ADDAI Online – Dai adalah orang yang mengajak ke jalan Allah dan jalan kebaikan. Dalam bahasa Indonesia, kata dai dirujukkan pada penyeru dakwah yang berjenis laki-laki. Sementara yang berjenis perempuan, biasanya dipergunakan istilah daiyah.
Meskipun ini tak sepenuhnya benar dari sudut pandang bahasa Arab yang merupakan asal dari kata itu. Mengapa? Karena kata daiyah justru dipakai secara netral bagi siapa pun yang menyeru jalan dakwah baik berjenis laki-laki maupun perempuan.
Terlepas dari persoalan bahasa Arab tersebut, kata daiyah justru tidak ditemukan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) daring versi termutakhir sekalipun. Yang ada adalah kata dai yang didefinisikan sebagai ‘orang yang pekerjaannya berdakwah’.
Oleh karenanya, saya ingin mengacu pada penggunaan istilah ini berdasarkan KBBI. Istilah dai ini saya acukan baik untuk dai yang berjenis kelamin laki-laki maupun yang berjenis kelamin perempuan. Dengan kata lain, saya netralkan aspek jenis kelaminnya.
Di sekeliling kita, banyak sekali jenis dai yang kita bisa temui. Apalagi bila mengikuti definisi dai yang berlaku di lingkungan ADDAI (Asosiasi Dai-Daiyah Indonesia), maka dai tidak hanya mereka yang pandai berceramah agama.
Di ADDAI, semua orang yang tak kenal lelah mengajak, mengajarkan, memperjuangkan, mendukung, mempromosikan, dan memasyarakatkan kebaikan sesuai bidang, passion, profesi, dan hobinya, maka ia adalah dai.
Agar kita bisa mengidentifikasinya dengan lebih baik, saya akan membagi dai dalam beberapa kategori berikut. Tentu ini berdasarkan amatan saya sekilas terhadap dai-dai yang di sekitar saya, terutama yang tergabung di ADDAI.
1. Dai Penceramah, yang ditandai retorikanya yang menarik dan membuat audien betah berlama-lama. Biasanya panggung dan mimbar menjadi arena dakwahnya. Dalam sejarah dakwah Indonesia, almarhum K.H. Zainuddin MZ adalah contoh ideal dai dalam kategori ini.
2. Dai Ulama, yang ditandai dengan penguasaan ilmu agamanya yang mendalam sehingga mau mengurai persoalan agama secara mendalam. Dalam sejarah dakwah Indonesia, Allahyarham K.H. Ali Mustafa Yaqub adalah contoh ideal dai dalam kategori ini. Hari ini dai kategori ini juga bisa ditemui pada sosok K.H. Abdul Qoyyum Mansur (Gus Qoyyum) dan K.H. Bahauddin Nursalim (Gus Baha).
3. Dai Intelektual, yang ditandai dengan penguasan ilmu pengetahuan tidak hanya agama, tapi ilmu lain yang terkait profesinya sebagai intelektual. Dalam dunia dakwah Indonesia, Prof. Quraish Shihab adalah contoh ideal dai dalam kategori ini.
4. Dai Profesional, yang ditandai dengan ketekunannya menjadi profesinya sebagai pebisnis, enterpreuneur, dan profesi lainnya. Dalam dunia dakwah Indonesia, Aa Gym adalah contoh dai dalam kategori ini.
5. Dai Spiritual, yang ditandai dengan kemampuan olah spiritual untuk mengobati, memberi solusi persoalan nonlahiriah, dan jalan spiritual yang lain. Dalam dunia dakwah Indonesia, dr. Aisyah Dahlan adalah contoh ideal dai dalam kategori ini.
6. Dai Penulis, yang ditandai dengan kemampuan merangkai kata dalam bentuk tertulis, entah dalan artikel, buku, bahkan karya sastra. Dalam sejarah dakwah Indonesia, Kang Abik adalah contoh dai dalam kategori ini.
7. Dai Penghibur, yang ditandai dengan kemampuannya dalam menghibur di sela-sela berdakwah. Tidak hanya dengan lawakan, tapi juga kadang dengan musik dan lain sebagainya. Intinya audiensnya terhibur. Dalam sejarah dakwah Indonesia, H. Rhoma Irama adalah contoh dai dalam kategori ini.
Ini 7 kategori dai hasil amatan saya. Ini hanya salah satu versi. Mungkin Anda punya versi, silakan direvisi atau dilengkapi.
Assoc. Prof. Dr. K.H. Moch. Syarif Hidayatullah, Lc., M.Hum., CDAI, Ketua Umum Asosiasi Dai-Daiyah Indonesia (ADDAI) dan Dosen FAH dan Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Keren ,,,,,,,seyognyalah para dai hrus mempunyai jiwa pemahman yg terjadi dalam Medan dakwhnya,,sehingga dakwahnya bisa tersentuh dalm ladang dkwahnya ,,,pemahaman yg terpenting,,,sebab dengan pemahaman abstrak maupun yg kongkrit dia akan mampu mencangkul ladang dakwahnya,,,