DatDut.Com – “Bangsa yang besar adalah bangsa yang mengenang jasa pahlawannya,” demikian ucapan Bung Karno dahulu. Memang benar, menghargai jasa pahlawan adalah cerminan diri untuk mengukur seberapa besar, dan seberapa kuat bangsa itu berdiri. Ibaratkan bangunan, pahlawan adalah pondasi kuat yang membuat kita bisa berdiri hingga kini dengan damai.
Bulan ini Agustus, iya, Agustus. Semua orang Indonesia pasti tahu, kalau bulan ini amat istimewa, dan pastinya ditunggu dari Sabang hingga Merauke. Bahkan, euforia sudah mulai terasa dari awal bulan. Benar, di bulan ini bangsa Indonesia meraih kemerdekaan. Kemerdekaan yang sudah dirampas selama 450 tahun oleh Belanda dan juga Nippon.
Lalu akhirnya, tepat pada tanggal 17 Agustus 1945, berkibarlah Sang Saka Merah Putih dengan kaffah, tanpa lagi di cengkeram oleh imperialis kejam nan keji. Berkumandangnya Proklamasi Kemerdekaan Indonesia oleh Bung Karno, dan lagu Indonesia Raya membuat negeri ini benar-benar telah merdeka.
Tetapi, selama ini apakah kita tahu bagaimana dan siapakah pengarang lagu “Indonesia Raya” yang dikumandangkan oleh kita selama ini? Apakah kita tahu, jika beliau tidak “sempat” menyairkan karyanya saat kemerdekaan? Namanya Wage Rudolf Soepratman, seorang manusia dari keluarga sederhana, yang lahir dari seorang ibu bernama Siti Senen, dan ayah bernama Joemono Kartodikromo, seorang KNIL Londo. Lahir tanggal 9 Maret (ada sumber lain mengatakan, kalau lahir di tanggal 19 Maret) di wilayah di daerah Jawa Tengah, yang kini terkenal dengan nama Purworejo. Tahun 1903, tepatnya ia lahir.
Sayangnya, ia tidak hidup lama dengan orangtuanya, karena pada tahun 1914 ikut kakak sulungnya Roekijem ke Makassar, lalu disekolahkan oleh suami Roekijem yang bernama Willem van Eldik. Sampai ia lulus dari Normaalschool, dan lulus dari sana. Saat berumur 20 tahun, ia sempat mengajar di sekolah Angka 2.
Saat masa muda itulah juga, ia sempat menulis buku berjudul Perawan Desa. Isi buku itu mengenai kekesalannya terhadap Penjajah Belanda. Oleh karena isi buku yang amat provokatif, dan Belanda takut akan adanya semangat membara “hanya” karena buku itu, maka dilaranglah peredaran buku itu. Itu adalah salah satu karyanya saat masih menjadi wartawan di Kaoem Kita dan Kaoem Muda di jakarta.
Lalu, bagaimana W.R Soepratman bisa menciptakan lagu Indonesia Raya? Jadi, saat Soepratman masih ada di Makassar. Suatu saat, ia membaca majalah Timbul, dan tak sengaja membaca sebuah artikel, yang mana di dalam artikel tersebut, sang penulis menantang para ahli musik untuk membuat lagu kebangsaan. Nah, Soepratman memang bisa bermain musik, dan terbilang ahli, karena ia belajar dari kakak iparnya.
Maka terciptalah lagu Indonesia Raya. Pada kongres Sumpah Pemuda II, tanggal 28 Oktober 1928 lagu itu dikumandangkan, lalu pada pertemuan-pertemuan besar selanjutnya, khususnya pertemuan partai-partai yang nasionalis yang mengadakan kongres. Karena makna, isi, dan semangat sang penyairlah yang membuat Indonesia Raya selalu diperdengarkan.
Karya lain yang ia buat adalah Ibu Kita Kartini, yang juga populer hingga masa kini. Tetapi, nasib berkata lain untuk dirinya. Ia hanya hidup selama 35 tahun, dan akhirnya meninggal pada tanggal 17 Agustus 1938 di Kota Pahlawan, Surabaya. Setelah merasakan sakit yang berkepanjangan.
Walau begitu, nafasnya masih berhembus di lagu-lagu karyanya hingga kini, sampai kapan pun, Indonesia tetap akan mengingatnya sebagai sang Penyair lagu kemerdekaan, seorang pahlawan gagah-berani menyemangati para pejuang terdahulu dengan maha karyanya.
“Hiduplah, Indonesia Raya” – W.R Soepratman.