Menu Tutup

Penasaran dan Gregetan, Ini 5 Hal Seputar Novel “Mahar Jingga” yang Bikin Baper

DatDut.Com – Tahun lalu, saya pertama kali membaca bocoran novel ini dari postingan di akun facebook penulisnya. Kutipan-kutipan bagian dari novel yang sering di-share oleh penulisnya sering membuat saya terprovokasi untuk mencibirnya lewat komen.

Bukan dari diksi yang jelek atau kata-kata tidak bermutu di postingan tersebut yang membuat saya tidak berhenti mencibir, tapi karena tema novelnya yang menurut saya sangat sensitif. Poligami, itulah tema yang diangkat penulis dalam novelnya.

Ini tema yang selalu membuat merah padam wajah manis para ibu-ibu rumah tangga seperti saya. Tema yang selalu saya harapkan dari hati terdalam agar tidak terjadi dalam biduk rumah tangga saya. Dan, tema yang selalu membuat saya dan suami berdebat panjang lebar tidak ada habis dan ujungnya karena tidak menemukan titik temu.

Sampai akhirnya, akhir bulan April kemarin penulisnya mengabarkan bahwa novel yang diberi judul Mahar Jingga tersebut sudah naik cetak dan siap terbit. Tidak tanggung-tanggung, penerbit yang mempersuntingnya langsung dari Gramedia Pustaka Utama. Salah satu penerbit yang sudah malang melintang dan terkenal sangat selektif dalam memilih naskah.

Tentu saja hal ini semakin membuat saya tambah penasaran dan ingin cepat-cepat melahap bagaimana alur cerita dari awal hingga ending novel tersebut. Ditambah lagi desain cover bukunya yang sangat ilustratif dan unik. Tapi, karena beberapa hari kemarin sempat banyak keperluan, akhirnya tanggal 4 Mei baru sempet ke toko buku untuk membelinya.

Setelah novel ada di tangan, tidak banyak waktu yang saya butuhkan untuk menghabiskan dan melahapnya. Karena, ternyata novel ini tidak setebal seperti yang saya bayangankan sebelumnya. Novel yang kira-kira berdimensi 20 cm x 14 cm ini hanya berisi 174 halaman. Setengah dari ukuran novel-novel kebanyakan yang halamanya bisa mencapai 300-500 halaman. Walaupun tipis, tapi jalan cerita novel ini begitu dahsyat dan kuat mengaduk-aduk hati saya sampai jadi baper.

Berikut ini 5 hal yang membuat novel Mahar Jingga bikin baper:

[nextpage title=”1. Cinta Kedua Nizam”]

1. Cinta Kedua Nizam

Novel ini menceritakan tiga sosok tokoh utama yakni Nizam, Sabria, dan Nadya. Nizam adalah salah seorang penulis terkenal yang menjadi suami Sabria. Sabria sendiri adalah sosok wanita cantik dan cerdas yang kemudian lebih memilih jadi ibu rumah tangga murni setelah menikah dengan Nizam.

Dari dunia kepenulisan yang digeluti Nizam, akhirnya ia bertemu dengan Nadya yang juga berprofesi sebagai seorang penulis muda produktif. Perkenalan itu kemudian berlanjut sehingga menimbulkan getar-getar cinta di antara keduanya. Karena tidak ingin terjerat pada cinta yang syubhat (remang-remang), dengan gentle akhirnya Nizam memutuskan untuk berencana mempersunting Nadya menjadi istri mudanya (istri ke-dua).

Walaupun awalnya ragu untuk menerima pinangan laki-laki beristri, tapi keyakinan, kemantapan, dan kejujuran Nizam, membuat Nadya akhirnya siap jadi istri kedua walaupun ia sadar bahwa status istri kedua selalu identik dengan istilah penghancur rumah tangga dan perebut suami orang.

[nextpage title=”2. Kepahitan Sabria dan Dilime Nadya”]

2. Kepahitan Sabria dan Dilime Nadya

Di sinilah awal polemik novel ini. Keputusan Nizam untuk berpoligami yang ia sampaikan pada Sabria, istri pertamanya, benar-benar membuat hati Sabria lulu lantak dan hancur berkeping-keping. Tapi hebatnya sosok Sabria yang cerdas itu mencoba untuk selalu berusaha mengendalikan emosinya dan mencari jalan keluar dengan berdiskusi dan bicara dari hati ke hati dengan suaminya akan keputusan rencana poligami tersebut. Bahkan ia juga kuat untuk bertemu dan bertatap muka langsung dengan calon maru-nya (saingan).

Walaupun pada akhirnya, dalam banyak hal Sabria juga kalah dengan emosinya yang lebih besar. Cemburu dan rasa tidak mau membagi suami dengan wanita lain benar-benar melelahkan fisik, psikis dan batinnya.

[nextpage title=” 3. Nizam Inginkan Sabria dan Nadya”]

3. Nizam Inginkan Sabria dan Nadya

Akhirnya ia sampai pada keputusan agar Nizam memilih salah satu, tetap bertahan dengannya dan membatalkan rencana poligami tersebut atau memilih Nadya dan menceraikannya. Lalu, semuanya ia serahkan pada takdir Tuhan. Tentu saja berharap bahwa takdir Tuhan akan berpihak sesuai dengan keinginannya.

Bagi Nizam sendiri, bukan itu pilihan terbaiknya. Nizam ingin kedua-duanya, Sabria dan Nadya. Cintanya terhadap kedua wanita tersebut sama-sama merasuki hatinya. Dan ia tidak ingin melepaskan salah satunya. Sedangkan Nadya yang awalnya ingin mundur setelah bertemu Sabria, ternyata tidak kuat melepas jerat-jerat cinta yang sudah ditanamkan Nizam di relung hatinya.

[nextpage title=”4. Dalam Kisah Cinta yang Rumit “]

4. Dalam Kisah Cinta yang Rumit 

Tidak sampai pada cerita cinta segitiga antara Sabria—Nizam—Nadya saja, dalam lanjutannya bumbu-bumbu cabang percintaan juga diramaikan dengan kehadiran Tharik dan Fikri yang membuat novel ini makin terasa complicated (rumit).

Tharik adalah mantan calon suami Sabria yang datang di saat prahara rumah tangganya dengan Nizam sedang memanas. Tharik datang menawarkan cinta lamanya dan bersedia menerima Sabria apa adanya. Sabria seakan diuji untuk tetap setia dan mencintai suaminya, padahal suaminya sendiri sudah tidak setia dengan meminta ijin poligami.

Fikri sendiri adalah teman Nadya yang kemudian hari menjadi pengobat hati Nadya. Dia mencintai Nadya dan siap membantu Nadya untuk memalingkan hatinya dari Nizam. Setelah mbulet-mbulet jalan cinta segilima yang terjadi di antara mereka, pada akhirnya walaupun pahit dan memilukan, Nizam memutuskan untuk melepas Nadya. Nizam tetap memilih Sabria sebagai satu-satunya ratu di dalam istana pernikahannya. Nadya dengan luka yang menganga di hatinya mencoba menerima Fikri dalam kehidupannya. Sedangkan Tharik, ia lebih memilih menjauh dari Sabria dan suaminya.

Ending yang menyedihkan bagi Nadya dan Tharik tapi menjadi happy ending bagi Sabria, Nizam dan saya pembacanya. Kenapa saya ikut ber-happy ending? Karena suudzan saya terhadap jalan cerita novel ini tidak terbukti. Awalnya saya mengira bahwa novel ini adalah pembela dan pendukung “poligamer” (pelaku poligami). Ternyata TIDAK saudara-saudara!!!

Bagi saya novel ini adalah pembuka tabir fakta dan realitas sulitnya keputusan poligami itu sendiri. Poligami itu tidak mudah. Baru pada tataran planning (rencana) saja sudah makan hati berulam jantung, apalagi kalau sudah dilaksanakan dan dijalankan. Ini versi manusia biasa loh ya. Bukan seperti poligami versi Nabi Muhammad yang sudah jelas ke-luarbiasa-annya.

[nextpage title=”5. Kekuatan dan Kekurangan”]

5. Kekuatan dan Kekurangan

Kekuatan novel ini sendiri ada pada percakapan-percakapan cerdas yang terus mengurai di tiap halamanya. Hujjah, dalil, dan dalih tentang pro dan kontra poligami begitu mempesona dituangkan oleh penulis. Membaca percakapan-percakapan tersebut kadang buat saya senyum-senyum sendiri saat menyadari bahwa percakapan eyel-eyelan Nizam dan Sabria itu kok rasanya seperti eyel-eyelan saya dengan suami saat membicarakan masalah poligami.

Selain itu, uraian psikis pelaku antara yang memadu, yang dimadu, dan yang termadu, juga sangat proposional. Sehingga pembaca seakan digiring untuk bisa tasamuh, teposliro alias tenggang rasa memahami perasaan ketiganya. Sehingga jika melihat kasus poligami maka jangan ada penilaian bahwa laki-laki pelaku poligami itu jahat, istri pertama terdzalimi dan istri muda gak tahu diri. Karena pada hakikatnya, mereka bertiga sama-sama merasa sakit.

Namun, jika harus memaksakan untuk mencari siapa yang paling pantas disalahkan dalam masalah poligami, maka saya akan menuding laki-laki lah yang paling punya peran besar untuk disalahkan. Bagaimanapun juga, misalnya dalam kasusnya Nizam di atas, prahara tidak akan terjadi jika dari awal dia tidak main-main hati.

Hati itu tempat tumbuh cinta. Benih cinta memang bisa muncul kapan pun tapi jika cepat disadari dan di-manage agar tidak tumbuh lebih besar, maka dengan sendirinya benih tersebut akan layu lalu mati. Tapi jika sengaja dipupuk dan terus dipelihara, maka saat dia sudah tumbuh besar tenu lebih sulit menghilangkannya. Oleh karena itu penting bagi laki-laki untuk terus menjaga hatinya. Agar di kemudian hari tidak ada yang tersakiti antara hatiku, hatimu dan hatinya. Hehe.

Adapun kekurangan novel ini, ceritanya yang to the point pada masalah poligami membuatnya tidak banyak bertele-tele dengan setting. Bahkan cover-nya yang ilustratif dengan simbol-simbol kemegahan kota Istanbul menurut saya tidak mewakili inti setting cerita novel ini. Setting Turki seakan sengaja ditaruh di awal-awal sebagai foreplay untuk menambah daya minat beli pembaca. Karena, biasanya pembeli novel akan membaca bagian depan saja sebelum memutuskan untuk membeli buku novel ini.

Selain itu, menurut saya yang paling buat kecewa, sampai selesai membaca akhir novel ini, saya masih belum paham maksud penulis dengan judulnya “Mahar Jingga”. Pada halaman 22 tertulis “mahar jingga itu mahar kedua. Ia diberikan dalam posisi kuning menuju merah”. Yang jadi pertanyaan saya: posisi kuning menuju merah itu maksudnya apa? Bukankah kuning menuju merah itu adalah warna orange?

Apa filosofi kuning dan merah ini? Bagi saya, lagi-lagi ini cara penulis untuk membuat judul novelnya terkesan lebih menarik dan unik. Mahar Jingga seperti judul novel tahun 80-an: Mawar Jingga. Dalam hal penggunaan kata warna, saya jadi teringat novel Meretas Ungu karya Pipit Senja.

Lepas dari kekurangannya, novel ini sangat dianjurkan dibaca oleh pasangan yang rumah tangganya sedang dijangkiti demam poligami. Biasanya terjadi pada masa puber ke dua. Dengan membaca novel ini, diharapkan supaya laki-laki yang ingin berpoligami bisa mendapatkan bayangan dan gambaran sehingga tidak grusa-grusu dan terburu-buru memutuskan.

Dan, bagi istri pertama agar bisa tetap elegan dan tidak terbawa emosi yang meledak-ledak saat mengetahui rencana suaminya untuk poligami. Sedangkan untuk wanita yang ditawari jadi istri muda agar benar-benar pasang hati, jiwa dan raga untuk mempersiapkan dan menata diri. Wallahua’lam bisshawab….

Baca Juga: