Menu Tutup

Ketika Al, El dan Dul Beda Pendapat dan Saling Ngotot Soal Ahok Menistakan Alquran

DatDut.Com – Udara sore yang sejuk. Hujan baru saja reda mengguyur beberapa wilayah di pinggiran Jakarta. Terlihat 3 orang pria tengah duduk di meja warung kopi Kang Wawar sambil menikmati hidangan ringan dan minuman hangat. Mereka adalah Kamal, Fadel, dan Abdul. Selanjutnya sebut saja mereka Al, El, dan Dul.

“Keterlaluan Ahok, berani-beraninya dia menyebut Quran sebagai ayat pembohongan..,” kata Al membuka pembicaraan.

Sebagaimana diberitakan, Ahok telah menyinggung ketenangan umat Islam dalam kunjungannya di Kepulauan Seribu dengan perkataan yang menghebohkan itu. “Bapak Ibu ndak Bisa memilih saya..dibohongi pake surah Al-Maidah 51 dan macem-macem itu..,” begitu kalimatnya.

Sontak untaian kalimat panas itu memicu respon luar biasa dari umat Islam, baik di dunia maya maupun nyata. Dan Al adalah salah satunya. Dia mengikuti para ahli ilmu yang menyatakan bahwa ayat yang disebut tersebut adalah muhkam, tidak multitafsir. Sehingga mengatakan “..dibohongi pake surah al-Maidah..” sama saja dengan mengatakan bahwa surah al-Maidah itu sendiri yang mengandung kebohongan.

“Tidak bisa begitu, dong..,”  Dul menyanggah. Lalu dia menukil pendapat penulis Tafsir Al-Mishbah, Prof. Quraish Shihab dalam masalah ini.

Memang, di antara tokoh yang membolehkan pemimpin non-Muslim, menjadikan Prof. Quraish sebagai rujukannya. Dalam pandangan Dul, Prof. Quraish menyatakan yang dilarang dalam al-Maidah 51 tersebut lebih kepada menjadikan Nasrani dan Yahudi sebagai sahabat erat sehingga tiada rahasia antara kita dan mereka.

Sebenarnya dalam petikan ceramahnya itu, Pak Quraish juga memberikan rambu dengan mengatakan bahwa keharaman menjadikan non-Muslim sebagai wali adalah pada saat mereka enggan mengikuti tuntunan Allah dan hanya mau mengikuti tuntunan jahiliyah.

Untuk menambah kekuatan argumennya, Dul menggunakan perbandingan linguistik dengan berujar, ”Kalimat itu tidak bisa dibilang melecehkan al-Quran, dong! Kan jelas ‘pake surah al-Maidah’, bukan ‘oleh al-Maidah’!”

Dia menganggap bahwa ada pembiasan yang terjadi dalam penyampaian informasi. Dan hal itu dipandangnya sebagai sebuah ketidakjujuran atau jika tidak disengaja, maka hal itu adalah sebuah keteledoran dalam transkripsi terhadap sebuah tema sensitif.

“Dan dalam hal ini, saya lebih suka menyebutnya sebagai politisasi ayat..,”  tukas El ikut nimbrung dalam diskusi.

Lanjutnya, ”Pada dasarnya ane memiliki keyakinan yang sama sama si Al, ikut ulama yang mengatakan haram memilih pemimpin non muslim. Namun keberadaan orang lain yang berbeda pendapat dengan kita tentu tidak bisa dinafikkan, yakni mereka yang membolehkan kalangan non muslim sebagai pemimpin.”

“Dan di pihak merekalah Ahok berada. Jadi dengan logika itu, Ahok sebenarnya hanya bermaksud untuk menohok orang-orang yang berlawanan pendapat dengan golongannya, bukan menghina ayatnya,” pungkasnya.

“Wah ini yang namanya semi liberal. Memaklumi sana sini. Syariat rusak kalau caranya begini..,” balas Al.

“Lho kok bisa? Mengakui keberadaan sesuatu kan nggak mesti diikuti dengan membenarkannya. LGBT itu ada, tapi kita nggak bisa benarkan tindakan yang seperti itu. Misalnya, biar jelas perkataan ane tadi. Jangan gemar mengabsolutkan sebuah perkara dari sudut pandangmu sendiri,” El membela diri.

“O..tidak bisa. Kita harus tegas. Ini masalah aqidah..!” Al ngotot.

“Ya sudah, dikasih predikat macem-macem juga nggak apa, tapi ane tetep berpendapat bahwa Ahok tidak menistakan Al-Quran tapi dia telah melecehkan ulama yang penafsirannya berbeda dengannya. Dan bisa jadi ada orang yang berpendapat bahwa Ahok tidak menghina Al-Quran dan nggak menghina ulama. Yang dia lecehkan adalah orang lain yang akan berhadapan dengannya dalam pertarungan politik, yang gemar membawa ayat untuk memperkuat posisinya di tengah pemilih seakidah,” tegas El.

Dan diskusi itu pun nggak menghasilkan apa pun kecuali perbedaan pendapat. Dan inilah yang terjadi saat ini. Ada yang memang berbeda barisan lalu saling menohok. Ada juga yang sejatinya sebarisan namun satu pihak menganggap pihak yang berlainan pendapat meski hanya sejengkal itu sebagai munafik.

Ada juga orang yang sejatinya di luar kelompok si Al, El dan Dul, namun mengais keuntungan dari perselisihan mereka bertiga. Entah kelompok mana lagi yang ikut bermain di sini.

Perselisihan demi perselisihan yang dihiasi oleh klaim sebagai satu-satunya yang benar. Perbedaan pendapat yang penuh dengan sindiran dan tak jarang bertabur makian. Entah sampai kapan “kehangatan” seperti ini berlangsung. Indonesiaku tengah mengalami ujian.

Baca Juga:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *