Menu Tutup

Banyak Kiai Jadi-jadian dan Ustad Abal-abal, Kenali Nih 5 Ciri Ulama Sejati

Datdut.Com – Sebagai orang yang dibesarkan di lingkungan pesantren, saya sempat mengamati dan menyimpulkan lima kesamaan ciri yang selalu ditemui pada sosok ulama yang disebut dan digelari di kalangan pesantren sebagai “kiai” atau di masyarakat perkotaan lebih dikenal sebagi “ustad”.

Saya perlu menulis tentang ini karena sepertinya sudah ada kesalahan cara pandang tentang siapa orang yang disebut kiai. Sehingga banyak muncul kiai jadi-jadian dan ustad abal-abal. Ini yang perlu tegaskan, orang yang layak disebut kiai atau ustad bukan yang sekadar tampil di TV. Ia tak perlu selalu dikawal oleh para santri, pakai jubah dan gamis dengan sorban berlapis-lapis.

Karena kiai adalah gelar yang diberikan masyarakat yang ikhlas tanpa pamrih. Kiai tidak patut disandang oleh orang yang mengkiaikan dirinya sendiri. Supaya tidak salah pilih, kenali 5 ciri kiai dan ustad sejati berikut ini:

[nextpage title=”1. Istikamah”]

1. Istikamah

Sifat ini bisa dilihat saat beliau-beliau rutin mengajar, tak mau ingkar janji, dan selalu ada di barisan saat salat berjamaah. Nah, ini jadi ciri penting seorang ulama sejati, karena istikamah lebih mulia daripada seribu karamah.

[nextpage title=”2. Salat Berjamaah”]

2. Salat Berjamaah

Ulama sejati selalu menjaga bukan hanya salat lima waktu tetapi menjaganya dengan berjamaah. Soal ini persis seperti dikatakan Buya Dimyati Banten saat ditanya apa tarekat yang diikutinya. “Tarekatku adalah salat berjamaah dan ngaji,” jawabnya.

[nextpage title=”3. Mengaji”]

3. Mengaji

Selain kebiasaan salat berjamaah, mereka juga mengistikamahkan membaca kitab kuning atau buku hingga tamat alias khatam. Apa yang dilakukan tersebut sebetulnya mengamalkan apa yang menjadi pesan para ulama, “Hayatul ilmu almurajaah.” Artinya kurang lebih begini: kalau mau ingin ilmunya terus menerangi, caranya ya dengan rajin menelaah.

[nextpage title=”4. Menulis”]

4. Menulis

Kebanyakan ulama sadar betul betapa pentingnya sebuah karya tulis. Maka mereka selalu menyempatkan menulis artikel, opini, dan buku, bahkan di antara mereka ada yang pandai menulis puisi, narasi drama, dan novel.

Pesan Prof. Dr. K.H. Ali Mustafa Yaqub kepada santri-santrinya yang senantiasa digaungkan dan meresap ke hati mereka adalah “wala tamutunna illa wa antum katibun”. Jangan meninggal sebelum punya karya tulis.

[nextpage title=”5. Turba (Turun ke Bawah)”]

5. Turba (Turun ke Bawah)

Selain keistikamahan mengajar, menulis, dan ibadah mahdah, mereka juga istikamah memberdayakan wong cilik atau umat yang tinggal di sekitar pesantren. Caranya dengan bersinergi menyediakan fasilitas-fasilitas dan pelatihan-pelatihan keterampilan, usaha, dan pengembangan ekonomi. Gunanya yang utama, ya ikut menyumbangkan pemecahan masalah umat.

Sebagai catatan, semua itu dilakukan dengan berinteraksi secara santun, dengan teladan dan akhlak mulia, yang tercermin baik dalam perkataan, tindakan maupun sikap. Bagi ulama sejati, pesantren bukanlah menara gading. Pesantren malah menjadi sarana untuk berkarya dalam bingkai hablun minnallah wa hablum minan nas atau membina hubungan baik dengan Allah dan manusia. Muaranya adalah meraih rida Allah.

Baca Juga:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *