Menu Tutup

Ini 5 Pesantren Tertua di Luar Jawa yang Berperan Penting dalam Penyebaran Islam

DatDut.Com – Tidak bisa dipungkiri lagi, pesantren sebagai lembaga pendidikan tertua di Indonesia telah memberi sumbangsih yang sangat besar terhadap bangsa ini. Tak hanya menjadi benteng akidah dan moral, pesantren dalam sejarahnya juga pernah menjadi tempat penggemblengan dan benteng pertahanan perjuangan kemerdekaan. Banyak di antara pejuang dan pahlawan yang berlatar belakang santri.

Pesantren telah ada sejak sebelum negara ini ada. Buktinya pesantren-pesantren ada yang telah berumur lebih dari 1 abad. Di pulau Jawa pesantren tua banyak bertebaran dari ujung barat hingga ujung timur. Namun tak hanya di Jawa, daerah dan pulau luar Jawa pun ternyata juga terdapat pesantren yang tergolong tua. Ingin tahu di mana saja pesantren tertua luar Jawa? Berikut ini 5 antaranya.

[nextpage title=”1. Pondok Pesantren Musthafawiyah, Purbabaru, Sumatera Utara”]

1. Pondok Pesantren Musthafawiyah, Purbabaru, Sumatera Utara

Ponpes Musthafawiyah yang dikenal dengan nama Pesantren Purbabaru didirikan pada tahun 1912 M. oleh Syekh Musthafa bin Husein bin Umar Nasution Al-Mandaily. Lokasinya di jalan lintas Medan-Padang, di desa Purbabaru, Mandailing Natal, Sumatera Utara.

Syekh Musthafa Husein Nasution atau Muhammad Yatim lahir di desa Tano Bato pada tahun 1303/1886. Awalnya ia berguru kepada Syekh Abdul Hamid Hutapungkut Julu selama kurang lebih tiga tahun.

Selanjutnya ia memperdalam ilmu agama kepada ulama di Masjidil Haram, Mekah. Guru-gurunya antara lain: Syekh Abdul Qodir al-Mandily, Syekh Ahmad Sumbawa, Syekh Sholeh Bafadlil, Syekh Ali Maliki, Syekh Umar Bajuned, Syekh Ahmad Khothib Sambas dan Syekh Abdur Rahman.

Sekembalinya ke tanah air ia mendirikan pesantren tersebut. Kegigihannya memperjuangakan ajaran Islam diabadaikan oleh K.H. Sirajuddin Abbas dalam buku Keagungan Mazhab Syafi’i, sebagai salah satu tokoh yang berpengaruh dalam penyebaran mazhab Syafi’i di Indonesia.

Keunikan pesantren  yang kini santrinya berjumlah sekitar 10.000 orang ini adalah pada banyaknya bangunan pondok, gotakan, atau gubuk santri. Mereka diajarkan kemandirian dengan membangun sendiri tempat tinggalnya. Pondok-pondok santri yang sebagian berupa rumah panggung itu menjadi pemandangan unik di sepanjang jalan lintas Sumatera.

[nextpage title=”2. Pondok Pesantren Nazhatut Thullab, Prajjan, Sampang”]

2. Pondok Pesantren Nazhatut Thullab, Prajjan, Sampang

Pesantren ini berlokasi di Desa Prajjan, Kecamatan Camplong, Kabupaten Sampang, Madura, Jawa Timur. Cikal bakal pesantren ini telah dirintis sejak pembukaan kawasan Prajjan oleh  Kiai Abdul ‘Allam pada tahun 1702.

Awalnya pendidikan dan dakwah Islam di Prajjan hanya menempat di sebuah langgar atau mushala. Baru pada sekitar tahun 1932, di generasi ketujuh, langgar itu menjadi Pesantren bernama Nazhatut Thullab atas prakarsa K.H. Syabrawi bin K. Alimuddin, Kiai Bahri bin K.H. Syabrawi, K.H. Muhammad Zaini bin K.H. Syabrawi, K.H. Fata Yasin.

Sejak periode ini, Pesantren Nazhatut Thullab terus berbenah dan meningkatkan sistem pendidikan. Hingga kini, pesantren yang berusia tiga abad ini telah memiliki beberapa lembaga pendidikan baik yang berbentuk madrasah diniyah maupun pendidikan umum hingga tingkat perguruan tinggi.

[nextpage title=”3. Pondok Pesantren Darussalam, Martapura, Kalimantan Selatan”]

3. Pondok Pesantren Darussalam, Martapura, Kalimantan Selatan

Pondok Pesantren Darussalam berlokasi di Jl. K.H. M. Kasyful Anwar, Pasayangan, Martapura, Kabupaten banjar, Kalimantan Selatan. K.H. Jamaluddin adalah pendiri sekaligus pengasuh pertama pesantren ini pada tahun 1914 M. Sebagai pesantren tertua di kawasan Kalimantan, Pesantren Darussalam telah melahirkan banyak ulama dan tokoh agama yang tersebar di kawasan Kalimantan, khususnya Kalimantan Selatan.

Sebagaimana umumnya pesantren tradisional, awal-awal berdirinya pesantren ini menggunakan sistem pangajaran halaqah, murid duduk bersimpuh mengelilingi guru yang menerangkan materi keagamaan. Pada masa kepemimpinan yang ketiga, K.H. Kasyful Anwar yang menggantikan K.H. Hasan Ahmad banyak melakukan perubahan.

Beliau memperkenalkan sistem klasikal atau madrasah dengan tingkatan kelas berjenjang. Masing tingkatan Madrasah, baik Tahdiriyah, Ibtidaiyah, maupun Tsanawiyah dibuat ditempuh dalam 3 tahun. Bahkan, pelajaran umum juga dimasukkan daam kurikulum madrasah tersebut. Pesantren yang kini dipimpin oleh K.H. Khalilurrahman (sejak 2008) ini juga telah memiliki Perguruan Tinggi.

[nextpage title=”4. Pondok Pesantren As’adiyah, Wajo, Sulawesi Selatan”]

4. Pondok Pesantren As’adiyah, Wajo, Sulawesi Selatan

Dirintis sejak 1928 berbentuk majlis pengajian, Pesantren As’adiyah menjadi salah satu pesantren tertua di pulau Sulawesi, khususnya Sulawesi Selatan. Sejak Mei 1930, diresmikan oleh pendirinya, K.H. M. As’ad dengan nama Madrasatul Arabiatul Islami (MAI).

Sepeninggal K.H. M. As’ad pada tahun 1952, kepemimpinan beralih kepada K.H. Daud Ismail yang merupakan santri angkatan pertama K.H. M. As’ad dan K.H. Abdul Rahman Ambo Dalle. Sejak saat itu, MAI diubah namanya menjadi Madrasah As’adiyah.

Pesantren ini cukup luas jaringan alumni dan cabangnya. Seperti dilansir dalam situs resmi as’adiyahpusat.com, Pesantren As’adiyah telah memiiki 500 cabang yang tersebar di Kalimantan, Sumatera, Sulawesi Tengah, NTT hingga papua. Jenjang pendidikan yang dimiliki juga telah tersedia hingga perguruan tinggi berupa STAI As’adiyah.

Selain itu, Pesantren As’adiyah juga mengadakan pembinaan tahfidz Alquran. Bahkan setiap momen bulan Ramadhan, Pesantren ini punya program menyebar imam-imam tarawih permitaan para ta’mir masjid.

Salah satu keunikan dan merupakan hal langka dari pesantren ini adalah adanya halaqah pengajian setelah magrib yang disampaikan dengan bahasa Bugis, seperti ngaji bandongan ala pesantren Jawa.

[nextpage title=”5. Pondok Pesantren Mamba’ul Ulum, Jembrana, Bali”]

5. Pondok Pesantren Mamba’ul Ulum, Jembrana, Bali

Bali ternyata tidak melulu tentang wisata, pura, dan kesenian. Ada banyak komunitas muslim, bahkan ada pesantren juga. Salah satu di antaranya adalah P.P. Mambaul Ulum yang berlokasi di Jl. Gunung Agung 135, Loloan Timur, Negara, Kab. Jembrana, Bali.

Di kawasan Lolohan Timur yang mayoritas muslim ini, berbeda dari masyarakat muslim Bali lainnya. Di Lolohan Timur, umat Islam dengan mudah mendirikan tempat ibadah. Sebagaimana sudah maklum bahwa umumnya di Bali mendirikan bangunan rumah ibadah seperti mushola, masjid, atau pondok pesantren tidaklah mudah.

Di Loloan Timur bahkan terdapat beberapa pesantren, salah satunya Pondok Pesantren Manba’ul Ulum yang tergolong pesantren tertua di Bali. Didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan yang berasal dari Semarang pada tahun 1935. Pernah memiliki santri hingga ribuan jumlahnya.

Pada tahun 1976 terjadi gempa yang meruntuhkan semua bangunan pondok. Karena peristiwa itu jumlah santri tinggal beberapa belas orang. Hal itu disusul dengan wafatanya K.H. Ahmad Dahlan. Kemudian tampuk pimpinan pondok diteruskan menantunya, H. Muhammad Zakihar, yang juga suami dari Hj. Nyai Hajar. Putri tertua dari istri kedua K.H. Ahmad Dahlan.

Saat ini Pesantren Mamba’ul Ulum terus berbenah dan telah memiliki neberapa lembaga pendidikan berupa MTs, MA, Tahfidz Alquran dan Play Group. Pernah memiliki ribuan santri, lalu tinggal belasan santri, kini Pesantren Mambaul Ulum memiliki 100 santri dengan 20 pengajar, yang 30 persen di antaranya menetap di pesantren dan sisanya adalah masyarakat sekitar.

Baca Juga:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *