Menu Tutup

Maaf, Kemana Mereka Waktu K.H. Ma’ruf Amin Dihardik Penista?

DatDut.Com – Saya mengikuti hiruk-pikuk dampak dari penistaan al-Maidah 51 ini. Boleh dikata, saya aktif merespons berbagai hal yang berkaitan dengan gejolak yang ditumbulkan terkait pelecehan terhadap ayat ini.

Saya bahkan ikut turun mengikuti aksi 411, 212, dan 112. Saya juga kerap menulis untuk merespons pernyataan janggal yang disampaikan oleh banyak tokoh publik. Ketika Buya Syafi’i Maarif menyampaikan pernyataan menghebohkan, saya juga merespons.

Ketika aksi 212 dianggap hanya buih oleh seorang dosen yang tinggal di Australia, saya juga ikut menuliskan bantahan. Ketika Ahmad Ishomuddin di banyak media menyatakan al-Maidah 51 itu tidak terkait dengan kepemimpinan, saya pun membuat surat terbuka untuknya.

Bahkan, ketika K.H. Ma’ruf Amin dilecehkan oleh penista, saya juga keras memprotes kepongahan dan kesombongan juga ketidaksopanan yang dipertontonkan oleh terdakwa penista dan tim kuasa hukumnya.

Ketika Ahmad Ishomuddin yang dihadirkan kubu terdakwa penista agama, saya lagi-lagi melayangkan nasihat terbuka untuk dirinya. Saya keberatan dengan apa yang dilakukannya, meskipun dia mengaku itu dilakukan atas nama sendiri dan tidak mewakili lembaga PBNU dan MUI di mana yang menjadi anggota di dalamnya.

Menurut saya, itu sesuatu yang janggal. Bagaimana bisa orang yang berada dalam satu organisasi melakukan tindakan yang secara terbuka melawan sikap organisasinya, apalagi ini organisasi keagamaan dan masalahnya juga sangat sensitif.

Kalau memang itu sikap pribadi, semestinya yang bersangkutan mengundurkan diri bila memang tak setuju dengan sikap organisasinya. Bukankah itu semestinya yang dilakukannya bila ia memahami dengan baik etika berorganisasi?

Sungguh amat janggal bila dia tak juga mengundurkan padahal sepak terjangnya bertentangan dengan sikap organisasinya. Bukankah kemana-mana posisinya di organisasi melekat pada dirinya dan karenanya sikapnya selalu diidentikkan dengan organisasi tempatnya mengabdi. Toh, publik juga mengenalnya dia adalah salah satu pengurus Syuriah di PBNU. Media pun begitu mengenalkannya ke publik, termasuk tim pembela hukum penista.

Ketika sikapnya itu diprotes dan dikecam oleh umat, terutama setelah kesaksiannya yang meringankan penista, tiba-tiba ada sekelompok orang menyerukan “solidaritas” untuk Ishomuddin dengan lagi-lagi membawa sentimen ormas.

Maka, dalam tulisan ini saya jadi ingin bertanya, “Orang-orang yang menyerukan solidaritas itu kemana waktu K.H. Ma’ruf Amin dihardik penista di hadapan jutaan mata? Kok waktu itu saya lihat orang-orang itu diam seribu bahasa dan tak buka suara?”

Hati kecil saya kok jadi bertanya, “Benarkah NU yang dibela orang-orang itu atau justru si penista?” Kalau benar NU yang dibela, mestinya waktu K.H. Ma’ruf Amin dihardik, mereka juga menyerukan “solidaritas” yang sama untuk menjaga kehormatan K.H. Ma’ruf Amin dan NU waktu itu.

Sayangnya, mereka saat itu justru malah meledek orang yang membela K.H. Ma’ruf Amin dengan pasang hastag #MendadakNU. Lagi-lagi, suatu pemandangan yang janggal dan sedikit tak masuk akal, apalagi dilakukan oleh orang-orang yang katanya terpelajar.

Baca Juga:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *