Menu Tutup

Sulam al-Munajah, Kitab Tipis tentang Tauhid dan Salat Karya Syekh Nawawi Banten

DatDut.Com – Kitab Sulam al-Munajah Syarh Safinah ash-Shalah adalah salah satu kitab dasar yang dijadikan bahan atau materi belajar membaca kitab di sebagian pesantren. Kitab ini tipis, hanya 28 halaman atau 14 lembar saja. Karena itulah sangat cocok untuk pemula yang belajar membaca kitab kuning gundulan alias tanpa harakat.

Cetakan versi lama yang hingga saat ini masih dipertahankan, kitab Sulam al-Munajah selalu disertai matan asli yang disyarah (dikomentari). Matan asli tersebut adalah Safinah ash-Shalah karya Sayyid Abdullah bin Umar bin Yahya al-Hadrami (1209-1265 H).

Sebenarnya yang sering dijadikan bahan belajar membaca dengan sistem sorogan adalah kitab matan asli ini. sebab memang materinya simpel dan relatif sedikit.

Membahas kedua kitab dalam satu paket tersebut cukup menarik.  Dalam versi cetakan untuk sorogan santri ada juga yang berupa kitab berharakat dan bermakna, namun khusus memuat matan Safinah ash-shalah saja. Kali ini kita bahas yang versi gundulan. Beberapa hal menarik dan penting tentang Sulam al-Munajah dan Safinah ash-Shalah antara lain seperti dalam ulasan berikut ini.

1. Matan Ringkas, Penjelasan Luas

Inilah salah satu keistimewaan Syekh Nawawi Banten dalam menguraikan kitab Safinah ash-Shalah. Dari materi yang ringkas dipaparkannya sangat luas sehingga memberi berbagai wawasan bagi yang mau menguaknya.

Dalam kajian sorogan, tentu santri pemula sangat fokus pada materi matan yang ada di pinggir atau bagian bawah halaman. Sehingga tugas gurulah untuk memancing semangat santri dengan sedikit mengutip keterangan dari bagian tengah atau syarah.

Materi kitab Safinah ash-Shalah memang hanya seputar pembahasan tauhid dan ibadah salat, seperti namanya yang bermakna Perahu Salat.

Tapi dalam berbagai hal, oleh Imam Nawawi pembahasan tersebut dibuat mendalam dan luas sehingga Sulam al-Munajah memiliki bobot lumayan untuk disampaikan pada pemula. Contoh sebagian materi berbobot adalah seperti berikut ini dalam poin selanjutnya.

[nextpage title=”2. Dilengkapi Tabel Penting”]

2. Dilengkapi Tabel Penting

Syekh Nawawi juga mempermudah pembaca untuk memahami beberapa hal penting dengan melampirkan tabel. Tabel yang beliau buat dalam Sulam al-Munajah yaitu tabel tentang 4 Khulafa ar-Rasyidin.

Tabel ini memuat keterangan tentang masa pemerintahan, pusat pemerintahan, umur, sebab wafat, hari, bulan dan tahun wafat menurut Hijriyah, serta tempat makamnya. Berada di halaman kedua saat mengomentari pembukaan, tabel ini terbilang mencolok dan menarik pembaca.

Ada juga tabel syarat dan rukun serta perkara yang membatalkan shalat. Dilengkapi pula dengan gambar cara menentukan kiblat.

[nextpage title=”3. Penegasan Batas Akal dalam Memikirkan Tuhan”]

3. Penegasan Batas Akal dalam Memikirkan Tuhan

Dalam matan Safinah ash-Shalah, Sayyid Abdullah al-Hadrami cukup ringkas mengungkapkan makna syahadat. Dengan ungkapan yang ringkas tersebut, mengandung makna yang mendalam dan dijelaskan oleh Syekh Nawawi.

Dalam menjelaskan makna syahadat, khususnya tentang sifat Allah, Sayyid Abdullah berkata, “ … dan bahwasanya Allah Swt tiada membutuhkan kepada yang lain, bahkan selain Allah sangat membutuhkan kepada-Nya. Memiliki segala sifat kesempurnaan dan suci dari segala sifat kekurangan, juga dari segala yang terlintas dalam pikiran manusia tentang diri-Nya.

Memperluas keterangan ungkapan juga dari segala yang terlintas dalam pikiran manusia tentang diri-Nya, Syekh Nawawi menerangkan:

“Hendaknya orang berakal mengetahui bahwa apapun yang dilontarkan Setan ke dalam persangkaannya tentang hakikat Zat Allah, maka itu masih tergolong alam/selain Allah. Dan Allah Swt bukan tergolong dari Alam.”

Selanjutanya, “Ketidaktahuan kita terhadap hakikat dzat Allah bukan berarti meniadakan adanya Allah, sebab adanya Allah telah tetap dengan pertanda kekuasaan-Nya. Pertanda tersebut yaitu berjalannya kekuasaan-Nya dalam mengadakan dan meniadakan makhluk, menghidupkan dan mematikan, menyempitkan dan melapangkan rezeki. Allah juga tak mewajibkan kita untuk mengerti hakikat dzat-Nya karena kita lemah. Sehingga tidak ada yang mengerti dzat-Nya Allah Swt selain diri-Nya sendiri.”

[nextpage title=”4. Hukum Sarang Burung dan Anak Lebah”]

4. Hukum Sarang Burung dan Anak Lebah

Keterangan ini dicantumkan oleh Syekh Nawawi saat menjelaskan tentang macam-macam najis. Keterangan seperti ini tergolong menarik dan unik bagi pelajar pemula. Tentang sarang burung, di halaman 7 beliau menjelaskan begini

Sarang sebagian burung yang dibuat dari busa air laut yang ia kumpulkan (dalam mulutnya) adalah suci, sebab ia keluar dari mulut bukan dari temboloknya.

Keterangan ini bisa diterapkan untuk permasalahan sarang burung walet yang terbuat dari air liurnya. Sebab memang air liur walet diproduksi dari kelenjar ludah dalam mulut/paruhnya. Meskipun ungkapan beliau soal sarang dari busa air laut tak terjadi pada burung walet.

Selain itu, soal anak lebah juga dibahas di halaman yang sama. Sebagian masyarakat muslim memang ada yang gemar makan anak lebah. Nah, tentang anak lebah, Syekh Nawawi menjelaskan:

Apa yang terdapat di sarang/tempat madu adalah anak lebah. Yang pada awalnya berupa telur lebah, lalu menjadi ulat yang bernyawa, kemudian mati (menjadi kepompong-pen) lalu menjadi lebah yang mampu terbang. Maka anak lebah tersebut pada tahap pertama (berupa telur) adalah halal, sedangkan pada proses selanjutnya adalah haram, sebagaimana ditetapkan oleh sebagian ulama.

Demikian beberapa cuplikan dan sisi menarik dari kitab Safinah ash-Shalah karya Sayyid Abdullah bin Umar bin Yahya al-Hadrami, dan syarahnya, kitab Sulam al-Munajah karya Syekh Nawawi Banten. Tentu masih banyak hal yang belum termuat dalam tulisan singkat ini. semoga bermanfaat.

Baca Juga:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *