Menu Tutup

Sosok Gus Ishom dalam Pandangan Syafiq Hasyim

DatDut.Com – Syafiq Hasyim, Wakil Ketua LPTNU (Lembaga Perguruan Tinggi Nahdlatul Ulama) turut berkomentar soal sosok Gus Ishom yang beberapa hari ini menghebohkan pemberitaan.

Banyak yang menentang tindakannya menjadi saksi yang meringankan pihak terdakwa penistaan agama, ada pula yang mendukung dan memahami.

Profil Gus Ishom pun banyak dicari orang, baik dari yang pro lebih-lebih yang kontra. Di tengah ramainya pemberitaan tersebut, salah satu pengurus LPTNU-PBNU yang juga alumni Fakultas Ushluddin, Jurusan Aqidah dan Filsafat, IAIN Syarif Hidatullah Jakarta ini menuliskan komentar dan pengalaman tentang profil Kiai Ahmad Ishomuddin.

Tulisan yang lumayan panjang itu diunggah di akun Facebook miliknya dalam dua bagian. Bagi Anda yang ingin lebih tahu profil Gus Ishom yang baru saja diberhentikan dari posisinya sebagai Wakil Ketua Komisi Fatwa MUI ini, tulisan Dr. Syafiq Hasyim berikut layak dibaca.

Kiai Ishomuddin

Oleh DR. Syafiq Hasyim

Dalam 4 hari terakhir ini, dunia sosmed dipenuhi berita-berita soal sahabat saya, Kyai Ahmad Ishomuddin. Tanpa terpengaruh oleh berita tersebut, saya akan menulis sedikit pengetahuan saya tentangnya.

Terus terang, saya tidak mengenalnya sebagaimana saya mengenal ulama-ulama lain di dalam tubuh NU sebelum tahun 2015. Mungkin karena saya kurang update. Akhir 2014/awal 2015 saya balik ke Indonesia dari studi saya di Berlin dan hadir di Munas Ulama untuk persiapan Muktamar 2015 di Jombang. Saya hadir pada sesi pembahasan yang berkaitan dengan hukum Islam (bahtsul masa’il) dan rapat itu dipimpin oleh seorang muda, sepantar saya, berkacamata tak terlalu tebal, menyandang slendang sorban, dan nampak gesit memimpin dan memoderatori sidang para ulama yang terhimpun dalam Forum Bahtsul Masa’il. Meskipun sebagai aktivis lama di NU, saya penasaran, mengapa saya tidak kenal ulama muda ini. Mungkin karena saya 5 tahun lebih meskipun jadi Rais Syuriah PCINU Jerman, saya tidak mengamati dinamika internal NU. Maka saya tanya ke samping kiri dan kanan, siapa pemimpin sidang? Sebelah saya menjawab, Kyai Ahmad Ishomuddin. Penasaran saya, “siapa dia dan dari mana?” Dia ulama muda dari Lampung. Cukup jawaban itu karena saya sebenarnya lebih cukup cara dia memimpin, mengutip makhad aqwal ulama, merujuk dalil Qur;an dan hadis dan kitab-kitab rujukan di lingkungan NU.

Kesan pertama saya adalah dia pasti nyantrinya lama dan tekun membaca kitab. Dia bisa hafal makhad yang panjang-panjang. Hafal Qur’an dan hadis banyak kita jumpai, namun hafal makhad sebuah kitab, jarang orang terpelajar dan santri yang menghafalnya. Meskipun saya terkesan, saya tidak berkenalan langsung pada saat itu. Dalam hal ini, saya terkena kebiasaan lama, malu berkenalan dengan tokoh baru. Biar dia yang kenal saya.

Tapi ternyata saatnya tiba. Kita berdua sama-sama diundang oleh STAIMAFA Kajen untuk membedah fiqih sosialnya Allah Yarhamhu Kyai Sahal. Di sinilah kemudian kita berkenalan lebih akrab, nginep di hotel yang sama, dan cari makan keluar sama-sama. Dalam acara bedah pemikiran Kyai Sahal, kyai Ishom bercerita soal kealiman dan kedalaman pemikiran kyai Sahal, sulit mencari tandingannya. Dia bukan santri langsung kyai Sahal namun dia berusaha membaca semua karya-karya kyai Sahal yang berbahasa Arab. Keahliannya dalam bidang fiqih dan usul fiqih menyebabkannya mudah untuk menghubungkan garis pemikiran kyai Sahal dan mainstream pemikiran fiqih dan ushul fiqih para pemikiran besar Islam.

Dari pertemuan di STAIMAFA inilah kemudian saya dan kyai Ishom bertukar pemikiran secara intensif. Jika ada masalah yang menurutnya saya tahu dan ahli maka dia telpon dan mengajak diskusi. Saya pun demikian.

Sekian dulu, nanti saya lanjutkan dengan catatan berikutnya.

Kyai Ishomuddin (2)

Bagi yang tidak mengenal tradisi NU, maka jabatan Rais Syuriah yang disandang oleh Kyai Ishomuddin itu dianggap sama dengan jabatan-jabatan di organisasi-organisasi keagamaan lainnya. Tidak. Jabatan Rais di Syuriah ini adalah jabatan keulamaan dan keahlian. Untuk menjadi Syuriah membutuhkan kualifikasi-kualifikasi yang harus dipenuhi dan tidak mungkin orang yang tidak bisa berbahasa Arab dengan baik, tidak mendalami hasanah kitab kuning—di dalam kitab kuning ini adalah kitab tafsir, hadis, fiqih, usuhul fiqih, tasawuf dlsb—bisa diminta menjadi Syuriah. Syuriah adalah penjaga dan penggali hukum Islam di dalam lingkungan organisasi NU. Hal yang paling penting, sepanjang pengetahuan saya, jabatan ini tidak diminta.

Kyai Ishomuddin diangkat menjadi Syuriah, menurut cerita dia ke saya, adalah sejak zaman Rais ‘Aam Syuriah dijabat oleh almaghfurlah Kyai Sahal Mahfudz. Kyai Sahal adalah kyai yang dikenal sangat disegani karena kealimannya yang mendalam, ibarat samudera tanpa dasar, karena hemat dan irit bicara, dan karena asketismenya. Beliau, kyai Sahal, sangat menjaga pergaulannya terutama dengan para politisi. Dia adalah tipe kyai yangpaling ideal sebagai Rais Syuriah setelah Rais Akbar Hadratus Syaikh Hasyim Asy’ari dan Kyai Wahab Chasbullah. Pada zaman Kyai Sahal inilah dia diajak untuk duduk menjadi Salah Rais Syuriah. Karenanya, jika ada orang yang meragukan kapasitas keilmuan kyai Ishomuddin, layaknya orang tersebut tidak memahami lembaga Syuriah di dalam NU.

Kyai Ishomuddin sudah terbiasa dengan memimpin rapat-rapat besar di dalam NU dari tingkat MUNAS sampai Muktamar. Dia adalah salah satu kunci sukses adanya perubahan sistem pemiliihan jabatan Rais Aam yang dulunya langsung dipilih oleh cabang-cabang menjadi dipilih oleh ahlul halli wa al-aqdi. Dalam Muktamar Jombang, kyai Ishomuddin juga memimpin siding besar dan saya teringat begitu riuhnya sidang pada saat itu karena kontroversi ide ahlul halli wal aqdi. Kubu almaghfurlah kyai Hasyim menolak konsep ini, sementara PBNU menganjurkan konsep ini. Akhirnya, muktamirin memutuskan pilihan jabatan Rais Aam melalui ahlul halli wal aqdi. Dalam sistem ini, muktamirin memilih 9 ulama kharismatis, dan merekalah yang rapat untuk menentukan siapa yang menjadi Rais Aam. Sidang itu, sebagaimana umum tahu, menghendaki Kyai Mustofa Bisri sebagai Rais Aam, namun beliau tidak tidak bersedia, lalu Kyai Maimun Zubair, beliau juga bersedia, baru jatuh pilihan ke kyai Ma’ruf dan beliau menyatakan sedia. Sebagai Rais Syuriah kyai Ishom terlibat dalam proses-proses penting organisasi seperti ini.

Di lingkungan UIN Raden Intan Lampung, kyai Ishom juga sangat dihormati baik oleh Rektor maupun oleh Dekan Fakultas Syariah. Beberapa bulan lalu saya diundang ke UIN Raden Intan Lampung dan saya menyaksikan sendiri kyai ini memang mendapat tempat tersendiri di kalangan mereka. Meskipun pendidikannya baru S2, namun keahlian dalam bidangnya, lebih banyak diperolehnya dari dunai pesantren. Jika ada orang mengatakan keahliannya diragukan karena hanya berpendidikan S2, maka berapa ratus kyai yang harus diragukan keahliannya karena rata-rata mereka bahkan tidak pernah kuliah apalagi mendapat S2. Mereka mendapatkan keahlian di dunia pesantren dan kehebatan mereka tidak diragukan lagi. Saya mahu bertanya adakah lulusan S2 dalam negeri kita yang mengarang kitab dalam bahasa Arab? Yang adalah lulusan pesantren. Ini tidak bermaksud merendahkan mutu lulusan S2, namun soal keahlian dalam bidang agama, tidak melulu dihasilkan oleh pendidikan formal.

Baca Juga:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *