DatDut.Com – Sejarah pemberontakan di Indonesia terjadi berulang-ulang sejak kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia itu sendiri. Pemberontakan ini dilakukan mulai dari Partai Komunis Indonesia (PKI) hingga Organisasi Papua Merdeka (OPM). Akhir-akhir ini Indonesia diributkan dengan isu teror bom yang oleh kepolisian didalangi oleh Islamic State of Iraq and Syiria (ISIS).
Aktor intelektual di balik bom Sarinah itu telah dipastikan oleh kepolisian didalangi oleh Bahrun Naim. Pria kelahiran Pekalongan inilah yang mendanai aksi teror bom Sarinah. Hal ini dibuktikan dengan adanya transfer uang dari Suriah ke Indonesia (Baca: Siapakah Bahrun Naim? Otak Intelektual Bom Sarinah, Ini 5 Penjelasannya). Pertanyaannya, apakah aksi teror yang dilakukan kelompok-kelompok Bahrun dan kawan-kawannya dapat dikatakan pemberontakan? Baca 5 ulasan di bawah ini:
1. Kelompok yang Teroganisir
Syekh Wahbah Zuhaili dalam al-Fiqh al-Islamiy wa Adillatuh menyodorkan beberapa definisi yang dikemukakan empat imam mazhab fikih. Dari definisi yang dipaparkan, saya menyimpulkan bahwa kelompok pemberontak itu mereka yang masuk dalam tiga kategori berikut: (1) kelompok yang terorganisir, (2) memiliki penafsiran yang berbeda dengan mayoritas Muslim, (3) memiliki tempat pertahanan dan perlindungan sendiri. Beberapa saudara Muslim kita yang memiliki penafsiran berbeda dengan mayoritas memiliki kekuatan dana dan persenjataan yang begitu memadai.
Mereka tergabung dalam organisasi-organisasi yang sengaja untuk menentang pemerintah yang sah, sebut saja Mujahidin Indonesia Timur (MIT) yang diketuai Abu Wardah, Mujahidin Indonesia Barat yang diketuai Abu Roban, dan lain sebagainya. Kelompok mereka ini menganjurkan membunuh aparat keamanan dan para pejabat pemerintah yang dianggap telah menzalimi perjuangan mereka (Baca: Akun Blog Bahrun Naim Aktif Lagi, Ini 5 Ancaman Terornya). Selain itu, mereka juga melakukan pelatihan layaknya militer di hutan-hutan belantara di bernagai wilayah Indonesia.
2. Menentang Pemerintahan yang Sah
Mayoritas ulama fikih mazhab Hanbali berpendapat bahwa mereka yang menentang pemerintah yang sah, sekalipun tidak adil termasuk dalam kategori pemberontak. Jika merujuk pada pendapat ini, tentu aksi yang dilakukan oleh kelompok-kelompok teror siapa pun dan apa pun agamanya tentu dapat dikatakan sebagai pemberontak. Ketidaksetujuan dengan pemerintah tidak boleh membenarkan segala cara anarkis yang dapat merugikan bangsa Indonesia itu sendiri di mata dunia.
Negara Indonesia ini memiliki Undang-undang yang mempertimbangkan seluruh hak rakyat yang dianggap terzalimi. Hanya saja, penegakan hukum di Indonesia seringkali tajam ke bawah dan tumpul ke atas, sehingga menimbulkan banyak ketidakadilan di kalangan masyarakat. Namun demikian, tindakan-tindakan pemberontakan tetap tidak dibenarkan baik dalam hukum negara maupun agama.
3. Ancaman Nabi atas Pemberontak
Paling tidak ada dua tema hadis yang Nabi pernah katakan mengecam aksi pemberontakan yang dilakukan siapa pun. Ibnu Abbas mendengar Nabi Saw. bersabda, “Orang yang membenci sedikit saja dari pemipinnya hendaklah bersabar, karena orang yang membelot sedikit saja dari pemimpin yang sah, maka jika mati dan belum bertobat akan mati dalam keadaan maksiat sebagaimana matinya orang jahiliyah” (HR Bukhari).
Syekh Badurddin al-‘Aini dalam Umdatul Qari menggaris bawahi mengapa pemberontakan tidak dibenarkan menurut hadis tersebut. Menurutnya, pemberontakan tidak akan menyelesaikan masalah bangsa, justru pemberontakan akan memakan banyak korban dan pertumpahan darah.
Publik tentu masih ingat peristiwa pelengseran Gus Dur dari kursi presiden. Saat itu, santri dan ulama para pecinta Gus Dur sudah siap mati membela Gus Dur memberontak orang-orang yang telah menjatuhkannya dari kursi presiden. Namun karena sifat kesatria dan ketidakgilaannya terhadap jabatan, Gus Dur rela melepaskan jabatannya daripada rakyat Indonesia dari kalangan santri dan kiai tewas menjadi korban ambisinya.
4. Dihukum Agar Jera atau Dibasmi
Peringatan tentu merupakan jalan awal mengingatkan para pemberontak negara. Peringatan tersebut dilakukan dengan cara memenjarakan mereka. Pelaku teror atas nama jihad ini sebaiknya dikurung dalam penjara tersendiri. Hal ini untuk menghindari terpengaruhnya para tahanan lain yang sebelumnya tidak mengenal aksi teror ini.
Ini terbukti dari aksi teror yang kemarin dilakukan di sekitar Sarinah. Sunakim alias Afif, menurut Muhammad Jibriel Abdurrahman, menjalin kontak dengan Aman Abdurrahman saat ditahan di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Cipinang, seperti dikuti Cnnindonesia.com. Bila para tahanan aksi teror ini tidak sadar atas perbuatan mereka, pemerintah diperbolehkan menghukum mati atas semua perbuatan teror yang mengganggu keamanan negara.
5. Jenazah Tidak Usah Disalati dan Dimandikan
Pelaku teror bom Sarinah sempat ditolak dimakamkan di wiliyah tempat asalnya. Nama Ahmad Muhazan sempat ramai dibicarakan media bahwa masyarakat Indramayu, daerah asal Muhazan, menolak dirinya dimakamkan di desanya. Alasannya, Muhazan telah mencemarkan nama baik desanya tersebut. Hal ini juga terjadi pada Sunakim.
Namun demikian, pada akhirnya masyarakat terpaksa menerima jasad mereka disemayamkan di desa asalnya masing-masing. Kewajiban Muslim terhadap jenazah Muslim itu memandikan, mengkafani, dan menyalati jenazahanya. Syekh Wahbah Zuhaili menyampaikan bahwa jasad para pemberontak tidak usah dimandikan dan disalati, langsung dikubur saja.
Penulis : Ibnu Kharish | Penulis Tetap Datdut.com
Fb : Ibnu Kharish
- ADDAI Akan Anugerahkan Sejumlah Penghargaan Bergengsi untuk Dai dan Program Dakwah di TV - 18 November 2023
- Pengumuman Kelulusan Sertifikasi Dai Moderat ADDAI Batch 3 - 2 September 2023
- ADDAI Gelar Global Talk Perdana, Bahas Wajah Islam di Asia Tenggara - 7 Oktober 2022