DatDut.Com – Syekh Abdul Qadir Jailani dikenal sebagai seorang ahli fikih yang sangat dihormati di kalangan Sunni. Beliau juga dikenal sebagai wali dalam tradisi tasawuf dan taraket. Ulama kelahiran Persia dan berasal dari suku Kurdi ini mendapat penghormatan yang luar biasa dalam banyak pengikut tarekat di muka bumi ini.
Dengan nama besarnya itu ternyata tak banyak karya yang ditinggalkan oleh Syekh. Waktu yang banyak diisi dengan meengajar dan bertausiah membuat Syekh tidak cukup waktu untuk menulis dan mengarang. Bahkan, bisa jadi beliau tidak begitu tertarik di bidang ini.
Seperti diketahui bahwa pada tiap disiplin ilmu, karya-karya ulama Islam sudah tidak bisa dihitung lagi. Bahkan, sepertinya perpustakaan tidak butuh lagi diisi buku baru. Yang dibutuhkan masyarakat justru saran seorang yang bisa meluruskan bengkok dan membenahi kesalahan masyarakat saat itu.
Inilah yang memanggil suara hati Syekh. Ini pula yang menjelaskan pada kita mengapa tidak banyak karya yang ditulis Syekh. Memang ada banyak buku dan artikel yang dinisbahkan pada Syekh sebagai penulisnya. Namun, yang disepakati penisbahan sebagai karya syekh ada tiga: (1) al-Ghunyah; (2) al-Fath al-Rabbani; (3) Futuh al-Ghayb.
[nextpage title=”1. Al-Ghunyah”]
1. Al-Ghunyah
Al-Ghunyah yang berjudul lengkap al-Ghunyah li Thalibi Thariq al-Haqq mengingatkan kita dengan karya monumental al-Ghazali, Ihya’ ‘Ulum al-Din. Karya ini jelas sekali terpengaruh baik tema maupun gaya bahasanya dengan karya al-Ghazali itu. Ini terlihat dengan penggabungan fikih, akhlak, dan prinsip suluk.
Ia memulai dengan membincangkan aspek ibadah, dilanjutkan dengan etika Islam, etika doa, keistimewaan hari dan bulan tertentu. Ia kemudian membincangkan juga anjuran beribadah sunah, lalu etika seorang pelajar, tawakal, dan akhlak yang baik.
[nextpage title=”2. al-Fath al-Rabbani”]
2. al-Fath al-Rabbani
Judul lengkapnya Al-Fath al-Rabbani wa al-Faydh al-Rahmani merupakan bentuk tertulis (transkripsi) dari kumpulan tausiah yang pernah disampaikan Syekh. Tiap satu pertemuan menjadi satu tema. Semua pertemuan yang dibukukan ada 62 kali pertemuan. Pertemuan pertama pada 3 Syawal 545 H. Pertemuan terakhir pada hari Jumat, awal Rajab 546 H.
Jumlah halamannya mencapai 90 halaman. Format buku ini mirip dengan format pengajian Syekh dalam berbagai majelisnya. Sebagiannya bahkan berisi jawaban atas persoalan yang muncul pada forum pengajian itu.
[nextpage title=”3. Futuh al-Ghayb”]
3. Futuh al-Ghayb
Futuh al-Ghayb merupakan kompilasi dari 78 artikel yang ditulis Syekh berkaitan dengan suluk, akhlak, dan yang lain. Tema dan gaya bahasanya sama dengan al-Fath al-Rabbani. Keseluruhan halamannya mencapai 212 halaman.
Buku ini sendiri halaman sebetulnya hanya mencapai 129. Sisa halamannya diisi dengan himpunan senandung pujian yang dinisbahkan pada Syekh. Senandung-senandung itu banyak berisi penyimpangan, kesesatan, dan kemusyrikan.
Tidak diragukan lagi bila senandung-senandung itu bukan karya Syekh. Mengapa? Ibn Taymiyah saja memuji buku ini. Tokoh yang diberi gelar Syekh al-Islam tidak mungkin melakukan itu bila ia melihat senandung pujian itu. Inilah yang meyakinkan kita bahwa senandung-senandung itu sebanarnya tidak ada dalam naskah aslinya. Ini seperti dikemukan Said ibn Musfir al-Qahthani dalam al-Syekh ‘Abd al-Qadir al-Jaylani.