Menu Tutup

Ulama yang Didoakan “Hafizhahullah” dan “La’anahullah”

DatDut.Com – Banyak orang yang selalu bicara soal cinta ulama. Sayangnya, yang dimaksud ulama oleh orang-orang seperti itu bukan sebagai orang yang mempunyai pemahaman yang baik terhadap ilmu agama, tetapi orang yang mengerti agama dan yang terpenting harus sealiran dengan mereka.

Karenanya, mereka tak segan-segan mendoakan ulama yang tidak sealiran dengan doa “la’anahullah“, sementara ulama yang sealiran didoakan dengan “hafizhahullah“.

Bahkan, kalau ada pendapat atau sikap seorang ulama yang tak disetujui, banyak orang yang sering bicara soal cinta ulama itu buru-buru mengeluarkan jurus “kafir”, “munafik”, “sesat”, “thaghut”, apalagi “laknat”.

Padahal, tak jarang juga mereka tak begitu memahami pendapat dan sikap dari ulama yang tidak disetujuinya itu. Bahkan, jangan-jangan ilmu mereka yang belum sampai atau hanya karena terbakar oleh hasutan orang lain yang mendengkinya.

Bukankah lebih baik meminta penjelasan atau menyampaikan dalil lain yang lebih kuat, daripada cuma sekadar komentar pendek dan jurus mematikan “la’natullah ‘alaihi”.

Bagaimanapun perbedaan itu sesuatu yang alami. Sejak dulu ulama juga berbeda pendapat. Namun, sikap terhadap perbedaan itulah yang menunjukkan kita dewasa dalam beragama atau tidak.

Mungkin perlu diingat, semua ulama yang mengabdikan ilmu dan hidupnya untuk umat, berhak mendapatkan doa terbaik. Itulah bagian balas budi kita sebagai umat kepada mereka para penerus perjuangan Nabi itu.

Apalagi yang didoakan “la’anahullah” adalah orang yang digelari kiai. Bila kita memperhatikan ulama-ulama yang digelari “kiai”, kita akan mendapati fakta bahwa gelar kiai itu sejatinya diberikan kepada orang yang mencapai standar keilmuan (alim) dan kesalehan (shalih) tertentu.

Meskipun kita semestinya tidak gampang-gampang menggelari orang lain apalagi menggelari diri sendiri dengan sebutan “kiai”. Sebelum yakin akan keilmuan dan kesalehan yang dimiliki, hendaklah gelar itu tidak disandang atau disandangkan.

Dalam hal ini, memang mestinya ada mekanisme yang dibuat oleh umat melalui lembaga tertentu yang punya kewenangan dalam mengeluarkan gelar ini. Karena gelar ini bagaimanapun juga punya nilai status sosial yang tinggi di masyarakat, yang pada orang-orang itu bisa rawan disalahgunakan untuk bermacam kepentingan, termasuk politik.

Namun, tetaplah tidak elok mendoakan semua orang yang mempunyai pengetahuan agama yang baik, dengan doa-doa yang tidak baik. Ini demi menjaga kehormatan orang yang mempunyai pengetahuan agama dan kesalehan tertentu, apalagi bila yang bersangkutan mempunyai banyak santri, pengikut, dan mewakili ormas tertentu.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *