DatDut.Com – Apa yang terlintas pertama kali ketika Anda menderita dan terzalimi? Mungkin banyak orang mempunyai jawaban masing-masing dan berbeda tiap orangnya. Tergantung pada latar belakang dan keadaan masing-masing. Tapi tak banyak yang mampu memanfaatkan momen dimana doa orang yang terzalimi itu mustajab.
Jalan dan sebab orang berposisi menjadi obyek penderita kezaliman pun beragam macamnya. Dari hal yang kecil hingga yang besar. Mulai semacam terpercik air genangan di jalan saat berangkat kerja oleh angkutan yang ngebut, padahal waktu sudah semakin siang, hingga yang dipecat dari kantor tanpa alasan yang jelas dan tanpa pesangon. Ataupaun yang tinggal menghitung hari menuju pelaminan, tahu-tahu kena tikung orang.
Namun kebanyakan orang akan mengumbar sumpah serapah dan makian hingga doa buruk terhadap pelaku kezaliman atas dirinya. Ini memang watak dasar manusia. Tetapi alangkah baiknya jika kita mencoba memanfaatkan saat-saat terzalimi untuk melejitkan kesuksesan dan pencapaian cita-cita. Bisakah? Bisa sekali. Simak 3 hal berikut ini.
1. Saatnya Berdoa untuk Kebaikan dan Kesuksesan
Dalam sebuah hadis dari Ibnu Abbas menceritakan bahwa Nabi Muhammad – shallallahu alahi wasallam – berpesan kepada Mu’adz saat mengutusnya ke Yaman:
اتق دعوة المظلوم فإنها ليس بينها وبين الله حجاب
“Takutlah akan doa orang yang terzalimi, karena sungguh tiada penghalang antara doanya dengan Allah Swt.” (HR. Bukhari)
Tak adanya penghalang berarti doa orang yang terzalimi itu lebih besar peluangnya untuk dikabulkan oleh Allah Swt. Dengan kata lain, doanya orang terzalimi itu mustajab.
Apa kaitannya dengan kebaikan dan kesuksesan diri? Ya, kita harus manfaatkan posisi sebagai orang yang terzalimi untuk meminta Tuhan Yang Maha Pemberi agar memberikan kesuksesan dan keberhasilan yang dicita-citakan.
Saat seperti ini, jangan pula jadi orang terlalu bijak. Maksudnya? Begini, biasanya ini terjadi bagi Anda yang tengah mengalami jatuh cinta namun bernasib sial karena pasangan yang diinginkan menjadi pendamping halal malah berpaling, mengubah keputusan, atau bahkan melakukan tipu daya untuk meninggalkan Anda.
Kadang masih ada rasa sayang sehingga saat teraniaya, bukan mendoakan diri sendiri, malah sibuk mendoakan mantan. “Semoga berbahagia” atau “biarkan aku mencintaimu meski tak memiliki”, jadi doa andalan.
Ingat keadaan diri dulu. Doakan saja diri kita segera mendapat yang terbaik. Itu akan lebih baik ketimbang semakin tenggelam ketika ternyata sang mantan semakin berjaya. Realistis saja.
2. Menahan Diri dari Mengumpat Pelaku Kezaliman
Jika Anda telah memahami poin pertama di atas, maka posisi sebagai orang terzalimi bukan lagi tempat kita mengumpat dan mencaci maki pelaku kezaliman. Hanya saja memang marah dan jengkel sering menutupi pikiran jernih untuk melihat ini.
Yang reflek keluar dari kita saat teraniaya, tertipu mitra bisnis adalah mengumpat dan memaki pelaku dan mendoakan keburukan.
Padahal seperti yang telah disinggung dalam poin pertama, jika kita mampu menahan diri, maka saat teraniaya adalah waktu yang tepat melakukan percepatan pencapaian kesuksesan.
Jika sudah tercapai keberhasilan, dan posisi kita diatas orang yang pernah berbuat zalim kepada kita, apakah belum cukup membuatnya terperangah dalam iri dan kagum?
Banyak kisah ulama yang saat terzalimi justru medoakan kebaikan kepada pelaku kezaliman. Hal itu tak lain karena mereka mampu dengan jernih melihat rahasia di balik semua itu. Di mana mereka mempunyai yang pasti terkabulkan, memperoleh pahala kesabaran dan sebagainya.
Suatu ketika ar-Rabi’ bin Khutsaim kehilangan seekor kuda karena dicuri. Harga kuda itu sendiri 20 ribu. Tak dijelaskan 20 ribu tersebut apakah dinar ataukah dirham. Orang-orang yang mengetahuinya lalu mendorong agar Rabi’ berdoa keburukan atas pencuri. “Doakan dia agar celaka!” kata mereka.
Namun Rabi’ justru berdoa “Ya Allah, kalau pencuri itu kaya, maka ampuni dia. Jika pencuri itu miskin, berilah dia kekayaan.” (Shifat ash-Shafwah, juz, hlm. 313).
3. Jangan Sampai Jadi Orang yang Lebih Rugi
Setelah tahu bahwa saat teraniaya adalah waktu mustajab untuk berdoa, mampu mendoakan kebaikan juga bagi pelaku kezaliman, maka tak ada ruang lagi untuk kita terjerumus menjadi orang yang lebih rugi. Pelaku kezaliman memang berdosa, namun orang yang terzalimi juga bisa terperosok menjadi lebih besar dosanya ketimbang pelaku. Kok bisa?
Dalam Bidayah al-Hidayah, Imam al-Ghazali berpesan:
“Jagalah lisanmu dari mendoakan keburukan atas salah satu makhluk Allah ta’ala, meskipun ia menzalimi dirimu. Karena segalanya itu adalah urusan Allah ta’ala.
Dalam hadis dijelaskan bahwa seorang yang terzalimi mendoakan keburukan atas pelaku kezaliman hingga ia setara (dalam keburukannya) kemudian ada kelebihan keburukan yang akan dituntut oleh si zalim atas orang yang terzalimi pada hari kiamat.
Sebagian orang-orang berlebihan dalam mengumpat al-Hajjaj. Maka sebagian ulama salaf berkata pada mereka, ‘Sesungguhnya Allah akan membalas siksa untuk al-Hajjaj terhadap orang yang mencaci dirinya dengan lisannya, sebagaimana Allah akan menyiksa al-Hajjaj atas perbuatannya terhadap orang yang ia zalimi.” (Bidayah al-Hidayah, hlm. 72)
Demikian cara cerdas memanfaatkan posisi diri sebagai orang yang terzalimi untuk mempercepat kesuksesan. Semoga bermanfaat.