Menu Tutup

Ini 5 Cara Muliakan Alquran Menurut Ulama

DatDut.Com – Masyarakat Muslim Indonesia sebelumnya pernah digegerkan soal sandal berlafal Allah sekitar bulan Oktober 2015 lalu. Produksi sandal berlafal Allah itu bertempat di Gresik, Jawa Timur. Pemilik PT Pradipta Perkasa Makmur meminta maaf pada umat Muslim se-Indonesia karena ketidaktahuaannya.

Pada (29/12/15), umat Muslim dihebohkan lagi dengan adanya terompet bersampul Alquran. Tentu hal ini menuai respons serius dari Kementrian Agama dan Majelis Ulama Indonesia. Sebetulnya bagaimana semestinya etika seorang Muslim dalam memuliakan Alquran? Berikut 5 cara muliakan Alquran menurut ulama:

1. Etika Menyentuh dan Membawa Alquran

Ulama menjelaskan larangan menyentuh Alquran bagi seorang Muslim yang tidak suci dalam berbagai kitab tafsir, syarah hadis, dan fikih. Imam Ibn Hiban dalam kitab shahih-nya meriwayatkan bahwa Nabi pernah mengirim surat pada penduduk Yaman.

Di antara isi surat tersebut adalah larangan memegang mushaf Alquran bagi orang yang dalam keadaan tidak suci, seperti orang yang tidak punya wudu, wanita haid, dan orang junub.

Imam as-Subki menyimpulkan dalam Kifayatul Akhyar bahwa orang yang menyentuh Alquran dalam keadaan tidak suci saja dilarang, apalagi membawanya. Menurut Imam Nawawi dalam at-Tibyan fi Adab Hamalatil Quran., tulisan Alquran yang terdapat dalam papan tulis sama seperti mushaf Alquran aslinya.

Sedikit atau pun banyak, untuk tujuan pengajaran atau pun lainnya, hukumnya tetap haram memegangnya. Nah, itulah sikap kehati-hatian ulama dalam memuliakan Alquran, dan lafal-lafal suci lainnya dalam Islam, seperti tulisan Allah dan Muhammad.

2. Etika Membaca Alquran

Membaca satu huruf Alquran dilipatkan gandakan menjadi 10 kali lipat (Baca: 5 Keutamaan Membaca dan Mengkhatamkan Alquran). Namun demikian, ada etika tertentu yang harus dipahami umat Islam dalam membaca Alquran.

Dalam mazhab Syafi’i, membaca Alquran bagi orang junub dan wanita haid itu hukumnya haram. Namun membaca Alquran tanpa menyentuh dan membawanya itu boleh bagi orang yang tidak memiliki wudu.

Menurut Imam as-Subki dalam Kifayatul Akhyar, larangan membaca Alquran bagi orang junub dan wanita haid merupakan pendapat masyhur di kalangan sahabat. Larangan ini dikecualikan dalam konteks berdoa.

Jadi ketika orang junub atau wanita haid membaca salah satu ayat Alquran dengan tujuan memohon perlindungan dari Allah, maka diperbolehkan. Selain itu, membaca bismillah, memakai minyak wangi, menghadap kiblat, gosok gigi, juga termasuk etika membaca Alquran (Baca: 5 Etika Membaca Alquran).  

3. Memuliakan Ahli Alquran

Memuliakan Alquran harus juga memuliakan para ahli Alquran, seperti para hafiz Alquran, pakar tafsir, pengajar Alquran, dan lain sebagainya. Rasulullah Saw. bersabda, “Orang yang terbaik di antara kalian itu mereka yang belajar Alquran dan mengajarkannya” (HR Ibnu Majah).

Rasulullah Saw. juga pernah memprioritaskan ahli Alquran yang mati syahid dalam perang Uhud untuk dikuburkan lebih dulu (HR Bukhari). Karenanya, menyakiti ahli Alquran yang benar-benar ikhlas megabdikan dirinya untuk Alquran sama saja menyakiti Allah dan Rasul-Nya. Demikian penjelasan Imam Nawawi dalam at-Tibyan fi Adab Hamalatil Quran.

4. Tidak Boleh Merobek Alquran

Muchlis Hanafi, Dewan Pakar Pusat Studi Alquran, mengutip pendapat Imam az-Zarkasyi dalam al-Burhan fi ‘Ulumil Quran. Merobek Alquran tidak dibenarkan dalam Islam, karena hal tersebut akan memotong-motong huruf Alquran tanpa aturan dan merusak tatanan kalimatnya.

Selain itu, menyelipkan robekan Alquran di tempat tertentu juga tidak diperbolehkan karena dikhawatirkan terjatuh dan terinjak-injak. Demikan Republika.co.id mengabarkan.

5. Cara Muliakan Alquran yang Rusak

Kepala Lajnah Pentashihan Mushaf Alquran (LPMA) Kementerian Agama, Muchlis Hanafi, mengutip beberapa pendapat ulama terkait cara menghormati Alquran yang sudah usang atau pun rusak.

Menurut Imam Ahmad bin Hanbal, memendam dan menguburkannya di dalam tanah merupakan cara memuliakan ayat-ayat Alquran yang sudah tercecer. Ini sama halnya dengan memuliakan jasad manusia yang telah wafat. Menurut penulis kitab Fathul Bari, Ibnu Hajar, hal tersebut dapat diatasi dengan cara mencucinya. Pada waktu itu, belum dikenal dunia percetakan seperti saat ini.

Sementara itu, Muchlis menyebutkan bahwa dalam kitab Tauhfatul Muhtaj, mazhab Syafi’i memilih membakar ceceran ayat Alquran, termasuk sampul dan jilidnya. Demikian laporan Republika.co.id.

 

Baca Juga:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *