Menu Tutup

Di Balik Konflik Transportasi Konvensional dengan yang Online

DatDut.Com – Pemerintah Indonesia untuk keberkian kalinya di tahun ini mendapatkan masalah kemasyarakatan yang sangat serius.

Setelah masalah pabrik semen di Rembang mencuat ke publik dan belum jelas langkah pemecahan masalahnya, sekarang muncul konflik yang tidak lagi baru, yaitu konflik antara transportasi konvensional dengan transportasi online.

Khusus terkait konflik masalah transportasi ini, disinyalir penyebabnya adalah tarif angkutan, kuota armada yang tidak berimbang, dan payung hukum yang belum memadai.

Di tahun 2016 lalu perseteruan antara taksi online dengan dengan taksi konvensional Blue Bird pernah terjadi di Jakarta dan sempat membuat arus lalu lintas macet total.

Kisruh di tahun lalu ternyata belum cukup menjadi pelajaran untuk pemerintah dalam hal ini Kementerian Perhubungan dan Transportasi sehingga kasus itu terulang kembali di tahun 2017 ini dan meluas ke beberapa daerah seperti Tangerang, Bogor, Malang, Jogja, Bali dan Palembang.

Dalam hal ini lagi-lagi pemerintah sebagai institusi yang mengatur kehidupan bermasyarakat telah melakukan kesalahan yang fatal.

Memang sebelumnya sulit diprediksi perkembangan dari moda transportasi online yang berkembang cepat seperti sekarang ini, namun setidaknya sudah ada langkah preventif yang efektif dalam mencegah terjadinya konflik.

Pada sudut ini, pemerintah terlihat gagal membaca arah dari kemajuan teknologi yang masuk ke semua sela-sela kehidupan masyarakat, yang terjadi akhirnya adalah ketimpangan yang sekarang tengah dirasakan oleh pemilik dan pengendara transportasi konvensional.

Ketimpangan mulai dirasakan saat banyak pengguna jasa transportasi konvensional beralih ke transportasi online. Di samping itu pertumbuhannya yang cepat membuat persaingan semakin tidak fair .

Beralihnya para pengguna bisa dipastikan karena ada banyak kelebihan yang disediakan oleh penyedia jasa transportasi online di antaranya, tarif angkutan yang murah, pelayanan yang cepat dan nyaman.

Kelebihan-kelebihan itulah yang sekarang ini tidak dimiliki oleh moda transportasi konvensional. Tidak cukup sampai di situ, ketidaksetaraan yang berlebih dirasakan karena transportasi online laiknya ojek dan taksi online tidak dikenai pajak angkutan umum dan pemeriksaan berkala (KIR).

Pada tahun 2016 pemerintah memang sudah membuat peraturan tentang pengoperasian transportasi online yang tertera pada Permenhub no 32 tahun 2016, tapi laksana api tanpa asap, peraturan itu nyaris tidak terdengar karena sosialisasi yang tidak masif.

Sosialisasi yang tidak masif ini menjadi salah satu penyebab dari konflik yang terjadi belakangan ini selain itu ada beberapa poin yang tidak sepakati oleh perusahan transportasi online.

Konflik yang terjadi meyebabkan kerugian materi dan merenggut nyawa. Ironis hal-hal yang seperti ini masih bisa terjadi di negara hukum.

Pemerintah dan penyedian layanan transportasi tidak seharusnya diam. Mereka harus sigap menangani masalah ini, tidak membiarkan masalah terjadi berlarut-larut.

Ada beberapa aspek perihal pelayanan transportasi yang harus diperbaharui, di antaranya harus ada hukum yang memposisikan penyedia moda transportasi pada posisi yang sama, memperbaiki pelayanan dari segi tarif yang murah, kenyamanan dan keamanan serta mengadopsi teknologi termutakhir.

Pada masa-masa kemajuan teknologi transportasi dan konflik yang mengiringinya ini, ada banyak pelajaran yang bisa dipetik, di antaranya masyarakat mendambakan moda transportasi umum yang murah, efisien aman dan nyaman, kemudian sudah seharusnya penyedia jasa transportasi mengadopsi teknologi termutakhir untuk bersaing di pasar bebas yang semakin modern.

Melihat konflik horizontal anta masyarakat membuat hati kita semuanya terenyuh, betapa berat persaingan pasar di masa industri teknologi ini. Antarsesama warga negara saling baku hantam demi sesuap nasi dan biaya hidup yang tidak lagi murah.

Menurut Thomas Hobbes manusia adalah makhluk homo homini lupus, yang artinya mempunyai sifat alami untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan bersifat tidak terbatas.

Oleh karena itu, sudah semestinya dibatasi oleh aturan yang disepakati bersama agar tidak terjadi konflik perebutan sumber daya.

Sesegera mungkin pihak-pihak terkait harus menemukan jalan untuk rekonsiliasi dan restorasi serta menjaga iklim persaingan pasar yang adil agar masyarakat bisa tetap merasakan pelayanan transportasi yang baik dan penyedia jasa serta pengemudi masih bisa terus mengais rezeki untuk kehidupan keluarganya.

Baca Juga:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *