Menu Tutup

Tere Liye Sindir Orang yang Sok-sokan Hormati Mereka yang Tidak Puasa

DatDut.Com – Berita mengenai seorang ibu yang warungnya terjaring Satpol PP di Kota Serang, langsung menjadi viral di medsos. Ibu berkerudung yang terlihat menangis saat dagangannya dirampas oleh Satpol PP, membuat bumbu lain dari berita ini.

Lalu, insan medsos ramai-ramai menghujat Satpol PP yang melaksanakan tugasnya itu. Apa yang dilakukan Satpol itu kemudian dikait-kaitkan secara brutal dengan “penghormatan terhadap orang yang tidak berpuasa”.  Bahkan, banyak yang menyebut-nyebut soal kualitas puasa orang yang minta dihormati oleh orang yang tidak berpuasa. Logika yang benar-benar aneh dan lompat terlalu jauh.

Inilah yang membuat Tere Liye, penulis novel terkenal ikut angkat pendapat dan menuliskan kegerahannya dengan orang-orang yang perlu diluruskan cara pandangnya itu. Berikut tulisan Tere Liye yang diberinya judul “Menghormati yang Tidak Berpuasa”:

12 tahun silam, saat saya baru lulus kuliah, saya sudah menemukan konsep baru yang sangat membingungkan ini: Orang-orang berpuasa diminta menghormati orang-orang yang tidak berpuasa. Maka, saat ramadhan datang, apa salahnya jika tempat-tempat hiburan tetap buka, rumah makan tetap beroperasi penuh, dsbgnya. Apa salahnya jika klub malam tetap beroperasi. Toh, mereka juga mencari makan, nafkah dari bisnis mereka.

Saya membaca tulisan itu di milist (jaman itu belum ada media sosial). Saya masih muda, masih tidak berpengalaman. Saat membaca tulisan tersebut, aduhai, isinya masuk akal sekali. Benar loh, kan kita berpuasa itu disuruh menahan diri, agar jadi lebih baik, masa’ kita akan tergoda saat melihat warung buka, masa’ kita akan tergoda saat melihat tempat hiburan ada di mana-mana? Full beroperasi. Kalau masih, berarti puasa kita nggak oke.

Itu logika yang masuk akal sekali. Tapi saya bersyukur, saya tidak pernah membiarkan “logika” sendirian saat menentukan prinsip-prinsip yang akan saya gigit. Saya selalu memberikan kesempatan mendengarkan pendapat lain.

Baik. Itu mungkin masuk akal, orang-orang berpuasa disuruh menghormati orang-orang tidak berpuasa, tapi di mana poinnya? Apakah orang-orang yang berpuasa mengganggu kemaslahatan hidup orang-orang tidak berpuasa? Apakah orang-orang berpuasa ini punya potensi merusak? Sehingga harus ada tulisan, himbauan, pernyataan:

“Kalian yang puasa, hormatilah orang yang tidak berpuasa.”

No way, man, itu logika yang bablas sekali. Saya tahu, ada banyak razia penuh kekerasan dilakukan kelompok tertentu atas tempat-tempat hiburan, warung-warung, dll. Tapi itu bukan cerminan kelompok besar muslim di negeri ini. Kelompok besarnya, bahkan tidak suka dengan cara-cara penuh kekerasan ini, pun tidak suka dengan kelompok ini.

Lantas siapa yang seharusnya menghormati?

Default dalam situasi ini adalah: ingatlah baik-baik, ramadhan itu sudah ribuan tahun usianya, 1.434 tahun tepatnya. Bahkan perintah shaum, itu hampir seusia manusia di bumi ini, agama-agama terdahulu juga memilikinya. Kalau itu sebuah tradisi, maka dia lebih tua dibanding tradisi apapun yang kalian kenal, silahkan sebut tradisinya, puasa lebih tua.

Maka, tidak pantas, manusia yang usianya paling rata-rata hanya 60 tahun, tiba-tiba mengkritisi puasa, memandangnya sebagai sesuatu yang artifisial, tidak penting, dsbgnya. Ramadhan adalah bulan paling penting dalam agama Islam, jelas sekali posisinya.

Sama dengan sebuah komplek, itu komplek sudah 1.434 tahun punya tradisi tidak boleh memelihara hewan peliharaan. Kemudian datanglah keluarga baru, membawa hewan yang berisik sekali setiap malam. Siapa yang disuruh menghormati? Wow, warga satu komplek yang disuruh menghormati keluarga dengan hewan berisik?

Demi alasan egaliter, HAM, kesetaraan, kebebasan, dan omong kosong lainnya. Kalian tahu, ketika orang-orang tidak punya argumen substantif dalam hidup ini, maka senjata mereka memang hanya itu: kebebasan.

Amunisi paling mudah saat melawan agama adalah: kebebasan. Hingga lupa, siapa sih yang over sekali menyikapi situasi ini?

Karena sejatinya, tidak ada pula yang menyuruh warung-warung full tutup, warung makan cukup diberikan tirai saat bulan Ramadhan, semua baik-baik saja. Itu lebih dari cukup. Lantas soal klub malam? Diskotik? Tempat menjual minuman keras?

Kalian punya 11 bulan untuk melakukannya, diminta libur sebulan, apa susahnya? 11 bulan orang lain menghormati kalian melakukannya, maka tiba giliran 1 bulan, apa susahnya mengalah? Tidak perlu sampai ribut, sampai berantem, sampai dirazia, cukup kesadaran diri saja. Tidak ada yang meminta kalian tutup 12 bulan.

Kusutnya masalah ini, kadang yang mengotot sekali justru sebenarnya beragam Islam. Orang-orang yang beragama lain, sudah otomatis menyesuaikan diri. Saya punya banyak teman-teman non Islam, saat mereka makan siang, mereka dengan sangat respek minta ijin, bisa menempatkan diri dengan baik.

Baca Juga: