Menu Tutup

Mereka Sepakat Menolak Salafi: Setahun Muktamar Chechnya

DatDut.Com – “Ahlussunnah wal Jama’ah adalah mereka yang menganut Asya’irah dan Maturidiyah dalam berakidah, menganut empat mazhab dalam fikih, serta ahli tasawuf yang murni –ilmu dan akhlak— dan para ulama yang meniti jalannya.”

Kalimat di atas adalah petikan hasil muktamar ahlussunnah wal jama’ah yang diselenggarakan di Grozny, ibu kota Republik Chechnya pada 25-27 Agustus 2017.

Salah satu poin penting yang tercatat di dalamnya adalah pernyataan bahwa mazhab akidah yang diasas oleh Imam Abu al-Hasan al-Asy’ari (Asy’ariyah) dan Imam Abu Mansur al-Maturidi (Maturidiyah) sebagai mazhab akidah ahlussunnah waljama’ah.

Disebutkan pula dalam golongan ini adalah para pengamal tasawuf atau sufi dan pastinya juga para pengikut ahli fiqih yang 4 yakni Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i dan imam Ahmad bin Hanbal.

Pernyataan ini seolah sebagai sebuah negasi atau pengingkaran terhadap tuduhan yang dilayangkan sebagian golongan umat Islam yang menyatakan bahwa Asy’ariyah dan Maturidiyah adalah paham akidah yang sesat.

Hal itu dapat dimaknai pula sebagai sebuah respon tegas dari para ulama ahlussunnah waljama’ah terhadap Salafisme atau ajaran Wahabi, yang kerap menuding umat Islam di luar golongan mereka sebagai golongan yang menyimpang dari kaidah keislaman yang lurus.

Jika merunut lini waktu, tepatnya pada 9 Nopember 2004 (27 Ramadhan 1425 H) kita akan menemukan sebuah perhelatan internasional yang diselenggarakan di Amman, ibu kota Yordania.

Perhelatan itu menghadirkan 552 ulama dari berbagai negara, termasuk Dr. Alwi Syihab, Dr. Maftuh Basyuni (Menteri Agama saat itu), Dr. Tuty Alawiyah (Pengasuh al-Syafiiyah), K.H. Hasyim Muzadi dan Prof. Din. Syamsuddin. Pada pertemuan itu dihasilkan sebuah risalah yang kemudian dikenal dengan sebutan Risalah Amman.

Di antara butir risalah yang dimaksudkan untuk mempersatukan umat Islam itu adalah pendefinisian tentang siapa saja yang masih melekat pada dirinya identitas keislaman.

Mereka itu adalah para pengikut mazhab yang 4 (Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hanbali), mazhab Ja’fari, mazhab Zaidiyah, mazhab Ibadiy dan mazhab Dhahiri.

Mereka adalah muslim, tidak dibenarkan memvonisnya kafir dan haram darahnya, kehormatannya serta hartanya. Tidak diperbolehkan pula mengkafirkan ulama-ulama berakidah Asy’ariyah dan aliran tashawuf yang hakiki (benar). Demikian juga tidak boleh memvonis kafir ulama-ulama yang berpaham Salafi yang shahih.

Kesamaan 2 konsensus ulama yang terpaut 12 tahun itu terkesan pada pernyataan yang memperlihatkan sebuah pembelaan terhadap Asy’ariyah dan Maturidiyah, yang oleh Salafi dikatakan sebagai mazhab yang sesat.

Sebagaimana Risalah Amman, hasil muktamar Chechnya memancing reaksi dari para ulama dan pengikut Salafi.

Mereka berpendapat bahwa muktamar ini sejatinya hanya bertujuan untuk memecah belah kaum muslimin dan berusaha mengeluarkan Salafiyun (Salafi) dari bingkai ahlussunnah waljama’ah.

Para muktamirin dianggap memandang hal itu lebih penting daripada melakukan perlawanan terhadap Zionisme, Syiah dan pihak-pihak lain yang secara terang-terangan melakukan kejahatan terhadap umat Islam.

Selain itu, sosok Presiden Chechnya, Ramzan Kadirov yang dekat dengan Vladimir Putin tak ayal memberikan citra buruk karena Rusia tengah melibatkan diri dalam konflik di Suriah, menyusul Amerika Serikat yang lebih dulu terlibat dalam perang melawan ISIS.

Komentar miring lainnya adalah bahwa muktamar Chechnya kental dengan aroma politis terkait dengan konflik Suriah dimana kekuatan Rusia yang pro al-Assad tengah bersinggungan dengan kelompok negara penentang al-Assad di mana Arab Saudi tergabung.

Sehingga perhelatan itu dituduh sebagai upaya untuk menggalang dukung kontra Saudi melalui kalangan agamawan.

Terlepas dari semua persangkaan itu, hasil muktamar Chechnya menunjukkan adanya counter dari para ulama pengikut salafunasshalihin yang selama ini didiskreditkan sedemikian rupa oleh Salafi.

Stempel bidah atau syirik terhadap amalan-amalan muslim non Salafi kerap meluncur baik dari para ulama Salafi sampai dai-dai mereka yang mengisi kajian di mushalla kantor bahkan juga dari orang-orang Salafi anyaran yang pada mulanya terpesona dengan gaya dakwah ustadz-ustadz kalem seperti Khalid Basalamah dan Syafiq Basalamah.

Dari lisan-lisan orang terakhir inilah muncul ungkapan lugu, “Sesama muslim kok menolak..?” saat menjumpai kenyataan bahwa ustaz yang sering mereka saksikan di Youtube ditolak oleh massa.

Kalimat yang sama dipakai juga saat membaca berita tentang unjuk rasa ribuan warga Aceh yang membentangkan banner bertema penolakan Salafi, Syiah dan PKI, atau yang baru terjadi Rabu lalu, penolakan warga Bogor terhadap rencana pembangunan masjid “Imam Ahmad bin Hanbal”.

Wajar saja karena mereka adalah pendatang baru yang belum paham akan sejarah. Rentang waktu yang berlalu membuktikan bahwa pemicu penolakan kaum muslim terhadap penetrasi ajaran Salafi di manapun memang berasal dari pola dakwah mereka yang acap kali diwarnai dengan pembidahan bahkan pensyirikan.

Jadi jangan salah sangka dan berpendapat bahwa menolak Salafi sama halnya dengan menolak sunnah.. justru menolah Salafi adalah menyelamatkan sunnah.

Baca Juga:

3 Comments

    • sahlan

      Assalamu’alaikum
      saya sahlan dari aceh…saya selama 39 thn ..aliran nu…sudah lama sya mengkaji ttg manhaj salaf… imam yg 4… dan mereka semua manhaj salaf yg lebih dekat kpd kebenaran.. dan tersambung ilmu ke rasulullah… dan saya mengambil kptsan bahwa manhaj salaf ini yg mendekati kebenaran… krn hujjah mereka imam 4 lebih kuat….dan manhaj salaf ini saya melihat mereka lebih banyak kekhawatiran dalam beribadah.. sehingga lebih mnegutamakan kehati-hatian dlm berdalil… tdk mau berdakwah tanpa dalil yg jelas…dan mereka kebanyakan lemah lebut dlm dakwah … sama dgn cara dakwah imam malik, syafii, ahmad , hanafi…mereka dlm berdalil…hujjahnya AlQuran-Sunnah Nabi… ijma’-pendapat sahabat-qiyas… sama spt saya dulu di nu…. ttp mereka kelihatannya lebih ketat dlm mengambil makna dari dalil… utk menghindari nafsu mereka…..itu yg saya kenal dari mereka.. jika dibandingkan dgn ulama kebanyakan sekarang… dakwah kurang dalil yg kuat, agak kasar, bahkan kasar mencela pemerintah yg sah, kata2nya agak kurang terpilih (kasar), dan kurang menrima masukan karena sudah menjadi adat org kita… ” adat/ibadat org tua/kiyai kita sudah pasti benar”…. org tua saya jebolan pesantren di aceh… tetapi ketika dgn lembut saya menanyakan ibadah tertentu.. sayang kurang sekali hujjahnya bahkan tdk ada… alasan krn adat/kiyai/imam dulu spt itu… dari sisni saya mengambil kesimpulan saya mengikuti manhaj salaf iam yg 4 dalam bidang aqidah dan fiqh…maaf bukan yg lain… jika yg lain saya telah pelajai Asy ari, maturidi…lebih kuat hujahnya dari imam yg 4 maka saya akan meninggalkan yg lain itu….
      Dulu saya mengatakan pikiran kerdil utk manhaj salafi ini… ttp sekarang saya harus berlapang dada dgn keyakinan salaf… krn mereka lebih berhati2 dan lebih dekat kpd kebenaran..
      Demikian saudaraku…Wallahhu’alam

      • Jakartawi

        Lah memang NU sanadnya tidak bersambung kepada Rasulullah? Kalau orang tua Anda tidak tahu, bukan berarti tidak ada dalilnya. Coba belajar lagi, cari tahu lagi. Hamka saja yang tadinya tidak bermaulid jadi bermaulid setelah baca 1.000 kitab. Lalu, hukum asal ibadah adalah tauqif, bukan haram. Jadi, kalaupun memang tidak ada dalilnya, bukan berarti tidak boleh diamalkan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *