DatDut.Com – Meskipun pendirinya berteman dan seperguruan (Baca: 5 Kesamaan K.H. Ahmad Dahlan dan K.H. Hasyim Asyari), NU dan Muhammadiyah pada banyak kasus memiliki perbedaan. Memang perbedaannya bukan sesuatu yang ushul (prinsip akidah), tapi lebih ke hal-hal yang furu’ (bukan prinsip).
Bila NU lebih banyak mengurus pesantren, Muhammadiyah lebih banyak menaungi dan membina pendikan formal sekolah dari TK hingga perguruan tinggi. Bila NU lebih banyak fokus memilihara tradisi dan amaliah ke-Aswaja-an, Muhammadiyah lebih fokus pada pemberdayaan potensi keumatan.
Pada suatu masa, kedua organisasi keagamaan ini sempat mengalami friksi di tingkat akar rumput. Tapi, seiring perjalanan waktu kedua ormas ini banyak berada di titik temu daripada titik persinggungannya.
Keduanya belakangan lebih sering dianggap sebagai kelompok Islam moderat. Dalam hal inilah, keduanya akhirnya juga sama-sama menghadapi tantangan dari menguatnya kegiatan dan simpatisan kelompok Islam radikal.
Nah, karena NU membina pesantren, maka tak heran bila di komunitas NU-lah kiai itu berkumpul. Karena, pesantren selalu identik dengan kiai. Berbeda dengan di Muhammadiyah. Tak banyak yang mendapat gelar kiai.
Muhammadiyah sepertinya lebih selektif memberikan gelar ini. Bahkan, tidak semua Ketua Pengurus Pusat Muhammadiyah mendapat gelar ini. Belakangan malah lebih banyak diisi oleh akademisi, yang lebih menonjolkan gelar akademiknya.
Lalu, siapa sajakah yang mendapat gelar kiai di lingkungan Muhammadiyah? Ternyata tidak banyak, berikut 5 di antara tokoh Muhammadiyah yang mendapat gelar kiai: