DatDut.Com – Kesuksesan hidup manusia ditentukan, antara lain, oleh prestasi dan relasi. Seseorang yang memiliki prestasi tinggi dalam bidang tertentu, misalnya iptek, seni atau olah raga, akan memperoleh tempat terhormat dalam kehidupan sosial.
Demikian pula seseorang yang memiliki banyak relasi juga akan lebih mudah dalam menjalani proses studi, memperoleh dan mengembangkan karir, melakukan lobi politik, mendapat kepercayaan (amanah) jabatan, dan berbagai bentuk kesuksesan lainnya.
Relasi (‘alâqah) dalam Islam memiliki makna dan dimensi yang luas, tidak terbatas pada relasi dalam kehidupan sosial, ekonomi, politik, dan budaya.
Majid Irsan al-Kailani, pakar pendidikan Islam asal Yordania, merevitalisasi lima bentuk relasi yang harus dikembangkan dan dimaknai setiap Muslim dalam hidupnya agar meraih sukses hidup di dunia dan akhirat. Berikut uraiannya:
1. Manusia dengan Allah
Relasi manusia dan Allah SWT disebut ‘alaqah ta’abbudiyyah (relasi dalam kerangka ibadah). Segala sesuatu yang berhubungan dengan Allah Swt. harus diniati dan dimaknai sebagai ibadah (penghambaan dan dedikasi).
Aktivitas hidup kita sehari-hari dapat bernilai ibadah, jika dilandasi oleh niat yang ikhlas demi mengharap dan meraih ridha-Nya. Kata kunci revitalisasi relasi manusia dengan Allah harus memenuhi 5 I (iman, ikhlas, ilmu, ihsan, dan istikamah). Inilah kunci sukses yang pertama.
Iman berarti yakin bahwa Allah melihat perbuatan yang kita kerjakan. Ikhlas berarti hanya mengharapkan rida-Nya, tidak ria dan sumah. Selanjutnya, ilmu yang artinya pengetahuan yang memadai mengenai amal ibadah yang kita kerjakan.
Ihsan berarti beribadah sebaik mungkin, seolah-olah bisa melihat Allah, atau minimal selalu merasa dilihat Allah. Yang terakhir istikamah, konsisten dan teguh pendirian dalam melaksanakan amal kebajikan, sehingga kualitas dan kuantitasnya semakin hari semakin meningkat.
2. Manusia dengan Sesamanya
Relasi manusia dengan sesamanya disebut ‘alaqah al-adli wa al-ihsan (hubungan dalam kerangka berlaku adil dan berbuat baik). Inti dari revitalisasi relasi adalah penegakan keadilan dalam segala aspek kehidupan dan kesedian untuk berbagi kebaikan dan kedermawanan sosial.
Sendi kehidupan sosial dan politik sangat bergantung pada tegaknya keadilan dan berseminya semangat memberi dan berbuat yang terbaik bagi sesama. Jika setiap Muslim memiliki kesadaran ini, niscaya dalam akan pernah terbetik dalam pikirannya untuk melakukan korupsi, terorisme, tindak kekerasan, menyakiti hati sesama, dan aneka tindak kejahatan lainnya.
Oleh karena itu, Khalifah Umar bin Abdul Aziz mentradisikan pembacaan ayat: inna Allaha ya’muru bi al-adli wa al-ihsan… (QS al-Nahl [16]: 90) pada akhir khutbah kedua di hadapan jamaah Jumah. Dengan pembacaan ayat ini, pesan yang perlu ditindaklanjuti oleh setiap jamaah jum’ah adalah bahwa jum’atan (persatuan, sinergi kekuatan) itu tidak bermakna sama sekali jika tidak dibarengi dengan berlaku adil dan berbuat baik terhadap sesama.
3. Manusia dengan Alam Raya
Relasi manusia dengan alam raya disebut ‘alaqah al-taskhir wa al-ta’mir (hubungan dalam kerangka penundukan dan pemakmuran alam). Maksudnya, dalam memaknai kehidupannya manusia harus mampu mempelajari, meneliti fenomena alam dan menemukan hukum-hukum kausalitas yang ada, sehingga alam itu tunduk dan memberikan kemudahan dan kemakmuran bagi hidup kita.
Karena itu, tidak sepantasnya manusia tunduk atau dibuat tunduk kepada alam, misalnya dengan mengkramatkan atau mengupacarai dan menyembah tempat-tempat tertentu, lantaran hal ini dapat membuat manusia menjadi musyrik.
Dengan taskhir ini, Muslim seharusnya mampu mengembangkan iptek melalui tadabbur dan penelitian ilmiah. Hasil riset terhadap berbagai ayat-ayat kauniyyah dimanfaatkan untuk peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran umat dan bangsa.
4. Manusia dengan Kehidupannya di Dunia
relasi manusia dengan kehidupan dunia disebut ‘alâqah al-ibtila’ wa al-munâfasah (hubungan dalam kerangka menghadapi ujian dan etos kompetisi). Maksudnya, dalam memaknai kehidupan dunia ini, Muslim harus selalu merasa diuji oleh Allah, sehingga merasa serba kurang dan kecil di hadapan Allah.
Karena itu, ia terus berusaha untuk berkompetisi: meraih prestasi hidup yang terbaik dan paling tinggi sesuai dengan kompetensinya, karena tujuan Allah menciptakan kehidupan ini adalah untuk menguji dan menilai siapa di antara hamba-Nya yang paling baik amalnya, kinerja dan prestasinya (QS. al-Mulk [67]: 2).
5. Manusia dengan Kehidupannya di Akhirat
Adapun relasi manusia dengan kehidupan akhirat disebut ‘alaqah al-Mas’uliyyah (hubungan dalam kerangkan pertanggungjawaban). Artinya, Muslim harus menyadari bahwa dunia ini adalah ladang investasi akhirat (ad-dunya mazra’at al-akhirah), sehingga ia harus siap mempertanggungjawabkan seluruh kinerjanya dalam hidup di dunia.
Dengan kesadaran ini, Muslim menjadi mawas diri, takut akan azab Allah, dan tidak gegabah dalam bersikap dan berbuat, karena semuanya akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah di akhirat kelak.
Dengan merevitalisasi lima kategori relasi tersebut, Muslim insya Allah dapat memaknai kehidupan ini secara proporsional dan professional, sehingga dapat meraih hidup sukses, penuh kedamaian dan kebahagiaan, sebagaimana pesan moral doa “sapu jagat” yang selalu dibaca Muslim setiap saat: “Rabbana atina fi al-dunya hasanah wa fi al-akhirati hasanah wa qina adzab al-nar.” Semoga!
Penulis : Muhbib Abdul Wahab | Dosen Pascasarjana FITK, penulis buku “Selalu Ada Jawaban Selama Mengikuti Akhlak Rasulullah”, dan Ketua III IMLA (Ittihad Mudarrisi al-Lughah al-Arabiyah) Periode 2015-2019.
Fb : Muhbib Abdul Wahab