DatDut.Com – Memanasnya hubungan Arab Saudi dan Iran mengundang perhatian semua pihak. Keputusan Saudi mengeksekusi Ulama Syiah Nimr al-Nimr memicu demonstrasi besar-besaran di Iran. Bahkan kantor kedutaan Saudi di Iran dibakar massa. Insiden itu segera direspon Saudi dengan memutuskan hubungan diplomasi dengan Iran. Begitu juga beberapa sekutu Saudi seperti Bahrain, Sudan, dan Uni Emirat Arab memilih untuk mengurangi hubungan diplomatik dengan Iran. Demikian lansir Republika.
Keadaan itu menjadi perhatian penting kalangan muslim dan ulama Indonesia. MUI meminta pemerintah untuk turut serta aktif menjadi pendamai antara dua negara tersebut. Sebagaimana diungkapkan Presiden Jokowi sebagai tanggapan atas usulan MUI, pemerintah akan segera mengirim utusan kepada dua negara yang berseteru itu, paling lambat Senin atau Selasa pekan depan.
Keadaan timur tengah juga mengundang Sekjen ICIS yang juga mantan ketua PBNU, K.H. Hasyim Muzadi angkat bicara. Namun, ia juga mengingatkan untuk tidak melupakan beberapa hal di dalam negeri. Berikut 5 ulasan pentingnya:
1. Tindakan Pemerintah Sesuai UUD ‘45
Hasyim Muzadi yang juga anggota Dewan Pertimbangan Presiden ini menyatakan bahwa upaya Indonesia untuk berusaha mendamaikan Arab Saudi dan Iran sangat baik dan sesuai dengan UUD 1945.
Kiai Hasyim juga menambahkan, selain mendorong perdamaian di Timutr Tengah, Indonesia juga harus menjaga kedamaian di negeri sendiri. Jangan sampai Indonesia menjadi tempat pertempuran dua paham yang bermusuhan ini, Syiah yang diwakili Iran dan “Suni” Wahabi yang diwakili Saudi.
“Sangat baik Indonesia mendorong perdamaian dua negara itu. Meski begitu, ya harus mengamankan NKRI sendiri. Waspadai Indonesia jadi “ring” pertempuran dua kepentingan,” ujar Hasyim di Depok, sebagaimana dikutip Republika.
Menurutnya, Arab Saudi-Iran adalah dua kutub berlainan ideologi, dimana masing-masing mempunyai pendukung trans-nasional dan pendukung kedua ideologi Wahabi dan Syiah itu ada di Indonesia.
2. Membaca Sikap Beberapa Negara
Menurut K.H. Hasyim Muzadi, sikap beberapa negara-negara Islam bisa dibaca. Sejumlah negara seperti Sudan, Kuwait, Malaysia, dan Brunei Darussalam kemungkinan besar akan mendukung Saudi. Memang sejak awal mereka telah melarang menyebarnya paham Syiah di negara mereka. Sedangkan Yaman Utara, Lebanon, Syiria dan Irak kemungkinan besar mereka mendukung Iran.
“Negara seperti Sudan, Kuwait, Malaysia, dan Brunei Darussalam, misalnya, akan segera mendukung Saudi karena negeri-negeri itu melarang Syiah di negaranya masing-masing. Irak, Suriah, Libanon, dan Yaman utara mungkin mendukung Iran” paparnya.
Sebagaimana diketahui, Arab Saudi beberapa waktu lalu membentuk aliansi militer negara-negara Islam. Banyak negara yang protes, termasuk Indonesia, karena diklaim bergabung dalam aliansi itu padahal tidak ada persetujuan resmi.
“Untuk pertikaian Arab Saudi-Iran, yang bisa menyelesaikan adalah Amerika dan Rusia. Dalam konteks PBB tentu kita ikut mendorong, namun selebihnya kita perkuat Indonesia,” paparnya.
3. Membaca Situasi Indonesia ke Depan
Berbeda dengan negara-negara lain yang mendukung satu aliran dan melarang aliran lain, di Indonesia kedua aliran Wahabi dan Syiah sama-sama memiliki aktivis dan jaringan. Yang harus dilakukan pemerintah adalah agar negara ini tidak menjadi ring pertempuran antara kedua kepentingan terkait Arab Saudi dan Iran.
Suasana dukung mendukung yang kian marak di media sosial menunjukkan betapa memang kedua aliran yang menjadi musuh bebuyutan ini tak henti-hentinya perang pendapat. Saat Saudi mengeksekusi Syekh Nimr, para pendukung Syiah menulis berbagai hujatan dan kecaman. Kalangan Wahabi pun tak mau kalah membela Saudi dengan melancarkan berbagai pemberitaan terkait eksekusi yang dilakukan Iran terhadap beberapa orang yang menurut kalangan Wahabi adalah dari kalangan Suni.
Hasyim Muzadi menambahkan, bila pertentangan antara ideologi Syiah-Wahabi itu masih sebatas kerangaka wacana, maksimal efeknya adalah sebatas pertentangan psiko-sosial. Tetapi bila pertentangan itu sudah menjamah ranah politik dan perebutan kekuasaan, kemungkinan akan mengundang campur tangan negara-negara super power dan tentu akan menimbulkan eskalasi konflik lain lagi.
“Perang terbuka bisa terjadi di Indonesia seperti di Iraq dan Syria pada waktunya kalau kita tidak waspada,” paparnya.
4. Harus Kuatkan Ideologi Pancasila
Menurutnya K.H. Hasyim Muzadi, jika ketahanan nasional Indonesia kokoh, maka tak perlu terlalu khawatir konflik Suni-Syiah menjalar ke dalam negeri. Masalahnya, berbagai problem dalam negeri seperti pelaksanaan HAM yang melewati batas, liberalisasi ekonomi dan politik, riuhnya perselisihan politik, yang kesemuanya merapuhkan ketahanan nasional Indonesia.
Solusinya adalah, harus memperkuat ideologi Pancasila yang saat ini mulai tidak jelas alias remang-remang. Dan, itu tidak sekedar himbauan saja, namun harus dengan pembenahab system yang menjamin berjalannya ideologi Pancasila.
“Penegakan Pancasila tidak cukup dengan himbauan namun harus dengan sistem kenegaraan yang menjamin tegaknya Pancasila serta dukungan rakyat melalui visi keagamaan yang sinergi dengan Pancasila, dan dianut mayoritas bangsa Indonesia, yakni Ahlusunah waljamaah,” tandasnya.
5. NU dan Muhammadiyah Harus Dijaga
Sebagian besar umat Islam Indonesia menganut paham Ahlussunah waljamaah. Itu terbukti bisa mempersatukan bangsa. Paham ini menjadi dasar beberapa organisai Islam semisal NU, Muhammadiyah dan lainnya. Oleh karenanya, diperlukan peran aktif untuk menjaga paham ini agar tidak digerogoti dan disusupi paham lain yang memecah belah dan akhirnya merusak NKRI.
“Karenanya NU dan Muhamadiyah harus dijaga agar tidak disusupi atau digerogoti ideologi non-Ahlussunah waljamaah yang pasti memecah-belah dan pada gilirannya akan merusak NKRI,” tegas mantan Ketua Umum PBNU ini.
Kontributor : Nasrudin | Penulis Tetap DatDut.Com
FB: Nasrudin El-Maimun
- Pengumuman Kelulusan Sertifikasi Dai Moderat ADDAI Batch 3 - 2 September 2023
- ADDAI Akan Anugerahkan Sejumlah Penghargaan Bergengsi untuk Dai dan Stasiun TV - 18 November 2022
- ADDAI Gelar Global Talk Perdana, Bahas Wajah Islam di Asia Tenggara - 7 Oktober 2022