DatDut.Com – Selalu ada kisah yang menarik dan mengesankan di lingkungan pesantren yang dapat dipetik hikmahnya. Kali ini, kisah datang dari putri ulama kharismatik Nahdlatul Ulama (NU), K.H. Ahmad Mustofa Bisri atau yang akrab dipanggil Gus Mus. Dicertikan bahwa putrid Gus Mus yang bernama Almas Mustofa pernah mengalami hal pahit di masa kecilnya. Mba Almas ini memiliki lima kakak putri di atasnya. Karena dia putri terkecil, kakak-kakaknya sering “menyakitinya”. Namun, kisah menyakitkan itu tidak terbawa dendam hingga dewasa. Jomblowers jangan ngarep, ya dan jangan patah hati. Mba Almas ini sudah menikah dan punya anak. Di profile Facebooknya, dia sedang menggendong anaknya didampingi suami. Hehe
Ya, hati anak kecil lembut dan tidak pernah ternodai dengan dendam. Setiap kali anak kecil bermain kemudian berkelahi dengan temannya, pasti beberapa menit kemudian kembali akur dan main bersama lagi. Nah, ini berbeda dengan sifat orang yang sudah berusia. Sekali bermusuhan bisa berbulan-bulan, bahkan seumur hidup. Mungkin nasihat sufi ini perlu ditanamkan sejak dini pada keluarga dan kerabat kita, “Bencilah sifat buruknya, jangan kau benci orangnya.” 5 kisah ngenes dan mengesankan tentang putri Gus Mus bersama kakak-kakaknya ini disarikan dari status Facebook beliau yang kemudian di-share oleh Gus Mus. Mungkin kisah ini dapat membuat Anda tertawa, dan mengambil pelajaran di baliknya. Berikut uraiannya:
1. Sedang Bonceng Sepeda Disuruh Loncat
“Ya, dulu ketika masih kecil, aku memang sering merasa sebel dengan kakak-kakakku. Begitu pun juga sebaliknya. Sebagai adik perempuan termuda, aku dulu merasa selalu dipake kalah-kalahan. Dalam ingatanku, aku sering dimarahi kakak-kakakku. Mungkin karena akunya yang kelewat bandel kali ya? Hehehe,” Mba Almas mengenang masa lalunya. Mba Almas menceritakan bahwa waktu dia kecil ada kejadian yang menyebalkan menimpa dirinya.
Seingatnya, waktu itu dia masih duduk di bangku kelas 2 SD. Alkisah, setiap hari hendak berangkat sekolah, Mba Almas pasti bonceng kakaknya yang juga satu arah dengan sekolahannya. Dia tidak menyebutkan siapa nama kakaknya. Waktu itu kakaknya duduk di bangku SMP. “Begitu sampai di sekolahku, kakak menyuruhku turun dari boncengan sepeda dengan cara yang kejam. Loncat! Cepet! Aku udah telat! Bayangkan, anak sekecil diriku disuruh turun dari boncengan dengan cara loncat! Kezammmm!!!!,” tutur Mba Almas mengingat masa kecilnya.
2. Tidak Diakui Kakak
Nah, ada lagi cerita kalo salah satu kakaknya itu tidak “menganggapnya”. Seperti di atas, Mba Almas enggak nyebutin nama kakaknya di sini. Masih kakak yang SMP itu atau kakak lainnya. Tapi itu gak penting, yang penting kita bisa membaca kisah mengenaskannya, ya. Hehe. Alkisah, Waktu itu Mba Almas diajak jalan-jalan bersama kakaknya. Namun mengenaskan, Mba Almas disuruh jalan di belakang kakaknya itu. Sadisnya, kakaknya itu memberi jarak sekian meter dibelakangnya. Dia enggak boleh jalan berdampingan dengan kakaknya. Bahkan, kakaknya mewanti-wanti, “Pokoknya kita kayak enggak kenal ya!”.
Mba Almas mengakui bahwa waktu itu penampilan dirinya terlalu kucel, sehingga kakaknya, yang menurutnya sedari kecil gayanya udah paripurna, malu mengakui Mba Almas sebagai adiknya. Namun Mba Almas merasa heran, kok dirinya mau diperlakukan seperti itu oleh kakaknya. Dirinya sama sekali tidak merasa terhina atau merasa terinjak-injak harga diriku. “Halah! Aku tetep ngintil dia dengan setia.
Baru merasa mangkel pas udah gede dan pas inget-inget kejadian itu,” ingatnya kesal.
3. Dilarang Nimbrung Ngobrol
Mba Almas mengungkapkan bahwa jika mengenang masa kecilnya, dia merasa lucu dan terkadang menyedihkan. Menurutnya, namanya anak kecil, walaupun saudara kandung tetap saja banyak tidak akurnya. Namun, ketika semua sudah beranjak remaja dan kemudian menjadi dewasa ketidakakuran itu hilang entah ke mana. “Tentulah namanya manusia, walaupun sekandung tetap aja ada enggak cocoknya. Kadang ada yang enggak pas di hati dan sering juga terjadi ‘ketegangan’. Tapi ya enggak pernah berlarut-larut. Tak berapa lama pasti udah kompak lagi,” tulisnya bernostalgia dengan masa lalunya.
Suatu saat waktu masih kecil, Mba Almas dilarang ngerumpi bareng kakak-kakaknya. “Dulu tiap kakak-kakak ngobrol, aku nggak dibolehin nimbrung dengan alasan “masih kecil”. Aku sering penasaran. Orang-orang gede itu ngobrolin apa sih? Kenapa aku nggak boleh tahu? Dulu aku sering merasa diadiktirikan,” tulisnya kesal. Seiring waktu, setelah dewasa, sikap itu pun hilang. Kebersamaan menyertai para putrid Gus Mus. “Sekarang kami bisa ngobrol bareng dengan guyub dan seru. Jangan harap bisa bisik-bisik sendiri. Misalkan dua atau tiga di antara kami sedang ngobrol, kemudian datang yang lainnya, pasti kalimat pertama yang terlontar dari yang baru gabung adalah piye? piye? Ada apa?.
4. Persaudaraan Tidak Mengenal Jarak
Saat ini, mereka semua sudah berkeluarga dan berpisah diajak suaminya masing-masing. Namun, jarak tersebut tidak memisahkan persaudaraan mereka. Hati mereka tetap dekat dan bersatu. Katanya, hampir setiap hari selalu ada obrolan seru. Mereka menggunakan fasilitas teknologi yang ada untuk selalu menjalin komunikasi dan sillaturahmi.
“Random chat adalah makanan sehari-hari kami. Kami bisa ngobrol soal berita terkini dengan serius lalu enggak lama loncat ke topik lainnya. Dari ngobrolin laktasi, kemudian bahas acara tv lalu ganti ke topik baju. Lain waktu kami lagi ngobrol tentang ilmu parenting. Ya begitulah, namanya juga perempuan. Hehehe.” Mba Almas merasa beruntung menjadi putri perempuan Gus Mus termuda. Apalagi setelah dirinya menikah dan kemudian mempunyai anak. Dia bisa belajar banyak dari kakak-kakaknya.
5. Belajar Banyak dari Kakak
Dalam status Facebooknya itu, Mba Almas mencertikan hal uniknya tentang tukar menukar pengalaman memasak bersama kakak-kakaknya. Setiap kali habis memasak, mereka saling pamer dan memanas-manasi yang lain agar ikutan bikin seperti saudaranya yang pamer tadi itu. Dari aktivitas medsos itu, mereka membuat tagar Sister Challenge. Menurut Mba Almas, itu merupakan tantangan buat mereka berenam agar semakin semangat belajar masak.
Ternyata, tantangan itu ada syaratnya. Syaratnya: resep harus yang simple dan bahan-bahannya mudah didapat. Jika salah satu dari mereka mengajukan resep untuk dijadikan tantangan tetapi resep tersebut ribet (baik bahan maupun cara bikinnya), sudah pasti tantangan tersebut akan ditolak mentah-mentah. Hahaha. “Iki challenge model opooo???,” tulisnya dalam bahasa Jawa. Cerita yang disampaikan itu sekaligus mengungkapkan rasa bahagianya bersama para putrid Gus Mus yang lain.
“Bahagianya memiliki saudara perempuan itu, banyak hal yang bisa dibagi. Tak hanya berbagi cerita, kami biasa pinjem-pinjeman baju, alat make up atau kosmetik, aksesoris, sandal dan lain lain -yang bisa dibagi tentunya. Hehehe. Jika salah satu dari kami galau ketika hendak membeli suatu barang, tak jarang kami mendiskusikannya terlebih dahulu. Kalau menurut yang lain bagus, ya dibeli. Kalau pada bilang nggak bagus, ya tetep dibeli juga. Walaupun kini masing-masing sibuk dengan urusannya sendiri-sendiri tapi kami selalu ada untuk satu sama lain. Saling berbagi, saling mencintai, saling mendoakan, saling mengingatkan, saling mendukung, saling menguatkan. That’s what sisters are for. Terimakasih Allah. Aku sangat bersyukur. Memiliki mereka adalah salah satu anugerah indah-Mu,” tulisnya mengakhiri.
Penulis : Ibnu Kharish | Penulis Tetap Datdut.com
Fb : Ibnu Kharish
- Pengumuman Kelulusan Sertifikasi Dai Moderat ADDAI Batch 3 - 2 September 2023
- ADDAI Akan Anugerahkan Sejumlah Penghargaan Bergengsi untuk Dai dan Stasiun TV - 18 November 2022
- ADDAI Gelar Global Talk Perdana, Bahas Wajah Islam di Asia Tenggara - 7 Oktober 2022