[Download not found]
KHUTBAH I
اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
إِنَّ الْحَمْدَ ِللهِ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَامُضِلَّ لَهُ، وَمِنْ يُضْلِلْهُ فَلَاهَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، أَمَّا بَعْدُ
قَالَ اللهُ تَعَالى: أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ، يَآ أَيُّهَا الَّذِيْنَ أمَنُوْا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ، يٰاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَقُوْلُوْا قَوْلًا سَدِيْدًاۙ يُّصْلِحْ لَكُمْ اَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْۗ وَمَنْ يُّطِعِ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا
Ma’asyiral muslimin, jamaah Jumat, rahimakumullah,
Memulai khotbah ini, izinkan khatib mengingatkan bagian terpenting dari khutbah ini yang berupa Pesan Takwa. Pesan takwa pada intinya kita diminta untuk mau melaksanakan semua yang diperintahkan oleh Allah Swt dan mau menjauhi larangan-Nya dengan sesadar-sadarnya, penuh keimanan, dan keikhlasan.
Mudah-mudahan pesan takwa ini dapat kita amalkan dalam kehidupan kita sehari-hari, sehingga hidup kita penuh berkah, penuh manfaat, penuh ridho Allah, dan insya Allah, di akhir hayat kita semua mendapatkan husnul khatimah.
Ma‘asyiral muslimin rahimakumullah,
Seperti sudah mafhum bahwa Indonesia menjadi negara dengan jumlah umat Islam terbesar di seluruh dunia. Data terbaru yang dirilis pada 2021 oleh Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri, hampir 87% populasi Indonesia beragama Islam. Ini tentu saja tak lepas dari peran, usaha, perjuangan, dan ijtihad para pendahulu bangsa, terutama para ulama. Ini tentu nikmat yang harus kita syukuri sebagai pengamalan firman Allah Swt:
لَىِٕنْ شَكَرْتُمْ لَاَزِيْدَنَّكُمْ وَلَىِٕنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ
Artinya: “Jika kalian bersyukur, maka Aku benar-benar tambahkan (nikmat) untuk kalian. Tapi jika kalian ingkar (akan nikmat), sungguh siksa-Ku amat pedih.” (QS. Ibrahim: 7).
Dengan jumlah populasi yang sebesar itu, tentu saja umat Islam dapat berperan di hampir semua sektor kehidupan berbangsa dan bernegara. Bahkan sejak berdirinya Republik Indonesia, semua presiden beragama Islam. Begitu juga dengan wakil presiden. Para menteri juga mayoritasnya beragama Islam. Para ketua lembaga tinggi negara di level yudikatif dan legislatif pun demikian.
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, nilai-nilai dan ajaran Islam juga banyak mewarnai kehidupan sosial, budaya, pendidikan, dan bahkan hukum. Pada aspek sosial-budaya, banyak sekali kebudayaan dan tradisi juga norma sosial yang berasal dari ajaran Islam. Cara berbusana masyarakat Indonesia yang berevolusi dari waktu ke waktu juga semakin mendekati cara berbusana yang sesuai dengan ajaran Islam. Seni tari dan tradisi dari Sabang sampai Merauke juga banyak diilhami dan dipengaruhi unsur Islam. Salah satunya Tari Saman, misalnya. Tradisi Selametan dan Sekatenan, menjadi contoh lainnya bagaimana Islam berpadu secara positif dengan budaya lokal.
Di dunia pendidikan, sistem pendidikan Islam juga diadopsi, diadaptasi, dan diakui oleh Negara. Lahirnya UU No. 18 tahun 2019 tentang Pesantren menjadi bukti bahwa nilai-nilai Islam turut memberi kontribusi besar pada perjalanan bangsa ini, dan itu difasilitasi oleh negara dengan memberi kesempatan seluas-luasnya pada penyelenggara dan peserta pendidikan Islam seperti pesantren, madrasah, dan kampus-kampus Islam yang sebagiannya berstatus negeri yang tentu ada dukungan anggaran negara di dalamnya.
Pada aspek hukum, beberapa undang-undang yang mewadahi umat Islam di Indonesia dalam melaksanakan syariat Islam juga telah lahir beberapa tahun belakangan ini, seperti UU Zakat, UU Haji, UU Wakaf, UU Pernikahan, dan lain sebagainya. Bahkan sebelum itu, kehadiran KUA, Pengadilan Agama, dan Kementerian Agama juga menjadi bukti tak terbantahkan bahwa umat Islam di Indonesia difasilitasi oleh negara dalam mengisi kehidupannya sebagai warga negara dan sebagai muslim.
Ma‘asyiral muslimin rahimakumullah,
Bila kemudian umat Islam Indonesia selalu menjadi jamaah haji terbanyak di dunia, maka itu tentu berkat bagaimana nilai-nilai ajaran Islam sudah terinternalisasi dengan baik sehingga seolah tak terpisah dari dirinya. Begitupun dengan tingkat kedermawanan umat Islam Indonesia yang dalam beberapa tahun belakangan selalu menempati posisi teratas untuk skala global. Bahkan pada World Giving Index 2022 (WGI 2022) yang diluncurkan oleh Charities Aid Foundation (CAF), Indonesia juga kembali menjadi negara paling dermawan.
Indonesia juga dikenal sebagai negara yang secara umum berhasil menampilkan wajah Islam yang ramah dan rahmah sehingga ikut berkontribusi pada perbaikan citra dunia Islam beberapa tahun ini yang dinodai oleh aksi terorisme dan konflik sektarian yang ada di belahan dunia Islam lainnya. Di sinilah kita mesti berterima kasih pada para tokoh bangsa terutama para ulama yang berhasil mendidik dan membimbing umat Islam di Indonesia dalam menampilkan Islam yang sesuai ajaran Nabi. Terima kasih seperti ini juga mengamalkan sabda Nabi berikut:
مَنْ لَمْ يَشْكُرِ النَّاسَ لَمْ يَشْكُرِ اللهَ
Artinya:“Orang yang tidak berterimakasih kepada orang (lain) berarti ia tidak bersyukur kepada Allah.” (HR Tirmidzi)
Ma‘asyiral muslimin rahimakumullah,
Akhlak umat Islam Indonesia juga terlihat menonjol bila dibandingkan umat Islam di belahan dunia yang lain. Keramahan yang menjadi tradisi bangsa berpadu dengan akhlak Islam, tentu menjadi perpaduan yang menarik ketika ditampilkan dalam pergaulan global. Inilah yang membuat kaum Muslimin di Indonesia lebih mudah disukai bila bergaul dengan komunitas Muslim dari negara lain, bahkan ketika bergaul dengan komunitas non-Muslim sekalipun.
Dalam konteks akhlak ini pula, tak heran bila K.H. Hasan Abdullah Sahal dari Pesantren Modern Gontor pada satu video yang beredar luas di media sosial menyebut bahwa bila ingin belajar akhlak Islam, belajarlah ke Indonesia. Ini juga yang mungkin membuat Allahyarham K.H. Maimoen Zubair juga pada satu video yang beredar luas di media sosial yang kurang lebih menyebut bahwa umat Islam Indonesia itu istimewa dan mendekati dengan konsep umat yang sering disinggung oleh Nabi.
Ma‘asyiral muslimin rahimakumullah,
Dengan segala kelebihan tersebut, bukan berarti umat Islam di Indonesia sudah mencapai situasi dan kondisi ideal. Masih banyak pekerjaan rumah (PR) yang harus diselesaikan oleh umat Islam Indonesia. Salah satunya terkait dengan persoalan ekonomi. Meski menjadi mayoritas dalam jumlah, khusus terkait ekonomi, umat Islam di Indonesia masih menghadapi tantangan masalah kemiskinan, pengangguran, dan masih rendahnya kualitas pendidikan di banyak lembaga pendidikan Islam.
Di sisi lain, kreatifitas dan produktifitas dalam menjalankan berbagai bidang usaha ekonomi masih terbilang minim di kalangan pelaku ekonomi Muslim. Ini menjadi tugas yang tidak ringan agar pelaku usaha Muslim dapat memberikan kontribusi yang lebih besar bagi kesejahteraan seluruh masyarakat Indonesia. Industri ekonomi syariah sudah tumbuh dan berkembang beberapa waktu ini.,Bahkan bank syariah juga menjamur, namun diakui belum secara signifikan memberikan kontribusi bagi peningkatan ekonomi Indonesia.
Tantangan lainnya adalah terkait masuknya pengaruh paham radikalisme dan bahkan menjurus terorisme ke Indonesia. Ini harus menjadi perhatian kita semua. Umat Islam di Indonesia harus bahu-membahu menghalau persebaran ideologi transnasional, yang terbukti telah memporak-porandakan negara asalnya. Kita tentu tak ingin negara yang kita cintai ini juga ikut bernasib sama dengan negara di luar sana.
Apalagi kita tentu paham bahwa sejatinya ajaran Islam tidak seperti yang dipraktikkan kelompok radikal-teroris, bila kita membaca dengan seksama hadis, ayat, pendapat mayoritas ulama, juga sejarah perjalanan umat Islam di berbagai negara.
Islam yang mempunyai misi sebagai rahmat bagi semesta, tentu mengedepankan nilai kasih dalam segenap ajarannya. Bila kelompok yang keras seperti itu, maka hal itu murni karena mereka salah dalam memahami konteks ayat dan hadis yang sebetulnya dalam situasi perang, tapi diterapkan dalam situasi damai.
Ma‘asyiral muslimin rahimakumullah,
Di luar itu semua, ada sesuatu yang unik terkait hubungan antara agama dan negara, terutama terkait dengan Islam. Di Indonesia, hubungan antara agama dan negara dapat dikatakan mengalami pasang-surut. Pernah mengalami romantisme, tapi pernah juga mengalami ketegangan, tergantung kebijakan dan pilihan politik penguasa. Bila kita melihat perjalanan bangsa, kita akan mengetahui bagaimana hubungan antara agama dan negara di Indonesia, baik di masa Orde Lama, Orde Baru, maupun Orde Reformasi. Namun, seiring perjalanan waktu, hubungan ini semakin membaik dan kontributif karena semakin luasnya peran aktif umat Islam Indonesia di berbagai sendi kehidupan berbangsa dan bernegara, seperti data-data yang telah disinggung di bagian awal khutbah ini.
Dengan kata lain, bila ada sebagian orang yang kerap menarasikan bahwa umat Islam di Indonesia dewasa ini terpinggirkan, tidak dianggap, dan bahkan terzalimi, maka itu muncul dari pandangan yang kurang adil dalam melihat data dan fakta yang ada. Dengan kata lain, narasi umat Islam dizolimi lebih banyak didasarkan pada imajinasi, daripada fakta yang terjadi. Biasanya pandangan seperti itu muncul dari kekecewaan terhadap kebijakan dan realitas politik yang tidak menguntungkan diri dan kelompok orang tersebut. Itu artinya pandangan demikian lahir dari sikap tidak adil dalam menilai sesuatu. Sikap seperti ini jelas bertentangan dengan pesan Al-Qur`an yang mewajibkan kita bersikap adil meski terhadap kelompok yang berbeda afiliasi politik dengan kita:
وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَاٰنُ قَوْمٍ عَلٰٓى اَلَّا تَعْدِلُوْا ۗاِعْدِلُوْاۗ هُوَ اَقْرَبُ لِلتَّقْوٰىۖ
Artinya:“Janganlah kebencian kalian pada suatu kaum membuat kalian tidak berlaku adil. Adillah karena keadilan itu lebih dekat dengan ketakwaan.” (QS. Al-Maidah: 8).
Semoga khutbah yang singkat ini ada manfaatnya. Fa’tabiru ya Ulil albab.
بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فيِ القُرْآنِ العَظِيْمِ، وَنَفَعَنيِ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآياَتِ وَالذِّكْرِ الحَكِيْمِ وَتَقَبَّلْ مِنيِّ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ َإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، أَقُوْلُ قَوْليِ هذَا أَسْتَغْفِرُ اللهَ ليِ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالمُسْلِمَاتِ وَالمُؤْمِنِيْنَوَالمُؤْمِنَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
KHUTBAH II
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ، وَبِفَضْلِهِ تَتَنَزَّلُ الْخَيْرَاتُ وَالْبَرَكَاتُ، وَبِتَوْفِيْقِهِ تَتَحَقَّقُ الْمَقَاصِدُ وَالْغَايَاتُ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللّٰهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لَانَبِيَّ بَعْدَهُ، اَللهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِهِ وَصَحْبِهِ المُجَاهِدِيْنَ الطَّاهِرِيْنَ، أَمَّا بَعْدُ. فَيَا اَيُّهَا الحَاضِرُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللّٰهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ، وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى.
أَعُوْذُ بِاللّٰهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ. بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحّْمنِ الرَّحِيْمِ. إِنَّ اللّٰهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يٰٓاَيُّهَا الَّذِينَ اٰمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيْمًا، اللّٰـهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى اٰلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى اٰلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
اللّٰـهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدّعَوَاتِ، اللّٰـهُمَّ اغْفِرْلَنَا ذُنُوْبَنَا وَ ذُنُوْبَ وَالِدَيْنَا وَارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانَا صِغَارًا، رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ، وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوْبِنَا غِلّاً لِّلَّذِيْنَ اٰمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوْفٌ رَّحِيْمٌ، رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنفُسَنَا وَإِنْ لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الْخَاسِرِيْنَ، رَبَنَا اٰتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ .
عِبَادَ اللّٰهِ، إِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَاِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبي وَيَنْهي عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، فَاذْكُرُوا اللّٰهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللّٰهِ أَكْبَرُ
Assoc. Prof. Dr. K.H. Moch. Syarif Hidayatullah, Lc., M.Hum., CDAI, Ketua Umum Asosiasi Dai-Daiyah Indonesia (ADDAI) dan Dosen FAH dan Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta