Menu Tutup

Tradisi Unik Maulid di Berbagai Wilayah Indonesia

DatDut.Com – Pada prinsipnya perayaan maulid haruslah mengikuti rambu-rambu dari ulama.

Menurut Imam Suyuthi, asal perayaan Maulid Nabi Muhammad adalah perkumpulan (majelis), pembacaan Alquran dan kisah-kisah teladan, kemudian menghidangkan makanan yang dinikmati bersama, dan setelah itu pulang. Hanya itu yang dilakukan, tidak lebih. Semua itu termasuk bid’ah hasanah.

Orang yang melakukannya diberi pahala karena mengagungkan derajat Nabi dan menampakkan suka-cita dan kegembiraan atas kelahiran Nabi Muhammad yang mulia, seperti dikutip dari Al-Hawy li al-Fatawa (juz I, h. 189-197).

Terlepas dari masalah aturan itu, ternyata masing-masing daerah di Indoensia mempunyai cara tersendiri dalam rangka peringatan Maulid Nabi.

Tradisi-tradisi itu biasanya menyimpan makna-makna khusus yang tersembunyi di balik lambang atau simbol yang ditampilkan di dalamnya.

Mungkin saja, tradisi perayaan maulid dalam sebagian acara yang mirip festival atau pawai itu dahulunya merupakan metode penyampaian ajaran Islam para wali. Terkadang, kita sebagai generasi zaman instan ini, sulit memahami pesan-pesan moral dan luhur di balik festival tersebut.

Kini, agar lebih berbobot dan tidak meninggalkan inti dari peringatan maulid, banyak umat Islam yang melakukan tradisi-tradisi perayaan maulid dengan menambahkan kegiatan semisal pengajian, pembacaan kitab maulid dan sebagainya, sehingga pesan umum peringatan maulid, yaitu meningkatkan kecintaan dan mengingat perjuangan Nabi Muhammad Saw. bisa lebih mudah terserap.

Sementara itu, kata maulid dan maulud sendiri merupakan dua kata yang berkaitan dalam peringatan kelahiran Nabi. Dalam tata bahasa Arab, maulid merupakan ism zaman dan ism makan yang berarti hari atau waktu dan tempat kelahiran. Sedangkan maulud adalah bayi yang dilahirkan.

Dua kata ini nampaknya menjadi campur aduk penggunaannya dalam istilah kita. Makannya, kita lebih sering mendengar acara muludan/mauludun ketimbang maulidan. Unsur logat daerah juga mengubah kata maulud menjadi mulud.

Tetapi ini tidaklah mengapa, karena hari lahir dan si bayi kan juga berkaitan. Cuma saya heran, kok ada yang mempopulerkan istilah milad untuk ucapan selamat hari lahir atau lang tahun. Lha, milad itu kan ism alat? Yang ahli Bahasa Arab tolong diluruskan kalau saya salah. Hehehe.

Di setiap tradisi dan simbol yang dibawa, tersimpan pesan moral yang sarat makna. Namun, tulisan ini belum akan membahas makna dan pesan luhur di balik simbol-simbol tradisi maulid. Berikut ini contoh 5 tradisi unik perayaan maulid di beberapa daerah Indonesia:

1. Grebeg Maulud, Yogyakarta

Grebeg Maulud menjadi acara puncak dari serangkaian acara Sekaten, yang digelar untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad Saw. setiap tanggal 5 hingga tanggal 12 Maulud atau Rabiul Awal.

Acara ini ditandai dengan iring-iringan Gunungan yang diarak dari dalam Keraton menuju Masjid Gedhe untuk didoakan. Setelah itu gunungan tersebut diperebutkan oleh masyarakat yang hadir dalam rangka ngalap berkah.

Dalam arak-arakan ini ditampilkan pula parade prajurit Kraton Yogjakarta dalam pakaian dan formasi yang lengkap. Acara Sekaten dan Grebeg Maulud menjadi agenda tetap kota Yogjakarta yang sangat diminati baik oleh wisatawan lokal maupun mancanegara.

2. Panjang Jimat, Cirebon

Ritual tradisional Panjang Jimat rutin dan turun temurun dilaksanakan di Keraton Cirebon (Kanoman, Kasepuhan, Kacirebonan dan Kompleks makam Syekh Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati, pendiri kasultanan Cirebon) tiap malam 12 Rabiul Awal atau Maulud.

Sebutan Panjang Jimat sendiri berasal dari dua kata yaitu panjang yang artinya lestari dan jimat yang berarti pusaka. Jadi, Panjang Jimat berarti upaya untuk melestarikan pusaka paling berharga milik umat Islam selaku umat Nabi Muhammad Saw. yaitu dua kalimat syahadat.

Pada puncak malam 12 Rabiul Awal diadakan ritual seremonial Panjang Jimat dengan mengarak berbagai macam barang yang sarat akan makna filosofis. Antara lain ada orang yang mengarak nasi tujuh rupa atau nasi jimat dari Bangsal Jinem yang merupakan tempat sultan bertahta, dibawa ke masjid atau musala keraton.

3. Panjang Mulud, Serang

Panjang Mulud biasa diadakan oleh masyarakat Serang, Banten dalam rangka peringatan Maulid Nabi Saw. Ini adalah tradisi mengarak berbagai jenis makanan, sembako, pakaian, dan uang dalam kendaraan yang telah dihias dengan kertas hiasan berwarna-warni.

Konon, tradisi Panjang Mulud diwariskan sejak jaman Sultan Ageng Tirtayasa. Panjang Mulud sendiri merupakan tempat untuk mengangkut makanan yang dibagikan saat perayaan Maulid atau hari lahir Nabi Muhammad Saw. Seiring berjalannya waktu, bentuk Panjang Mulud kini juga mengikuti perkembangan budaya populer.

4. Pawai Endog-endogan, Banyuwangi

Sesuai namanya, pawai Endog-endogan tersebut dilakukan dengan mengarak telur hias yang dalam bahasa Jawa memang disebut endog. Telur-telur yang telah direbus dihias sedemikian rupa dan semenarik mungkin.

Umumnya ditusuk dengan kayu atau bambu lalu ditancapkan ke sepotong batang pisang. Batang pisang yang berhias bunga-bunga kertas dan telur warna-warni itu nantinya diarak untuk selanjutnya dibagikan atau diperebutkan.

Tradisi Endog-endogan merupakan tradisi masyarakat Banyuwangi yang telah berlangsung puluhan tahun. Tradisi Endog-endogan ini menunjukkan budaya gotong royong masyarakat dan sebagai bentuk kecintaan masyarakat Islam terhadap Nabi Muhammad Saw.

Ada sumber menyebutkan bahwa tradisi Endog-endogan diyakini merupakan peninggalan para ulama terkemuka yang menyebarkan Islam pertama kali di tanah Jawa yang dikenal dengan Wali Songo.

Salah seorang dari Wali Songo tersebut, Sunan Giri adalah putra Blambangan, yang merupakan cikal bakal Kabupaten Banyuwangi.

5. Zikir Berdiri dan Melompat, Aceh

Di Panton Ree, Kabupaten Aceh Barat, Nangroe Aceh Darussalam, ada tradisi doa dan zikir sambil duduk, berdiri serta melompat. Ini jadi pemandangan khas Maulid Nabi.

Masyarakat mengekspresikan kegembiraannya atas kelahiran Nabi Muhammad Saw dengan cara zikir berbeda-beda. Acara ini ditutup dengan menyajikan hidangan dengan berbagai menu yang disebut idang meulapeh.

Baca Juga:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *