Menu Tutup

Ini 5 Fakta tentang Pesantren Langitan sebagai Salah Satu Pesantren Tertua

DatDut.Com – Pesantren ini sering menjadi perhatian. Selain namanya yang unik, pesantren ini juga kerap dikunjungi para pejabat. Ketika Gus Dur menjadi presiden, pesantren ini juga di antara yang sering disebut-sebut. Baru-baru ini yang menghebohkan netizen adalah larangan merokok yang diterapkan di pesantren ini. Padahal, sebagian kalangan pesantren tradisional (salaf) seperti menganggap rokok sebagai sesuatu yang sulit dihilangkan.

Berdiri sejak 1852 M, Pesantren Langitan termasuk jajaran pesantren tertua di Indonesia. Perannya mencetak ulama-ulama besar Nusantara tidak diragukan lagi. Sebagai pesantren tua yang hingga kini masih eksis, Pesantren Langitan sangat layak untuk menjadi referensi Anda memondokkan anak.

Berdiri di lokasi seluas 7 ha, pesantren ini kini dihuni sekitar 5500 santri. Berlokasi di kecamatan Widang, Pesantren Langitan hanya terpaut 400 meter dari pusat kecamatan dan 30 KM selatan pusat kota Kabupaten Tuban. Posisinya strategis karena berdekatan dengan berbagai angkutan umum, baik bus maupun kereta api.

Pesantren yang didirikan oleh K.H. Muhammad Nur pada tahun 1852 ini baru saja berganti kepmeimpinan. Pengasuhnya, K.H. Abdullah Faqih, wafat pada hari Rabu 29 Februari 2012 dalam usia 80 tahun. Kepemimpinan pesantren kini diamanahkan kepada putranya, K.H. Ubaidillah Faqih (Gus Ubed).

Mengenal lebih dalam pesantren tersebut, berikut 5 fakta terkait Pesantren Langitan yang layak Anda ketahui:

[nextpage title=”1. Asal Mula Nama”]

1. Asal Mula Nama

Nama unik “Langitan” punya sejarah tersendiri. Bukan bermakna bangsa langit seperti sangkaan sebagian orang. Ini berdasarkan sejarah yang dikuatkan oleh cap yang tertera pada kitab Fathul Mu’in tulisan tangan K.H. Ahmad Sholeh.

Dulu ketika pesantren ini berdiri, di daerah Widang terdapat dua papan nama yang dalam bahasa Jawa-nya disebut Plang. Ada plang barat (kulon) dan plang timur (wetan). Pesantren didirikan di plang wetan. Kemudian pengucapan plang wetan (papan sebelah timur) menjadi Plangitan. Kata inilah yang tertera dalam cap di kitab tulisan tangan tersebut. Akhirnya kata plangitan menjadi Langitan.

[nextpage title=”2. Langitan dan al-Muqtashida”]

2. Langitan dan al-Muqtashida

Al-Muqtashida, grup pelantun salawat yang dibintangi vokalis Ahmad Khoirul Yani, Abdul Mu’id, dan Ahmad Hadi Nur Rofiq ini, pernah mendongkarak popularitas Pondok Pesantren Langitan di tahun 2000-an.

Sejak munculnya album pertama “Wulidal Musyarof”, meskipun pihak pesantren saat itu belum memberi payung hukum untuk al-Muqtashida, Pesantren Langitan kian dikenal masyarakat. Setelah itu, menyusul beberapa album yang terus membuat Pesantren Langitan kian terkenal.

Seiringh kian terkenalnya al-Muqtashida, akhirnya pihak pengurus dan pengasuh pesantren memberi aturan khusus terkait grup ini. Pesantren menjadikan al-Muqtashida sebagai jam’iyyah atau organisasi wadah pengembangan bakat melantunkan salawat. Personilnya pun berganti-ganti tiap angkatan.

Menurut Majalah Langitan yang pernah saya baca, pengasuh dan pengurus khawatir bahwa ketenaran Ahmad Khoirul Yani dkk. justru mengganggu aktivitas nyantri mereka, padahal saat itu ketenaran mereka terlanjur sudah di puncaknya. Akhirnya pesantren memberikan aturan khusus untuk para pelantun salawat tersebut.

Fenomena al-Muqtashida merupakan kebangkitan musik religi salawat ala pesantren di Indonesia. Semenjak kemunculannya, banyak grup lain yang terbentuk karena terinspirasi dari Langitan. Kebangkitan ini menyusul ketenaran musik religi bercorak salawat yang diusung Hadad Alwi dan Sulis dengan album Cinta Rasul-nya.

Terlepas dari lika-liku dan beberapa masalah terkait hubungan al-Muqtashida generasi pertama dengan pesantren, tidak bisa dipungkiri bahwa Ahmad Khoirul Yani dkk. telah membuat nama Pesantren Langitan lebih dikenal masyarakat.

[nextpage title=”3. Sistem Madrasiyah dan Ma’hadiyah”]

3. Sistem Madrasiyah dan Ma’hadiyah

Sistem pendidikan di Pesantren Langitan menggunakan dua metode, yaitu klasikal (madrasiyah) dan non klasikal (ma’hadiyah). Seperti umumnya pesantren salaf, pendidikan ma’hadiyah menggunakan metode wethonan atau bandongan (kiai mengaji santri mendengar dan memaknai) dan sorogan (santri mengaji kiai atau guru mengoreksi dan mengomentari).

Sementara itu, sistem madrasiyah diterapkan dengan mendirikan tiga lembaga pendidikan: Al-Falahiyyah, al-Mujibiyyah, dan ar-Raudhoh. Ketiganya dalam satu naungan Yayasan Pesantren Langitan. Kesemuanya terdiri dari madrasah dengan tingkatan MI, MTs dan MA. Kecuali Lembaga Pendidikan al-Falahiyyah yang menyediakan jenjang RA/TPQ.

Sebagaimana umumnya madrasah di pesantren, di madrasah tersebut juga menerapkan aturan wajib hafalan dan kegiatan hafalan bersama. Kitab atau nazaman yang dihafal mulai kitab Alala hingga Qawaidul Fiqhiyyah.

[nextpage title=”4. Ulama Terkenal Lulusan Langitan”]

4. Ulama Terkenal Lulusan Langitan

Sebagai pesantren yang telah berumur lebih dari satu setengah abad, Pesantren Langitan telah mencetak banyak lulusan yang menjadi ulama besar di Indonesia. Antara lain K.H. Kholil Bangkalan yang mondok di Langitan saat berusia 30 tahun.

K.H. Hasyim Asy’ari, pendiri NU, juga pernah mondok di Langitan dalam rangkaian pengembaraannya dari pesantren ke pesantren. Kemudian K.H. R. Syamsul Arifin, ayahanda K.H. R. As’ad Syamsul Arifin juga pernah mondok di Langitan setelah mondok di Pesantren Sidogiri.

[nextpage title=”5. Kawasan Tanpa Rokok”]

5. Kawasan Tanpa Rokok

Satu hal yang istimewa tentang Pesantren Langitan selain jam’iyyah salawatnya adalah penerapan larangan merokok. Sudah masyhur, di pesantren salaf biasanya banyak santri yang perokok berat. Tetapi di Langitan hal itu sudah ditiadakan.

Begitu memasuki kawasan pesantren, di gerbang masuk telah terpampang sambutan bertuliskan “Selamat Datang di Pondok Pesantren Langitan. Anda Masuk Kawasan Tanpa Rokok”. Di bagian dalam pesantren juga terpampang tulisan “Anda berada di Kawasan Tanpa Rokok”.

Awalnya, penerapan larangan merokok itu dilakukan bertahap dengan mengizinkan santri berumur 17 tahun. Lalu ditingkatkan minimal umur 20 tahun boleh merokok. Kemudian menjadi 25 tahun, dan akhirnya dilarang sama sekali.

Bukan hanya santri, tetapi aturan itu juga dicontohkan oleh jajaran masayikh/pengasuh dengan tidak merokok. Pelaksanaan aturan ini pun diawasi oleh para pengasuh. Jadi, jangan khawatir lagi anak tertular kecanduan merokok karena masuk pondok.

Baca Juga:

2 Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *