DatDut.Com – Sepertinya setiap tahun selalu saja muncul pemberitaan tentang aliran sesat di Indonesia. Seperti tidak ada habisnya. Mulai yang muncul di daerah kota hingga pedesaan. Mulai dari yang pengikutnya ribuan hingga yang cuma segelintir orang.
Paling akhir dan terheboh adalah Dimas Kanjeng Taat Pribadi, yang punya padepokan di Probolinggo Jawa Timur. Bahkan yang mengejutkan, ada profesor lulusan Amerika yang dikenal sebagai akademisi dan politisi tingkat nasional, ikut menjadi pengikutnya. Sebelumnya ada Aa Gatot Brajamusti yang punya padepokan di Sukabumi, dan ternyata banyak artis dan publik figur yang jadi pengikutnya.
Apa yang dianggap sebagai aliran sesat, sebetulnya aliran-aliran sempalan dari ajaran agama-agama besar. Aliran-aliran ini biasanya kalau tidak menyimpangkan ajaran agama tertentu, menggabungkan ajaran satu agama dengan agama lain, atau membuat versi ajaran yang betul-betul baru.
Menyedihkannya, selalu saja ada orang yang tertipu ikut-ikutan masuk ke dalam aliran itu. Entah karena ketidaktahuan atau bisa juga karena ada motif lain. Nah, berangkat dari berbagai kasus aliran sesat yang terungkap ke ruang publik, berikut beberapa penyebab mengapa banyak orang tertipu ikut ke dalam aliran sesat:
1. Minimnya Pengetahuan Agama
Alasan ini ternyata paling banyak ditemukan. Logikanya, bila dia mempunyai pengetahuan agama yang baik, dia tidak akan terjebak atau tertipu ikut aliran sesat. Bahkan, tokoh sentral di aliran sesat itu pun tak jarang juga yang tak punya pengetahuan agama yang memadai.
2. Teralienasi dari Lingkungan
Hidup yang berat sering kali membuat orang mencari apa yang bisa membuatnya lepas dari tekanan dan problema hidup. Nah, bila salah ketemu orang yang menawarkan ketenangan dari berbagai macam masalah dalam hidup itu, tak jarang justru mengantarkannya masuk ke aliran sesat.
Mengapa dia bisa salah ketemu orang? Ini karena dia teralienasi dari lingkungan. Teralienasi, maksudnya, dia terasingkan atau mengasingkan diri dari lingkungannya, karena kesibukan atau pekerjaannya. Nyaris dia tidak bertemu dengan orang-orang di lingkungan yang mungkin lebih tahu kondisinya. Jadinya ia hanya menerima informasi dari orang baru yang dia sendiri sebetulnya belum kenal.
3. Ketidakpedulian Tokoh Agama
Belakangan tokoh agama juga banyak yang tak terlalu peduli dengan apa yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Mereka sibuk mengejar ambisinya sendiri dan seperti terlepas dari akarnya di masyarakat. Apalagi bila mereka aktif di partai politik, kepercayaan masyarakat juga semakin berkurang kepada mereka, lantaran mereka berbicara bukan lagi atas nama agama, tapi atas nama kepentingan partainya.
Tentu saja ini tidak berarti ingin ulama sama sekali jauh dari politik. Ini lebih sebagai bagian untuk mengingatkan mereka agar lebih menyadari tugas utama mereka. Karena faktanya ketika aktif di partai politik, mereka justru larut dengar hingar-bingar perpolitikan dan lupa melakukan pembinaan pada umat. Fakta inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh orang-orang yang membuat aliran sesat dalam merekrut anggota baru.
4. Minimnya Teladan
Ini merupakan lanjutan dari poin 3. Karena tokoh agamanya tidak peduli, maka akan sulit menemukan orang yang bisa dijadikan teladan. Pada titik ini, tokoh agama hanya menjadi orang yang tahu ilmu agama, bukan orang yang bisa dijadikan teladan dalam beragama. Padahal, teladan dalam beragama ini merupakan model pembinaan umat yang paling baik. Nah, bila masyarakat kemudian beralih ke sesuatu yang lain, termasuk ke dunia maya, ini lebih karena mereka ingin mencari sendiri pengetahuan agama dari sumber-sumber lain. Bila salah mengambil, bisa berbahaya.
5. Mencari Sesuatu yang Baru
Sudah kodratnya bahwa manusia selalu mencari sesuatu yang baru. Ia selalu tidak puas dengan yang itu-itu saja. Ia mencari sesuatu yang tidak ada pada dirinya. Biasanya yang dekat dengan tradisi agama tradisional, justru mencari sesuatu yang lebih modern. Begitupun sebaliknya. Biasanya yang hidup dengan kemoderan, justru mencari sesuatu yang klasik. Begitupun sebaliknya. Biasanya yang dekat dengan hal-hal yang logis dan rasional, maka akan mencari sesuatu yang tak terjangkau rasio dan logikanya.
Ketika hal ini sedang berkecamuk di dalam diri seseorang, maka siapa yang bisa memberinya hal baru yang dicarinya, tentu akan disambutnya dengan suka-cita. Nah, bila yang ditemui orang atau kelompok yang salah, maka dia bisa terperosok masuk ke dalam aliran sesat. Jika sudah begitu, maka akan sulit dia akan keluar lagi bila dia merasa apa yang dicarinya dalam hidup ini sudah ditemukannya, tak peduli orang menyebutnya sesat atau apa.