Menu Tutup

Renungkan Ayat-ayat Ini sebelum Memilih Bagi-bagi Zakat Mengundang Fakir Miskin

DatDut.Com – Fenomena pembagian zakat secara langsung dengan mendatangkan para mustahik (penerima zakat) hingga harus antri dan menimbulkan berbagai insiden ternyata tetap terulang. Baru-baru ini, insiden berdesakan karena antri zakat kembali terjadi. Kali ini kejadian di Desa Banjar Sari, Kecamatan Sumberasih, Probolinggo Jawa Timur pada Rabu sore.

Belasan warga dari ribuan yang hadir pingsan. Mereka antri dan berdesakan menanti pembagian zakat sebesar Rp. 50 ribu dari perusahaan air minum mineral Alamo, seperti dilansir Birojember.com, 24/06/16.

Sebelumnya, tragedi zakat Pasuruan tahun 2008, di mana 21 orang meninggal, satu kritis dan 12 pingsan merupakan tonggak peristiwa yang menjadi peringatan banyak pihak, utamanya para orang kaya. Peristiwa ini sampai diabadikan di Wikipedia Indonesia.

Seolah tidak mempertimbangkan dan tak berkaca pada tragedi yang lalu, acara pembagian zakat secara langsung dan mendatangkan para mustahik tetap dilakukan beberapa kalangan orang kaya. Dengan berbagai antisipasi dan melibatkan petugas keamanan, memang tak ada lagi pemberitaan tragedi zakat hingga tewas. Namun fenomena antrian kaum dhuafa, ibu-ibu yang memaksakan diri menggendong bayinya, orang jompo yang turut mengais haknya, nampak sungguh menyedihkan.

Kepada golongan kaya dan sedang berencana membagi zakat secara langsung dengan cara mengundang kaum miskin, sebaiknya renungkan lagi niat mulia anda dengan mempertimbangkan hal-hal berikut ini:

[nextpage title=”1. Muzaki atau Mustahikkah yang Butuh?”]

1. Muzaki atau Mustahikkah yang Butuh?

Zakat mal atau harta adalah kewajiban bagi para pemilik harta zakawi yang telah mencapai 1 nishab dan haul atau bertahan satu tahun. Untuk perdagangan, setelah satu tahun, maka diperhitungkan seluruh harta yang ada (modal, barang yang ada, dan harta yang dihutang). Bila mencapai 1 nishab (seharga 77,58 Gr emas), maka wajib dizakati.

Pada dasarnya, zakat adalah kewajiban muzaki. Pihak wajib zakatlah yang butuh pembersihan, penyucian, dan doa dari para mustahik zakat. Hal ini yang sering terlupakan oleh orang-orang kaya. Dianggapnya zakat adalah media untuk meningkatkan citra diri sebagai orang dermawan dan pemurah. Padahal hakikatnya, harta yang diberikan memang hak penerima zakat.

Melaksanakan zakat seharusnya tak ubahnya menunaikan salat lima waktu. Tanpa perlu pengakuan dan tanpa perlu sanjungan sebagai muslim taat dan saleh, karena memang sudah kewajiban bahkan kebutuhan. Melaksanakan zakat juga seharusnya menjadi kebutuhan para orang kaya sebagai media pembersihan diri dan harta. Tak perlu pengakuan dan pujian orang banyak bahwa dia adalah sosok dermawan, merakyat, peduli dan sebagainya.

Sebagaimana firman Allah Swt. “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka. Dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui,” (QS At-Taubah [9]: 103).

[nextpage title=”2. Mempermalukan Mustahik, Pahala Bisa Musnah”]

2. Mempermalukan Mustahik, Pahala Bisa Musnah

Dalam Alquran, Allah Swt. menyeru agar orang beriman menghindari musnahnya pahala sedekah disebabkan al-mann dan al-adzaa.

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan Dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian.” (QS Al-Baqarah [2]:264).

Abu al-Hassan Ali bin Muhammad al-Khazin dalam Tafsir al-Khazin, 1/295, menafsirkan kata al-adza (menyakiti) pada ayat 263, sebelum ayat di atas, dengan “memberikan sedekah kepada orang fakir lantas mengungkit-ungkit, menghinanya dengan perkataan, atau merendahkan dan menyakiti perasaan dengan tindakan.

Hakikatnya, menunaikan kewajiban zakat dengan mengundang para mustahik lalu membuat mereka agar antri layaknya pengemis adalah perbuatan yang merendahkan martabat sesama muslim. Sangat miris ketika melihat kenyataan bahwa kaum dhuafa yang disuruh antri dan berdesakan, kepanasan, bahkan pingsan hanya demi memperoleh uang Rp.100.000 atau paket sembako. Orang kaya macam begini tampaknya puas dan lega melihat saudaranya seagama menunjukkan wajah besyukur setelah mendapat uang darinya.

[nextpage title=”3. Antarkan kepada Mustahik”]

3. Antarkan kepada Mustahik

Sebagai perbandingan, akikah atau sembelihan atas kelahiran anak merupakan sedekah yang sangat disunahkan. Mendekati wajib. Dijelaskan dalam I’anah ath-Thalibin, 2/336 bahwa yang paling utama dalam berakikah adalah mengantarkan daging yang telah dimasak kepada orang-orang fakir. Ini lebih utama ketimbang mendatangkan mereka untuk hadir dan makan hidangan akikah.

Demikian ini karena ada penjelasan dari Aisyah r.a. bahwa mengantarkan akikah adalah sunah. Demikian juga halnya keterangan pembagian daging kurban. Yang utama adalah dibagikan dengan cara diantar kepada yang berhak.

Dengan mengantarkan zakat, sedekah atau sumbangan langsung kepada fakir miskin akan lebih memuliakan martabat mereka. Menjaga hati orang yang berzakat dari riya atau pamer dan gila pujian dan pandangan hormat.

Telisik kembali niatan dalam hati Anda, benarkah pilihan untuk melaksanakan zakat dengan mengundang para mustahiq itu murni niatan menunaikan kewajiban ataukah ada kepentingan lain? Adakah rasa puas ketika Anda melihat orang-orang miskin menghaturkan terimakasih dan tampak puas mendapat selembar uang ratusan ribu setelah kepayahan antri.

Hati-hati, setan itu amat culas menyelusup dalam hati. Dan ingat, Anda hanyalah melaksanakan kewajiban yang jika ditinggalkan Anda berdosa. Pandanglah mereka para orang miskin sebagai orang-orang yang menagih hutang Anda kepada mereka. Jadi, berikanlah hak dengan menghormati pemilik hak itu. Sekian.

 

Baca Juga: