Menu Tutup

Sejak Kapan Ada Rukun Khotbah itu Harus Kalem dan Adem-ayem?

DatDut.Com – Efek dari kasus penistaan agama ini memang besar. Etnis tertentu kian berani melakukan tindakan rasisme. Ada juga orang-orang yang selama ini sembunyi-sembunyi melecehkan dan merendahkan agama, kini berani melecehkan agama lain dengan terbuka.

Bahkan, gugatan terhadap doktrin agama pun kian gencar dilakukan oleh sekelompok orang yang mendukung terdakwa penista.

Hingga hal-hal yang tak ada urusannya pun ikut digugat dan dicampuri. Tentu saja bila hal-hal dapat berpotensi mengalahkan si terdakwa penista baik dalam proses hukum maupun di Pilkada.

Salah satu yang kerap digugat dan dilecehkan oleh para pendukung terdakwa penista adalah materi khotbah Jumat. Mereka sepertinya menginginkan agar isi khotbah tidak menyinggung Pilkada dan tidak menyerang si terdakwa penista. Mereka maunya khotbah yang adem-ayem dan apolitis.

Pertanyaannya, sejak kapan ada rukun khotbah itu harus adem-ayem? Di mana-mana khotbah itu harus sesuai konteks dan situasinya. Masa iya khotbah Idul Fitri malah bicara soal Maulid Nabi?!  Atau, khotbahnya tentang kematian, lalu disampaikan dengan marah-marah.

Kepada orang-orang yang seperti itu terutama yang beragama Islam, saya biasanya hanya mengatakan, “Tolonglah jangan jadi agen orang lain untuk melemahkan kekuatan agama sendiri!” Khotbah sejak dulu menjadi sarana pengajaran dan media penyampaian ajaran Islam. Tanpa ada khotbah Jumat, tentu ajaran Islam sulit disampaikan, apalagi di era seperti ini, di mana informasi dimonopoli oleh media.

Saya bisa mengatakan begitu karena disertasi saya tentang khotbah. Beberapa penelitian saya juga tentang khotbah Jumat. Alhamdulillah saya tidak hanya tahu soal syarat-rukun khotbah, tetapi sejarah khotbah dan pelaksanaannya dari sejak zaman Rasulullah hingga kini, termasuk era kontemporer.

Salah satu doa khotbah yang saya temukan dan tak pernah ketinggalan disampaikan oleh para khatib dalam situasi tertentu:

 اللهم انصر الإسلام والمسلمين وأهلك الكفرة والمبتدعة والمشركين ودمر أعدائك أعداء الدين وأعل كلمتك إلى يوم الدين اَللّهُمَّ انْصُرْ مِنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ الْمُسْلِمِيْنَ اَللَّهُمَّ أَهْلِكَ الْيَهُوْدَ وَالنَّصَارَى وَالْكَفَرَةَ وَالْمُشْرِكِيْنَ

 “Ya Allah, bantu Islam dan kaum Muslimin. Hancurkan orang-orang kafir, ahli bidah, dan kaum musyrikin. Hancurkan musuh-musuhmu, musuh-musuh agama. Tinggikan agama hingga Hari Pembalasan. Ya Allah, bantu orang yang membantu agama-Mu. Hinakan orang yang menghinakan kaum Muslimin. Ya Allah, hancurkan orang Yahudi, Nasrani, orang kafir, dan orang musyrik.”

Tidak hanya doa itu, tapi ada juga khotbah yang bergenre jihad dan itu sudah ada sejak zaman Rasulullah, para sahabat, dan era keemasan Islam. Bahkan dalam satu riwayat, Nabi bahkan terlihat berkhotbah dengan mata memerah karena marah.

Lalu, tiba-tiba gara-gara pengen membela terdakwa penista, semua khotbah diharuskan adem-ayem?! Baca sejarah lagi. Atau, kalau mau adil, khotbah di tempat ibadah agama lain juga perlu dipantau dan diawasi.

Kalau di masjid tak boleh bicara politik, di tempat ibadah agama lain juga tidak boleh. Kalau di masjid tak boleh dipakai untuk menyatakan dukungan pada pilihan umat Islam, di tempat ibadah lain juga harus diperlakukan yang sama.

Jangan khotbah di masjid harus ini-itu, tapi di tempat ibadah agama lain boleh bebas sebebas-bebasnya. Ini jelas ketidakadilan. Dan, umat Islam sudah terlalu lama bersabar atas ketidakadilan yang dirasakannya selama ini.

Kepada mereka yang beragama Islam, tapi seperti fobia terhadap ajaran Islam, camkan ini! Menjadi Islam tapi fobia kepada Islam adalah cermin kedangkalan wawasan dan akidah.

Semoga setelah membaca tulisan ini, Anda tak perlu capek-capek mengurusi materi khotbah. Yang perlu Anda lakukan adalah Anda perdalam ilmu agama Islam Anda dan perteguh akidah Anda, agar tidak terombang-ambing oleh gempuran propaganda musuh-musuh Islam yang sekarang sudah terang-terangan menunjukkan batang hidungnya.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *