Menu Tutup

Kita Perlu Tanya, Mengapa Kinerja KPK Periode Ini Terkesan Lamban dan Tak Berprestasi?!

DatDut.Com – Berita kasus korupsi di negara ini setiap hari tidak pernah absen menghiasi media cetak dan eletronik. Kasus korupsi seakan tidak terlihat ujungnya.

Kasus yang setiap hari bertambah banyak ini membuat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kewalahan. Sejak tahun 2013 saja terhitung ada 10 kasus korupsi pertambangan yang dilaporkan ke KPK, namun sampai sekarang belum dilakukan investigasi.

Kasus korupsi di bidang pertambangan hanyalah bagian kecil dari sekian banyak laporan yang menumpuk di KPK. Informasi dari bulletin mingguan Anti Korupsi edisi 25 Februari sampai 2 Maret 2016 yang dirilis oleh Indonesia Corruption Watch (ICW), menunjukan bahwa selama tahun 2015 ada 550 kasus. ICW menyatakan bahwa dari sekian banyaknya kasus korupsi yang ditangani, masih banyak kasus yang mangkrak atau tidak jelas penanganannya.

Ada banyak faktor yang menyebabkan penanganan kasus korupsi berjalan lamban dan terkesan KPK kewalahan. Kekurangan jumlah komisioner, penyidik, staf, fasilitas dan anggaran adalah faktor utama dari tersendatnya penanganan korupsi. Logikanya saja jumlah kasus korupsi yang mencapai 550 kasus yang melibatkan banyak orang hanya ditangani oleh 188 penyelidik, 92 penyidik dan 88 penuntut umum.

Negara dengan jumlah penduduk sekitar 250 juta orang hanya ditangani oleh 1.146 pegawai yang ada di KPK. Jumlah ini sangatlah tidak seimbang. Kinerja KPK kian tersendat dengan banyaknya badai cobaan yang menerpa tubuh KPK. Kepentingan politis terlihat lebih sering menerpa.

Hal ini disebabkan banyak sekali KPK menemukan kasus yang menyeret nama-nama pejabat publik. Kasus yang melibatkan banyak pejabat publik selalu diwarnai konflik yang berkepanjangan dan bertendensi pada politisasi dan pelemahan pada tubuh KPK. Semakin giatnya KPK menangani kasus korupsi, maka terlihat semakin banyaknya praktik korupsi yang dilakukan oleh rakyat Indonesia ini.

Ada dua poin penting yang bisa kita cermati dari membludaknya korupsi di negara ini, pertama kasus korupsi terjadi karena budaya materialistis yang terus tumbuh dan berkembang seiring dengan meningkatnya kebutuhan dan gaya hidup akibat pengaruh ekonomi global. Kedua, lunturnya budaya malu dan budaya kepedulian antar sesama juga berpengaruh besar karena yang ada sekarang hanyalah budaya individualis dan konsumtif.

Jika ditelusuri dari akar sejarahnya, kasus korupsi menjadi viral dan kian akrab di telinga rakyat ketika reformasi bergulir. Reformasi menjadi pertanda dibukanya keran demokrasi yang selama masa Orde Baru tertutup rapih oleh kekuasaan rezim Soeharto. Terbukanya keran demokrasi membantu terungkapnya banyak tindakan korupsi yang dilakukan oleh pejabat pemerintah era-Soeharto.

Semakin maraknya praktik korupsi yang dilakukan, maka dikeluarkanlah Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, KPK diberi amanat melakukan pemberantasan korupsi secara profesional, intensif, dan berkesinambungan. KPK merupakan lembaga negara yang bersifat independen, yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bebas dari kekuasaan manapun.

Seyogyanya sebagai lembaga yang bertugas menangani kasus korupsi, maka masyarakat harus mendukung penuh KPK, dengan syarat KPK tetap bersifat independen atau tidak berpihak pada satu kelompok melainkan berpihak pada kebenaran dan keadilan. Dengan datangnya dukungan penuh dari pemerintah dan masyarakat, maka KPK tidak akan kewalahan dalam menangani kasus korupsi di negara ini. KPK harus mulai fokus pada kasus-kasus yang merugikan secara nyata kepentingan masyarakat dan bangsa.

 

 

 

 

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *