya syahwat bapak-bapak bangkit.

Masih gak percaya? Ketik nama grup lain, misal Sistar, Girlsday atau girlband yang lain. Maka yang akan tampil adalah sederetan perempuan cantik berambut panjang, pakai baju seksi, mostly tidak menutup paha, menyanyi dengan ekspresi “aegyeo” manyun-manyun manja, dan goyangan-goyangan khas yang seragam seirama. Mbak-mbak Korea itu, meski tidak pakai ngebor-ngebor ala Inul Daratista, gak kalah erotis dari goyangan dangdut pantura.

Kalau yang ibu-ibu gimana? Sama saja pak! Saya itu kalau melihat Eric Mun, anggota boyband Korea Shinwa, bisa ngowoh ileran meskipun suami saya yang gak kalah ganteng ada di samping saya.

Demikian juga teman saya lebih sering memposting foto Yong-hwa vokalis boyband CN Blue dibandingkan foto suaminya, padahal suaminya berperut six-packs juga! Setiap konser Super Junior di Jakarta, ribuan fans perempuan, dari anak-anak prapuber sampai mama-mama seumuran saya, bisa histeris saat cowok-cowok ganteng itu bergoyang di panggung.

Soal tuduhan simbol pelacuran memang sulit dibuktikan. Tapi soal tuduhan simbol seks itu rasanya benar adanya. Siapa pun yang penampilan dan sikap dirinya berpotensi menimbulkan syahwat bagi yang melihat atau berinteraksi, itu adalah simbol seks.

Jadi girlsband itu simbol seks bagi mas-mas dan papa-papa. Para anggota boyband itu simbol seks juga, bukan cuma bagi mbak-mbak dan mama-mama, tapi juga buat mbas-mbas yang kelamin dan kelakuannya gak selaras.

(Ditulis oleh Yulfarida Arini, ibu rumah tangga, mantan wartawan. Diambil dengan izin dari penulisnya yang memposting tulisan ini di Facebook).

Baca Juga:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *