Menu Tutup

Jangan Seret Islam Nusantara dalam Perlawanan terhadap Propaganda Anti-Arab

DatDut.Com – Postingan tentang “Islam dan Arab” begitu santer di media sosial. Tema senada yakni tentang sumbangsih para keturunan Arab pada proses kemerdekaan Indonesia juga lagi booming.

Tak kalah serunya, tema dukungan negara-negara Arab kepada sebuah republik yang baru lahir kala itu, Indonesia, sehingga secara de jure eksistensinya mendapat legitimasi dari negara lain juga lagi ramai disundul.

Konon tema-tema itu dimaksudkan untuk meng-counter propaganda sebagian orang yang hakikatnya menolak nilai-nilai keislaman namun membungkusnya dengan tema penolakan terhadap arabisme.

Para penyaji fakta itu seolah memperingatkan akan adanya agenda terselubung yang jauh lebih besar madlarat-nya daripada yang tampak secara lahiriah, yakni de-Islamisasi.

Namun, ada kalanya counter-counter semacam itu justru menunjukkan ketidaksahihan argumen saat berkutat pada tema yang berbeda. Bukan karena argumennya yang salah, namun lebih kepada penggunaan argumen tadi di tempat yang tak semestinya.

Hal itulah yang menimpa sebuah tema yang panas pada zamannya, yang kini kembali diangkat oleh sebagian orang, yakni Islam Nusantara.

Tema muktamar NU tahun lalu itu memang cukup lebar dalam membuka pintu perdebatan, baik di internal NU maupun kalangan di luar NU yang mencermati dinamika ormas Islam terbesar di Indonesia itu. Dan kontroversi itulah yang kembali disenggol oleh sebagian orang, bertepatan dengan situasi kekinian yang tengah didominasi oleh perseteruan pandangan antar anak negeri.

Salah satu asumsi keliru yang menjadi bola liar yang diumpan ke sana ke mari adalah bahwa Islam Nusantara dijadikan oleh para liberalis di tubuh NU untuk menjauhkan muslimin Indonesia pada syariat, mengaburkan mata mereka pada nilai-nilai agama serta menggeret pemahaman muslimin ke cara pandang mereka yang liberal. Dan yang tak kalah heboh adalah tuduhan bahwa Islam Nusantara membawa sentimen anti-Arab.

Mengenai tuduhan anti Arab itu, Katib Syuriyah PBNU, K.H. Afifuddin Muhajir, mengatakan bahwa makna Islam Nusantara tak lain adalah pemahaman, pengamalan, dan penerapan Islam dalam segmen fiqih mu’amalah sebagai hasil dialektika antara nash, syari’at, dan ‘urf, budaya, dan realitas di bumi Nusantara.

Dalam istilah “Islam Nusantara”, tidak ada sentimen benci terhadap bangsa dan budaya negara manapun, apalagi negara Arab, khususnya Saudi sebagai tempat kelahiran Islam dan bahasanya menjadi bahasa Al-Qur’an. Demikian poin yang dikutib dari situs resmi NU.

Rais Aam PBNU yang kini memangku amanah sebagai Ketua Umum MUI pun pernah mengulas Islam Nusantara dalam sebuah tulisan yang dimuat dalam surat kabar nasional.

Beliau mengutarakan bahwasanya segala hal yang terangkum dalam Islam Nusantara bukanlah hal yang baru meskipun istilah itu baru muncul belakangan.

Ia pada dasarnya adalah cara sekaligus identitas ahlussunnah wal jama’ah sebagaimana yang dipahami dan dipraktikkan oleh para mu’assis (pendiri) dan ulama NU. Beliau mengistilahkannya dengan Islam ahlussunnah wal jama’ah al-nahdliyyah.

Dengan mencermati 2 ulasan singkat di atas dan berkaca dari 2 orang ulama yang berdiri di belakangnya, seharusnya sulit bagi seseorang untuk melayangkan tuduhan bahwa Islam Nusantara adalah amunisi liberal yang menyebarkan sentimen anti Arab.

Dengan memahami makna sebenarnya yang terkadung dalam istilah itu, bukanlah hal yang mengejutkan jika ada ungkapan bahwa Islam di Indonesia tidaklah sama dengan Islam di Arab.

Jadi, jelas menempatkan Islam Nusantara dan anti-Arab dalam satu gerbong adalah sebuah kesalahan. Dan bukan tidak mungkin anasir-anasir yang salah alamat seperti kasus di atas akan memperkeruh suasana khususnya di dunia maya yang kini tengah berada dalam taraf yang memprihatinkan ini.

Jangan sampai ketidaksukaan terhadap 1 atau 2 figur menjadikan kita menolak fakta yang bertentangan dengan asumsi kita sebelumnya karena itu akan menyebabkan kita jatuh pada sebuah delusi..

Baca Juga:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *