Menu Tutup

Maroko Miliki 5 Nilai “Pancasila” Keberagamaan Ini

DatDut.Com – Kalau Indonesia memiliki Pancasila atau lima dasar negara, maka Maroko yang menganut sistem Monarki ini juga memiliki lima dasar keagamaan yang tidak dapat diganggu gugat (ghairu qabilin lin niqasy). Mereka mengistilahkannya as-Sawabit ad-Diniyah li al-Mamlakah al-Maghribiyah (Dasar-dasar Keberagamaan Kerajaan Maroko). Sejatinya—menurut mereka—ada empat dasar keberagamaan Maroko, namun penulis tambahkan satu lagi sesuai pengamatan. Nah, dasar yang kelima akan penulis letakkan di akhir.

1. Imaratul Mukminin

Al-Magharibah (orang-orang Maroko) wajib membait pemimpinnya, dalam hal ini raja. Raja Maroko memiliki dua gelar; Yang pertama Amirul mukminin yakni pemimpin orang-orang mukmin. Biasanya gelar ini menunjuk kepada hal-hal yang menyangkut keagamaan. Yang kedua Jalalatul Malik. Gelar ini menunjuk kepada urusan-urusan keduniaan seperti politik, ekomoni dll. Artinya, raja berkuasa kepada rakyatnya dalam semua urusannya baik menyangkut agama maupun dunia.

2. Akidah Asy’ari

Al-Magharibah resmi berakidah Asy’ari. Akidah Asy’ari adalah akidah yang dinisbatkan kepada seorang imam yang bernama Abu Al-Hasan Al-Asy’ari yang memiliki nama asli Ali bin Ismail (260-324 H/874-936 M), lahir di Basrah dan wafat di Baghdad, Irak. Penisbatan akidah kepada beliau karena jasa beliau dalam memperjuangkan akidah Ahlussunnah wal Jamaah, vis a vis dengan Mu’tazilah, Jabriyah, Qadariyah, Syiah, dll.

Beliau dulunya pengikut Mu’tazilah, berguru langsung kepada tokohnya, Ali Al-Jubai yang mana ia merupakan bapak tirinya. Setelah bertafakur dan bermimpi bertemu Rasulullah Saw., beliau tobat dari akidah i’tizal-nya beralih memperjuangkan akidah Rasulullah, akidah Ahlussunnah wal Jamaah. Umur beliau waktu itu 40 tahun, tepat di mana seseorang mencapai puber kedua atau sampai ke masa kematangan berpikir. Buku terkenalnya adalah Al-Ibanah an Ushul ad-Diyanah.

3. Fikih Maliki

Dalam berfikih, Al-Maghoribah bermazhab Maliki. Sebuah mazhab yang dinisbatkan kepada Imam Malik bin Anas. Beliau dijuluki dengan “Imam Kota Hijrah Rasul”. Lahir dan wafat di Madinah (93-179 H/711-795 M). Masterpiece-nya adalah “Al-Muwattha’”. Sebelum mengaji kepada Imam Malik, Imam Syafi’i telah menghafalnya di luar kepala. Al-Muwattha’ dibawa ke Maroko pertama kali oleh ‘Amir bin Muhammad bin Said Al-Qisi pada masa Dinasti Idris II (w. 213 H).

Ada lima sebab mengapa Al-Magharibah memeluk mazhab ini. Pertama, ketokohan pendirinya yang menggabungan antara Hadis dan Fikih. Kedua, kecocokannya dengan karakter rakyat dan lingkungan Maroko. Ketiga, sokongan penguasa terhadap fukaha Malikiyah. Keempat, keistimewaan dan banyaknya sumber-sumber hukumnya—seperti saddu adz-dzarai’ dan mura’atul khilaf—sehingga dapat menjawab tantangan zaman dan realitas. Kelima, para dai yang menyebarkan Islam ke Maroko bermazhab Maliki.

4. Tasawuf Junaidi

Banyak orang dinamai Junaid. Boleh jadi penamaan itu merujuk kepada hamba Allah yang menggabungkan ilmu dan amal, pikir dan zikir, lahir dan batin, zahid, waro’ dan alim. Beliau dilahirkan di Nahawand, besar dan wafat di Baghdad (221-297 H/ 830-910 M). Bisa dikatakan beliau itu imamnya para sufi secara ijma’.

Syekh Ibnu Taimiyah memujinya dengan gelar “Sayyid at-Thaifah” (Tuannya Kelompok Tasawuf). Sehari beliau sholat sunah 300 kali. Perawakannya tinggi, putih, matanya berwarna hijau, hidungnya mancung, dan jenggotnya sampai seperut. Salah satu nasihatnya, “Kamu akan selalu dalam kebaikan selama kamu menasihati dirimu seraya mawas diri, muhasabah atau evaluasi diri. Jika tidak, maka jangan salahkan kecuali dirimu sendiri.”

5. Qiraah Warsy  

Dalam segi bacaan Alquran, Al-Magharibah memakai riwayat (bermazhab) Imam Warsy dari Imam Nafi’. Berbeda dengan Indonesia dan sekitarnya yang memakai riwayat Imam Hafsh dari Imam Ashim. Nama asli Imam Warsy adalah Usman bin Said. Warsy merupakan laqab atau julukan yang diberikan oleh gurunya, Imam Nafi’. Beliau lahir dan wafat di Mesir (110-197 H).

Dari tujuh qiraah yang muktabar, qiraah Warsy merupakan qiraah kedua terbanyak yang dipakai di dunia Islam, khususnya di negara-negara Afrika utara dan Andalusia. Dulu Mesir juga menggunakan qiraah Warsy sampai datangnya Daulah Usmaniyah ke sana kemudian menggantikannya dengan qiraah Hafsh sebagai qiraah resmi daulah sampai sekarang.

alvianKontributor: Alvian Iqbal Zahasfan | Penyuka sejarah yang sedang menyelesaikan studi  S3-nya di Maroko

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *