Menu Tutup

Surat Terbuka untuk Pak Kiai yang Sepertinya Ingin Memonopoli Tafsir atas Al-Maidah 51

DatDut.Com – Kemarin ada beberapa media yang menurunkan berita soal pendapat seorang kiai dalam suatu forum halaqah kaum muda salah satu ormas Islam. Ia menyampaikan pendapatnya ihwal masalah yang lagi banyak diperbincangkan banyak orang, terutama terkait penafsiran QS Al-Maidah 51.

Saat membaca berita itu, saya kaget dan terperanjat, karena saya merasa seolah ada penggiringan opini untuk mendukung salah satu calon. Tentu bila perasaan saya itu benar, agak menyedihkan juga. Makanya, saya lalu membuat surat terbuka yang di akun Facebook, saya beri judul “Surat Singkat untuk Pak Kiai”. Berikut surat saya itu:

Maaf, Pak Kiai. Saya lancang menulis surat di ruang terbuka seperti ini. Hal ini karena saya cukup terganggu dengan berita dari beberapa media online yang jadi tim hore salah satu calon.

Pada berita media online yang di-share oleh teman-teman FB saya yang latah dan tak paham bahwa ada media online yang menjadi “pelacur” karena keluar dari watak asli media sebagai penyebar informasi secara bertanggung jawab, tertulis dengan jelas judul:

“Ucapan Keras Rais Syuriah PBNU Ini Bungkam Aa Gym dan Arifin Ilham yang Sok Tahu Tafsir Almaidah 51”

Pak Kiai, saya terus terang saja kaget membaca judul berita itu, meskipun saya tidak tahu apakah itu cuma pinter-pinternya wartawan/pemilik media, atau memang Pak Kiai dalam acara itu memang benar-benar menyampaikan sesuatu yang sesuai dengan judul itu.

Tapi yang membuat saya lebih terperanjat adalah saat membaca pikiran-pikiran Pak Kiai yang tertuang di media-media itu, seperti paragraf ini:

“Misalnya, Ayat 51 Surat Al Maidah, kata dia, merujuk tafsir terdahulu. Yang dimaksud dalam ayat itu bukan untuk pemimpin, seperti gubernur, melainkan karena konteks saat itu yang sedang dalam kondisi perang.”

Mengenai penjelasan Pak Kiai yang ditulis oleh media, berikut beberapa pertanyaan saya untuk Pak Kiai. Pertama, di media-media tak disebutkan apa yang Pak Kiai maksud sebagai tafsir terdahulu itu. Bila benar mengatakan itu, itu berarti Pak Kiai sedang memonopoli wawasan tafsir terkait ayat itu. Pak Kiai pasti tahu ada ulama tafsir yang punya pandangan selain dengan yang Pak Kiai sebutkan, tetapi Pak Kiai tak ungkap itu. Apalagi Raghib Ashfihani dalam Mu’jam Mufradat Alfaz Alquran, h. 570 (di versi kitab yg saya punya), juga memberi makna تولى الأمر ‘memberi mandat kekuasaan’. Menurut saya, kalau mau fair dan adil dalam masalah ini, Pak Kiai juga perlu menyebutkan pendapat yang berbeda dengan pandangan Pak Kiai. Bukankah adil dalam hal-hal seperti ini, kata Alquran, lebih dekat dengan ketakwaan.

Kedua, berdasarkan berita media itu, Pak Kiai menyebut konteks ayat itu dalam kondisi perang. Mohon informasi lebih lanjut dari Pak Kiai, tafsir mana yang membatasi ayat tersebut hanya dalam konteks perang dan tak berlaku dalam hal lain, termasuk soal memilih pemimpin. Jadi, kita bisa paham, ada landasan yang kuat dari Pak Kiai ketika menyampaikan hal itu, sehingga kami-kami yang muda-muda ini tak berpikir ada apa-apanya di balik pernyataan Pak Kiai itu. Apalagi di Tafsir Thabari menyebutkan beberapa asbab nuzul ayat ini (klik untuk membaca penjelasan mengenai asbab nuzul dari Thabari). 

Ketiga, saya sudah mencoba mencari-cari biografi dan riwayat pendidikan Pak Kiai, tapi agak sulit menemukannya. Mungkin lain kali, Pak Kiai bisa meminta asisten Pak Kiai untuk mengupload biografi atau CV Pak Kiai ke internet, agar umat mudah mengecek apakah latar belakang keilmuan Pak Kiai sudah sesuai atau belum dengan topik yang Pak Kiai komentari.

Kalau yang berkomentar mengenai tafsir orang seperti Pak Quraish, mungkin orang akan mudah menerima (meskipun pasti juga ada pro-kontra), karena beliau memang pakar tafsir.

Nah, sekali lagi, kalau Pak Kiai memang berlatar belakang tafsir, umat insya Allah akan bisa memahami meski tak menjamin pendapat Pak Kiai diterima oleh seluruh umat. Masalahnya kalau Pak Kiai tidak berlatar belakang keilmuan tafsir, ini yang jadi soal. Bukankah Alquran juga mewanti-wanti “wa la taqfu ma laysa laka bihi ilmun”.

Saya menyampaikan ini karena saya juga kesulitan melacak artikel atau buku yang Pak Kiai tulis. Saya yakin hal itu karena Pak Kiai amat tawadu sehingga tak mudah menemukan karya-karya tertulis buahh pena Pak Kiai.

O iya, terakhir, saya juga kaget bukan kepalang ketika membaca kutipan langsung dari Pak Kiai yang dimuat oleh media-media itu. Berikut ini kutipannya:

“Saya setelah melihat utuh videonya. Beliau (Ahok) tidak mempunyai niat untuk melecehkan, karena secara logika tidak mungkin orang yang sedang mencalonkan kemudian melecehkan. Jadi, tidak masuk akal kalau itu berniat melecehkan,” katanya.

Saya jadi kaget, Pak Kiai tiba-tiba beralih status dari ahli tafsir Alquran yang adiluhung menjadi ahli tafsir ucapan Ahok yang merendahkan derajat kekiaian Pak Kiai.

Pak Kiai seperti paham betul hatinya Ahok. Nah, ini yang juga membuat kami berpikir, ada apa di balik pernyataan Pak Kiai. Apakah kedekatan tertentu dengan Ahok, yang membuat Pak Kiai paham benar tentang hatinya Ahok. Sepertinya soal ini hanya Pak Kiai, Ahok, dan Allah yang tahu.

Mungkin ini yang bisa saya tuliskan untuk Pak Kiai. Tentu ini hanya sekadar coretan sederhana dan surat biasa, yang mungkin bisa Pak Kiai baca selepas tahajud nanti malam. Siapa tahu Pak Kiai bisa mempertimbangkan pemahaman terkait QS Almaidah 51 itu dengan pendekatan yang lebih adil sesuai kaidah ilmu tafsir, sehingga umat tidak lalu menyimpulkan seolah-olah Pak Kiai memberi karpet merah pada cagub non-Muslim dan berusaha membelenggu cagub Muslim. Semoga tidak demikian.

Takzim saya,

~ Moch. Syarif Hidayatullah

Catatan tambahan: Pak Kiai tak perlu balas surat ini. Karena surat ini juga saya tujukan pada kiai-kiai lain yang punya pandangan seperti Pak Kiai. Tapi kalau Pak Kiai hendak membalas, boleh juga.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *