Menu Tutup

Tak Perlu Melarang-Larang Ngomong Politik di Masjid Kalau Tak Punya Dalil

DatDut.Com – Belakangan tiba-tiba banyak orang yang merasa sok bijak. Umbar status dan twitan soal larangan bicara politik di masjid. Mereka biasa menyebutnya sebagai ngompol (ngomong politik).

Entah bagaimana ceritanya, tiba-tiba semua pembicaraan politik di masjid ditabukan oleh orang-orang ini. Yang mengecewakan, mereka tidak menyodorkan dalil atas larangan itu.

Nah, kalau tidak punya dalil, ya tak perlulah melarang-larang amaliah yang dilakukan oleh orang lain. Seperti ada aroma merasa paling suci dan paling baik dengan tidak ngomongin politik di masjid.

Padahal, apa salahnya ngomong politik di masjid. Kecuali ya ngomongin politik praktis yang hanya soal rakus memperebutkan kekuasaan, tanpa memperhatikan kemaslahatan umat.

Bukannya sejak zaman Nabi, zaman Khulafa Rasyidin, dan bahkan pada zaman-zaman keemasan Islam, masjid selalu jadi pusat peradaban. Semua bermula dari masjid dan dibicarakan di masjid, termasuk politik.

Apalagi politik yang berkaitan langsung dengan urusan hajat hidup umat Islam. Juga termasuk bila yang dihadapi adalah pemimpin non-Muslim nan zalim (seperti menggusur tanpa perikemanusiaan–versi Komnas HAM).

Zaman dulu pengajian kitab-kitab politik juga diajarkan di masjid. Pengangkatan dan pembaitan para khalifah juga dilakukan di masjid. Lalu, kenapa tiba-tiba ngomongin politik dilarang-larang di masjid?

Nah, rupanya ini seruan sekularisme gaya baru. Ini juga sepertinya linear dengan seruan tidak boleh mengajak Tuhan dalam berpolitik.

Bungkusan pesannya terlihat bijak, tapi kalau ini hanya dipakai untuk menyerang orang yang berbeda sikap atau afiliasi politik, tentu ini ketidakadilan. Apalagi kalau ini hanya dikatakan sebagai bagian dari perasaan merasa paling ngerti Islam, paling paham isi Alquran, atau paling dekat dengan tradisi kitab kuning.

Karena faktanya orang-orang yang ngomong seperti itu juga “memperdagangkan” agama untuk kepentingan politik, bahkan politik praktis.

Cukup mudah mencari berita tentang beristighasah atau khataman Alquran dalam konteks pilkada, pilpres, atau untuk kepentingan politik praktis.

Juga pesantren yang banyak dijadikan alat untuk meraup dukungan dalam konteks ini. Apakah itu juga tidak mengajak Tuhan dalam berpolitik?!

Saya jadi curiga sepertinya ada usaha dan agenda terstruktur melalui proyek-proyek yang didanai oleh asing yang dialirkan ke ormas atau lembaga-lembaga yang menggunakan bendera dan berlabel Islam.

Di sinilah umat Islam harus cerdas dan cermat melihat semua opini yang sengaja dihembuskan. Karena kalau tak cerdas dan tak cermat, akan jadi buih yang dihempas kesana-kemari  oleh opini orang-orang yang sebetulnya punya kepentingan yang tak selalu suci, meskipun ia bergelar kiai haji.

Memang ada riwayat yang disinyalir sebagai hadis bahwa orang yang berbicara masalah dunia di masjid, maka akan gugur amalnya selama empat puluh hari atau empat puluh tahun. Terkait riwayat ini, ada dua catatan saya.

Pertama, perlu kita cek bersama kualitas hadisnya. Penelurusan awal saya, menunjukkan bahwa “hadis” tersebut maudhu’. Kedua, bila pun hadis itu tidak maudhu, maka pemaknaan terhadap “kalam al-dunya” perlu didudukkan konteksnya.

Apakah pembicaraan terkait politik yang berkaitan dengan kemaslahatan kaum muslimin juga bisa dikategori kalam al-dunya ‘obrolan urusan duniawi’?

Kalau iya, yang dilakukan para sahabat dalam masalah perang dan perbincangan mengenai ghanimah yang sebagiannya dilakukan di masjid, juga semestinya masuk kalam al-dunya.

Tapi, saya tidak melihat demikian. Saya melihat apa pun pembicaraan yang ada kaitannya dengan kemaslahatan umat, bukan kalam al-dunya. 

Nyatanya kalau kita baca hadis juga, Nabi juga tak melulu menyampaikan hal-hal soal akhirat dalam khotbahnya.

Beliau bahkan selalu merespons perkembangan terkini yang terjadi pada zaman itu melalui khotbah. Hal yang sama juga dilakukan oleh para khulafa rasyidin.

Jadi, jangan gampang percaya dengan omongan dan opini siapa pun, meskipun ia bergelar kiai haji, doktor, atau profesor sekalipun. Karena belakangan banyak omongan mereka sudah terbeli.

Tak murni sebagai cerdik-pandai nan suci. Satu lagi, orang-orang seperti itu biasanya juga cuma keras terhadap umat Islam.

Kalau umat Islam ngomongin politik di masjid saja mereka hantam, eh kalau non-Musli ngomongin politik di tempat ibadahnya, mereka diam seperti tak punya mulut.

Mari cerdas dan cermat memperhatikan semua opini, termasuk opini ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *