Menu Tutup

Soal Harry Tanoe ke Pesantren, Contohlah Rasulullah dalam Hubungan dengan Non-Muslim

DatDut.Com – Kunjungan politik Harry Tanoe (HT) ke beberapa pesantren menyisakan polemik. Beberapa isu digunakan untuk mem-bully Ketua PBNU, Prof. Dr. K.H. Said Aqil Siradj.

Menurut mereka, kedatangan HT ke pesantren-pesantren NU adalah prakasa K.H. Said Aqil dalam rangka bentuk dukungannya terhadap HT. Hal itu diperparah dengan beredarnya foto menunjukkan para santri yang mencium tangan HT. Belum lagi penyambutan HT dengan lantunan thala’al badru.

Kalangan santri ada yang menjawab bahwa penyambutan tokoh-tokoh tertentu sudah biasa dilakukan dalam rangka menghormati tamu. Mencium tangan adalah dalam rangka menghormati orang yang lebih tua.

Sebenarnya, poin terbesar yang jadi sorotan adalah pada penyambutan dengan lantunan thala’al badru dan mencium tangan non-Muslim. Dua hal inilah yang harus dipertimbangkan lagi oleh kalangan santri akan kebolehannya.

Tapi sudahlah, tulisan kali ini tidak akan menambah deretan bantahan dan kritikan. Hanya ingin menyuguhkan riwayat bagaimana Rasulullah menunjukkan cara bergaul dengan orang-orang non muslim.

Setidaknya, dari sisi ini kita kembali mengerti bahwa Rasulullah mengajarkan untuk menghormati dan menghargai non-Muslim. Berikut ini 5 teladan dari rasulullah dalam bergaul dengan non-Muslim:

[nextpage title=”1. Menghormati Jenazah Yahudi”]

1. Menghormati Jenazah Yahudi

Dari Ibnu Abi Laila bahwa Qais bin Sa’ad dan Sahal bin Hunaif berada di Qadisiyah. Ada jenazah melewati keduanya, lalu mereka berdiri (menghormati).

Dikatakan kepada keduanya, “Ini adalah jenazah penduduk daerah ini (non-Muslim).” Keduanya berkata bahwa Rasulullah Saw. berdiri ketika ada jenazah melewati beliau. Lalu, dikatakan kepadanya, “Itu adalah (jenazah) orang Yahudi.” Rasululah menjawab, “Bukankah ia juga manusia?”(HR. Muslim)

Rasulullah Saw. masih menghargai sisi kemanusiaan si Yahudi. Hadis tersebut juga diriwayatkan Ibn al-Ja’d, Ibn Abi Syaibah, Ahmad bin Hambal, Bukhari, Nasa`i,  Abu Ya’la al-Musili, Ibn al-Mundzir, Thabrani, dan Baihaqi.

[nextpage title=”2. Membeli Kambing Milik Orang Musyrik”]

2. Membeli Kambing Milik Orang Musyrik

Meskipun kaum Muslimin di Madinah sudah menjadi kelompok terkuat dan mengatur pemerintahan, tetapi tidak lantas arogan dengan orang non muslim. Sebagaimana yang dilakukan Rasulullah ketika membeli kambing milik orang musyrik.

“Dari Adurrahman bin Abu Bakar ra berkata, “Kami bersama Nabi Saw. kemudian datang seorang lelaki musyrik yang berpostur sangat tinggi dengan membawa kambing yang digiringnya.

Maka Nabi Saw. berkata, “Apakah ini dijual atau diberikan?” Beliau bertanya, “Pemberian?” Lelaki itu berkata, “Tidak! Tapi ini dijual.” Lalu, Nabi membeli kambing itu darinya (HR. Bukhari, Ahmad, Bazzar).

Dalam riwayat lain dijelaskan bahwa saat itu Nabi bersama 130 orang sahabat. Mereka lapar dan butuh makanan. Lalu, datanglah lelaki musyrik itu. Ternyata, Nabi Muhammad Saw, membeli kambingnya dengan harga sesuai yang diminta si musyrik.

[nextpage title=”3. Menghargai Keyakinan Agama Lain”]

3. Menghargai Keyakinan Agama Lain

Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, Abu Daud dan Ibnu Hibban, dikisahkan bahwa suatu ketika seorang Yahudi sedang bertransaksi, lalu ia menolak harga yang ditawarkan dengan bersumpah, “Tidak, demi Tuhan yang memilih Musa atas semua manusia.”

Mendengar itu, seorang sahabat Anshar marah, lantas menampar wajah Yahudi seraya berkata, “Engkau bilang demi Tuhan yang memilih Musa atas seluruh manusia, sedangkan Rasulullah ada di antara kami?”

Mendapat perlakuan kasar, si Yahudi lalu melaporkan kejadian itu kepada rasulullah Saw. Lalu Rasulllah menanyakan sebab sahabat Anshar menampar si Yahudi. Setelah diceritakan kronologinya, Rasulullah justru sangat marah. Beliau lantas bersabda:

“Jangan kalian lebihkan satu nabi Allah yang satu dengan yang lain. Karena sungguh, kelak akan ditiup terompet lalu akan binasa segala makhluk di langit dan di bumi kecuali makhluk yang Allah kehendaki.

Lalu, ditiup terompet untuk kedua kalinya, kemudian akulah orang yang pertama kali dibangunkan. Ketika itu, ternyata Musa telah berpegangan dengan Arsy.

Maka, aku tidak tahu apakah sudah terhitung kematiannya di hari (permunajatannya) saat di Gunung Thur, ataukah ia dibangkitkan sebelum aku. Dan akut tidak mengatakan bahwa ada seorang yang lebih utama daripada Yunus bin Mata,” (HR. Bukhari).

[nextpage title=”4. Tidak Marah Meski Ditagih Hutang dengan Kasar”]

4. Tidak Marah Meski Ditagih Hutang dengan Kasar

Dalam Kisah lain diungkapkan oleh seorang Yahudi yang kemudian masuk Islam. Zaid bin Sa’nah. Hadis tentangnya diriwayatkan oleh Ibn Hibban, al-Hakim dan al-Baihaqi dari Abdullah bin Salam.

Zaid bin Sa’nah telah mengetahui semua tanda kenabian pada diri Nabi Muhammad Saw. Menurutnya tinggal 2 hal saja yang perlu ia ketahui, yaitu sikap bijak atas tindakan bodoh orang dan semakin bijak atas semakin bodohnya tindakan orang.

Pada suatu ketika seorang lelaki badui menemui Rasulullah. Ia melaporkan masuk Islamnya seluruh penduduk kampung karena iming-iming yang ia janjikan. Ia mengatakan pada mereka, kalau semua masuk Islam, maka Allah akan memberi rezeki berlimpah.

Namun, saat ini justru penduduk kampung itu sedang tertimpa kelaparan karena kemarau yang baru saja melanda. Ia khawatir kalau mereka akan murtad lagi karena hal itu. Rasulullah memandang Umar r.a. Tetapi Umar berkata, “Kita tidak punya apa-apa, ya Rasulullah.”

Zaid bin Sa’nah yang masih Yahudi lalu menawarkan bantuan hutang yang harus dikembalikan tepat waktu. Lelaki badui itu pulang ke kampungnya dengan membawa bantuan untuk penduduk.

Dua atau tiga hari menjelang waktu yang ditentukan, Zaid bin Sa’nah sudah datang menemui Nabi untuk menagih, padahal belum jatuh tempo.

Nabi baru saja selesai shalat jenazah bersama para sahabat.  Ada Abu Bakar as-Sidiq, Umar bin Khathab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib.

Dengan memperlihatkan wajah kasar, Zaid bin Sa’nah menghampiri dan langsung mencengkeram pakaian Nabi seraya berkata, “Hei Muhammad! Lunasi hutangmu! Tak kusangka, keturunan Muthalib adalah orang yang suka menunda membayar hutang!”

Melihat perlakuan yang keterlaluan itu, Umar bin Khathab naik pitam dan menghardik Zaid bin Sa’nah, “Hai musuh Allah! Berani kau berkata dan berbuat seperti kepada Rasulullah?! Demi Allah yang mengutusnya dengan kebenaran, kalau saja aku tak takut berbuat lancang, niscaya kupenggal lehermu dengan pedangku ini!”

Nabi Muhammad mencegah Umar dengan halus dan penuh kasih sayang. Beliau lalu meminta Umar untuk melunasi hutang kepada Zaid bin Sa’nah.

Selain itu, Nabi juga memerintahkan Umar untuk memberi tambahan karena sikap kasarnya terhadap Zaid bin Sa’nah sebagai orang yang dianggap telah menolong. Setelah itu Zaid bin Sa’nah masuk Islam karena upayanya untuk meneliti dua tanda terakhir telah terjawab.

[nextpage title=”5. Nasrani Numpang Beribadah di Masjid”]

5. Nasrani Numpang Beribadah di Masjid

Ibn Hisyam dalam as-Sirah an-Nabawiyah, Imam Baihaqi dalam Dala’il an-Nubuwah dan Ibn Katsir dalam al-Bidayah wa an-Nihayah meriwayatkan bahwa ketika rombongan tokoh-tokoh Kristen dari Najran datang ke madinah, mereka datang kepada Rasulullah dalam masjid setelah ashar.

Ketika telah tiba waktu mereka untuk sembahyang, mereka lalu berdiri untuk untuk melaksanakan ibadah. Mereka akan melakukan ibadah Kristen di dalam masjid.

Banyak orang hendak mencegahnya, namun Rasulullah Saw. malah bersabda, “Tinggalkanlah mereka.” Maka mereka menghadap timur lalu melaksanakan sembahyangnya.

Baca Juga: