Menu Tutup

Meramal Korona Berakhir dengan Bintang Tsurayya

DatDut.Com – Dalam video yang pernah viral beberapa waktu lalu disebutkan bahwa tanggal 12 Mei besok, seiring munculnya bintang tsurayya, maka korona akan sirna.

Hari ini tanggal 11 Mei, tanda-tanda korona akan sirna belum juga terlihat. Beritanya kemarin malah pertambahan kasusnya meningkat (SS terlampir).

Lalu, muncul lagi orang yang mendukung ini. Gegara sepertinya 12 Mei ramalan sebelumnya tak akan terbukti, digeserlah bahwa bintang tsurayya akan muncul bulan Juni. Dengan analisis dakik-dakik, padahal terlihat sekali memaksakan diri (takalluf).

Ini kan 11 12 dengan para peramal dukhan 15 Ramadan yang ketika ramalannya tak terbukti, lalu bilang, “Syaratnya belum terpenuhi.” Padahal, “hadis” yang dijadikan dasar adanya dukhan dan suara keras 15 Ramadan sama sekali tak menyebut syarat apa pun terkait dukhan dan suara keras tersebut.

Duhai para peramal, berhentilah meramal! Ramalan yang berdasarkan nafsu akan sulit dizinkan Tuhan.

Kembali soal ramalan korona sirna. Daripada cari-cari hadis sebagai pembenar, padahal hadis yang dijadikan dalil tak cocok dan out of context, karena ahat yang disebutkan di hadis itu tidak tepat disematkan untuk korona. Para ahli hadis seperti Imam Thahawi dalam Musykilul Atsar juga menyebut hadis itu konteksnya khusus terkait kurma saat itu.

Maka apa tak sebaiknya energinya dipakai untuk mengedukasi masyarakat dan umat untuk disiplin mengikuti protokol kesehatan. Janganlah PHP dengan sesuatu yang semu. Apalagi kualitas hadisnya juga masih diperselisihkan di kalangan ulama hadis.

Apa tak sebaiknya mengikuti langkah negara-negara yang sukses meminimalisasi korban seperti Vietnam? Atau meniru kedisiplinan yang diterapkan di Wuhan sehingga mereka bisa lepas dari wabah.

Artinya, virus ini ternyata bisa dipercepat penghentian peredarannya dengan kedisiplinan mengikuti protokol kesehatan. Tak perlu nunggu bintang tsurayya muncul.

Selama agamawan dan akademisinya masih PHP ke umat dan masyarakat dengan mencari-cari dalil-dalil yang out of context, apalagi dalilnya lemah, maka kasus-kasus yang menimpa kluster gowa dan kluster gereja, akan terjadi dan akan menambah panjang masa pandemi. Meskipun bintang tsurayya sudah muncul.

Toh kita juga sudah melihat mereka yang suka meremehkan pasar tak ditutup, sekarang kita menyaksikan kluster-kluster baru penyebaran virus ini di pasar-pasar dan sudah banyak membawa korban. Maka yang ngotot tetap ke masjid padahal sudah banyak himbauan dan fatwa, meski kita tak berharap, tapi risiko penyebaran itu ada. Tak belajarkah kita dari kluster gowa dan kluster gereja?

Sebagai agamawan dan akademisi, mestinya kita mengajak umat untuk berlari dari satu takdir ke takdir yang lain, seperti strategi Umar di masa thaun amwas. Bukan malah justru mem-PHP masyarakat dan umat dengan dalil yang tak tepat, sehingga masyarakat dan umat tak lagi waspada dan menjadi acuh tak acuh dengan protokol kesehatan.

Kita semua berharap bahwa wabah ini segera sirna. Tapi wabah ini sirna bukan dengan cara meramalnya. Agar wabah ini sirna, butuh usaha kita yang sungguh-sungguh dan disiplin mengikuti protokol kesehatan. Kita di sini maksudnya mulai dari pemerintahnya hingga kita sebagai rakyatnya. Itulah cara kita berpindah dari satu takdir ke takdir lainnya.

Baca Juga:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *