Menu Tutup

Ini 5 Ulama Maroko yang Namanya Dikenal hingga Nusantara

Datdut.Com – Maroko atau yang dalam bahasa Arabnya disebut Al-Maghrib adalah satu negeri yang berada di ujung utara barat Benua Hitam alias Afrika. Ia bersebelahan dengan Andalusia alias Spanyol yang terletak di Benua Biru atau Eropa. Secara bahasa, Al-Maghrib bermakna ‘tempat atau waktu terbenamnya matahari di barat’.

Banyak ulama lahir dari negeri ini. Boleh jadi ulama yang selama ini kita kenal di Nusantara dan dunia literasi ternyata berasal dari Maroko, namun kita belum menyadarinya. Nah, berikut ini 5 ulama yang tidak asing di telinga kita:

1. Ibnu Batutah (w. 1377 M/779 H) atau Muhammad bin Abdillah

Ibnu Batutah lahir dan meninggal di kota Tonjah (versi Arab) atau Tangier (versi Perancis dan Inggris). Kita mahasiswa Indonesia menyebutnya Tenjer. Sebuah kota di ujung utara Maroko berbatasan dengan Spanyol, hanya dipisah oleh Laut Tengah (Mediterania).

Karya ilmiahnya yang mengguncang dunia adalah catatan perjalanannya mengelilingi dunia (around the world) yang pada masa itu jarang orang bisa melakukannya. Catatan itu didektekan selama 12 tahun kepada Ibnu Juzai Al-Kalbi di kota Fes tahun 756 H.

Karga itu lalu diberi nama Tuhfah an-Nadzar fi Gharaib al-Amshar wa Ajaib al-Asfar (Masterpiece Pelancong Kota-kota yang Unik dan Perjalanan yang Mengagumkan) atau yang terkenal dengan Rihlah Ibni Batutoh atau The Travels of Ibn Battuta. Buku ini sudah diterjemahkan ke berbagai bahasa dunia.

Dalam laporan perjalanannya, ia menyebutkan pernah mengunjungi Aceh selama 15 hari—cukup lama karena badai menghalanginya melanjutkan perjalanan ke Cina. Aceh waktu itu dikuasai oleh kerajaan Samudera Pasai.

Raja Mahmud Malik Zahir menyambut dan menjamunya dengan meriah dan mewah selama di sana bahkan ketika hendak meneruskan travelnya ke Cina sang Raja memberi hadiah-hadiah di antaranya perahu. Pulangnya Ibnu Batutah juga sempat mampir ke Bumi Jawa (saat ini Indonesia), kemudian meneruskan ke Basrah-Irak.

[nextpage title=”2. Al-Qadi Iyyad (w. 1149 M/544 H) atau Iyyad bin Musa”]

2. Al-Qadi Iyyad (w. 1149 M/544 H) atau Iyyad bin Musa

Kata orang Maroko, “Laula Al-Iyyad lama urifa Al-Maghrib” yang artinya: kalau bukan karena (Al-Qadi) Iyyad niscaya Maroko nggak bakal dikenal. Ya, begitulah kira-kira hiperbolanya orang Maroko menyanjung ulama besar ini. Sebab, tanpa beliau pun Maroko tetap dikenal.

Beliau merupakan salah satu Sab’atur Rijal (Wali Tujuh) yang ada di kota Marakes-Maroko. Adapun karya-karya monumentalnya, antara lain: Asy-Syifa bi Ta’rif Huquq al-Musthafa, buku tentang sirah (biografi) Nabi Muhammad SAW; Ikmal Al-Mu’lim bi Fawaid Muslim yang merupakan syarah Sahih Muslim (9 jilid).

Imam Nawawi banyak merujuk kepada kitab tersebut dalam mensyarahi Sahih Muslim. Kitab lainnya adalah Tartib al-Madarik wa Tanwir al-Masalik li Ma’rifah A’lam Madzhab Malik, yang merupakan sebuah ensiklopedi tentang mazhab Maliki.

[nextpage title=”3. Al-Jazuli (w. 1465 M/870 H) atau Muhammad bin Sulaiman”]

3. Al-Jazuli (w. 1465 M/870 H) atau Muhammad bin Sulaiman

Dalailul Khoirot, itulah karya terkenal beliau yang banyak dibaca atau diamalkan oleh muslim Nusantara. Isi bukunya adalah wirid-wirid harian. Wirid hari senin sampai ahad. Asmaul Husna, salawat, doa dll.

Buku ini ditulis saat ia belajar di Universitas Al-Qarawiyyin Fes. Beliau pernah belajar di Al-Azhar Kairo, Palestina, Hijaz dll. Sebetulnya beliau juga menulis buku tentang ilmu nahwu. Sayangnya karyanya ini tidak terkenal sampai ke Nusantara laiknya kitab Al-Ajurumiyah karya Imam Al-Ajurum.
Jazulah atau Juzula merupakan kabilah di daerah Sus, sebelah Selatan Maroko.

Beliau pernah tinggal tiga tahun di Madinah Al-Munawwar dan mengajarkan Dalailul Khairat. Bisa jadi fase inilah yang menyebabkan Dalailul Khairat dibawa dan dikenal di Nusantara sebagai cikal jaringan ulama Nusantara.

[nextpage title=” 4. Al-Ajurum”]

4. Al-Ajurum

Sepertinya tidak banyak yang tahu kalau pengarang buku dasar tata bahasa Arab yang banyak dipakai di pesantren-pesantren ini berasal dari Maroko. Pun, ia bukan orang Arab, aslinya orang Berber. Suku Berber merupakan suku asli Maroko.

Bahasa ibunya adalah Tamazigh. Ia berasal dari kabilah Sonhajah oleh karenanya ia dinisbatkan dengan Imam Al-Ajurum As-Sonhaji. Al-Ajurum adalah bahasa Berber yang artinya tuan atau sayyid. Beliau lahir dan wafat di kota Fes, kota ilmu dan wali.

Sejarahnya beliau menulis buku Al-Ajurumiyah untuk anaknya supaya mengetahui dasar tatabahasa Arab yang benar dan tidak terjatuh dalam lahn, mengingat pada wakt itu banyak orang yang berbicara Arab dengan menyalahi kaidah (lahn) yang sekarang kita kenal dengan bahasa amiyah atau darija.

Buku ini ditulis waktu beliau berada di Mekah. Setelah menulisnya beliau mengadu kepada Allah “Allahumma jika buku yang saya tulis ini tidak ikhlas karena-Mu, maka biarlah tintanya luntur bersama air laut”.

Dan masya Allah tinta yang termaktub di atas lembaran-lembaran tersebut tidak luntur setelah dilemparkan ke laut. Inilah buah nyata dari keikhlasan. Hanya dengan beberapa lembar (matan) dasar-dasar ilmu nahwu beliau terkenal sedunia dan sepanjang masa.

[nextpage title=”5. As-Sanusi (w. 1490 M/895 H) atau Muhammad bin Yusuf”]

5. As-Sanusi (w. 1490 M/895 H) atau Muhammad bin Yusuf

Jika ada orang Melayu bernama Sanusi, maka sejatinya nama itu merujuk kepada nama seorang ulama Maroko, yakni Muhammad bin Yusuf As-Sanusi. As-Sanusi sendiri nisbat kepada sebuah kabilah di Telemsan (sekarang masuk negara Aljazair).

Dulu Negeri Al-Maghrib terbagi menjadi tiga: Al-Maghrib Al-Adna (Maroko dekat, Libya dan sebagian Mesir barat), Al-Maghrib Al-Ausat (Maroko tengah, Tunisia, dan Aljazair), Al-Maghrib al-Aqsha (Maroko jauh, Maroko dan Mauritania atau Syingqit), yang tetap menggunakan nama Al-Maghrib adalah Maroko).

Ketiganya dikenal dengan sebutan Al-Maghrib Al-Kabir (Maroko Raya). Beliau termasuk “habaib” keturunan Rasul dari Sayyidina Hasan bin Ali.

Karya terkenalnya adalah buku Ummul Barahin (Induk Dalil-dalil). Buku ini tentang akidah Ahlussunnah wal Jamaah dengan mengikuti mazhab kalam Imam Al-Asy’ari. Buku ini hingga kini juga dipelajari di beberapa pesantren tradisional di Pulau Jawa.

Di Maroko buku ini terkenal dengan nama Aqidah Sughra (akidah mini). Dikenal demikian karena sebelumnya beliau menulis Aqidah Kubra atau Aqidah Ahli At-Tauhid, buku tentang akidah yang pertama ia tulis lalu ia beri komentar penjelas. Kemudian ia menulis lagi Aqidah Wustha. Lalu beliau menulis lagi Aqidah Sughra yang di Nusantara terkenal dengan Ummul Barahin.

Lalu ia menulis lagi Sugra Ash-Sughra. Selain itu, ia menulis buku Al-Mukaddimah yang menjelaskan bukunya Aqidah Sughra yang populer dengan Ummul Barahin itu.

 

 

Baca Juga:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *