Menu Tutup

Ini 5 Motif Media Tuduh Berita Media Lain Hoax

DatDut.Com – Teknologi internet membantu kita cepat mendapatkan informasi kapan pun kita inginkan. Tinggal klik kata kunci tertenu, semua informasi yang kita inginkan akan ditampilkan mesin pencari seperti Google.

Tentu, kita sebagai orang terdidik harus pintar memilih berita-berita yang kita baca dan memahaminya secara komperhensip. Bila tidak, maka Anda akan cepat dan menuduh media tertentu itu hoax.

Hal ini tentu dapat menyudutkan media lain dan memberi stigma negatif terhadap media tersebut bagi orang yang belum mengenal betul media yang dituduh tadi.

Beberapa waktu lalu, media kami dituduh sebagai media hoax oleh beberapa media lain, seperti Nahimunkar.com, Melatiindonesia.com, Sangpencerah.com. Mereka juga lupa bahwa judul yang mereka buat juga bagian dari hoax itu sendiri.

Mereka menurunkan berita Media Online Oknum NU Yang Suka Hoax dan Memlintir Pernyataan Tokoh Muhammadiyah. Padahal kata Suka pada judul tersebut memberi kesan kami sering bahkan selalu memberitakan informasi hoax dan memlintir pernyataan tokoh Muhammadiyah.

Kami menyayangkan judul yang provokatif tak bertanggung jawab seperti ini. Kami malah ingin tahu bagian berita mana yang membuat kami pantas disebut Suka Hoax? Kalau tidak bisa memberi contoh, berarti media-media tersebut termasuk media yang suka hoax dan memanfaatkan media lain untuk mendongkrak viewer.

Ada juga yang kami prihatinkan dari berita tersebut. Berita tersebut ditulis dengan kualitas tulisan yang sangat rendah, tanpa pembacaan yang serius, dan miskin argumen. Terlihat sangat jelas penulisnya terbawa emosi dan tak membaca secara utuh artikel yang kami turunkan.

Tuduhan hoax tersebut bermula ketika kami menulis berita terkait Muhammadiyah (Baca: Akhirnya Ketum Muhammadiyah Bolehkan Ziarah Kubur karena 5 Hal Ini).

Motif mereka menulis balasan atas tulisan kami tentang Muhammadiyah bisa jadi karena 5 hal ini. Berikut ulasannya.

1. Tidak Tahu Arti Kata Hoax

Menuduh hoax media lain yang dilakukan beberapa media di atas bisa jadi karena mereka tidak paham arti kata hoax itu sendiri. Kata hoax dalam Cambridge.org didefinisikan dengan a plan or a trick to deceive someone ‘rencana atau trik menipu seseorang’.

Nah, dari definisi tersebut dapat dipahami bahwa arti dasar kata hoax itu bertujuan untuk menipu. Padahal, apa yang kami lakukan tidak demikian. Kami tidak menyebutkan secara eksplisit bahwa Muhammadiyah sebagai ormas melarang ziarah kubur.

Namun, berdasarkan pengamatan yang kami lakukan, beberapa masyarakat yang kami sering berinteraksi dengan mereka cenderung tidak membolehkan karena khawatir terjerumus syirik dan menganggap bahwa doa yang kita kirimkan untuk orang yang telah wafat tidak akan sampai.

Selain itu, kami juga merujuk beberapa media lain, seperti Republika.co.id, terkait makam Ki Bagus Hadi Kusumo yang hilang. Nah, ini kan salah satu bukti menohok bahwa masyarakat yang berafiliasi dengan Muhammadiyah enggan ziarah kubur karena beberapa alasan tadi.

Karenanya, Dr. Haedar Nashir, Ketua Umum Muhammadiyah periode 2015-2020, menegaskan dan menganjurkan masyarakat Muhammadiyah untuk tidak ragu-ragu melakukan ziarah kubur.

2. Gagal Paham

Media yang kami sebut di atas keburu emosi membaca judul berita yang kami rilis terkait Muhammadiyah dan tidak membacanya secara seksama. Kami akui, judul berita tersebut sedikit provokatif. Namun, tidak adil rasanya bila hanya membaca judul saja tanpa memahami betul maksud tulisan kami

Biasanya, model pembacaan seperti ini dilakukan oleh orang-orang yang melihat sesuatu bukan dari subtansinya, tapi kulitnya saja. Kalau seperti itu paradigmanya, jangan-jangan ketika kita menulis berita ‘Hot Dog Halal Dimakan Muslim’ dibilang hoax, karena bisa jadi mereka menerjemahkan kata Hot Dog dengan anjing panas. Padahal, itu hanya nama saja, isinya kan roti beserta daging sapi. Hehe.

3. Kalah Argumen

Kami memang pernah mengkritisi tuduhan Hartono Ahmad Jaiz, figur Nahimunkar.com, yang sering menyudutkan Perguruan Tinggi Agama Islam di di Indonesia, khususnya UIN Jakarta.

Sewaktu UIN Jakarta masih IAIN,  Hartono pernah menulis buku “Ada Pemurtadan di IAIN” (Baca: 5 Bantahan Buku “Ada Pemurtadan di IAIN/UIN). Padahal apa yang ditulisnya tersebut jauh dari ukuran standar argumen-argumen ilmiah dan rasional. Mungkin saja, tuduhan hoax yang ditujukan ke kami karena dia kalah argumen.

Nahimunkar.com pernah merilis berita “Bahaya Islam Liberal dan Pluralisme Agama, Pemurtadan Berlabel Islam” yang berisi tentang tuduhan kafir dan sesat pada tokoh-tokoh UIN. Bahkan Kementrian Agama pun menjadi salah satu korbannya. Tentu kami juga menulis bantahan-bantahan tersebut (Baca: Masih Menuduh UIN Sarang Liberal, Baca 5 Fakta Ini!).

4. Tidak Sepaham

Nahimunkar.com selalu anti yang berbau Pancasila sebagai ideologi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Baru-baru ini situs tersebut merilis berita yang hanya berjudul “Ini Omongan Opo Rek?” Ini judul berita atau omongan mahasiswa yang lagi nongkrong di warkop, ya?

Judul berita itu respons keberatan Nahimunkar.com atas pernyataan K.H. Hasyim Muzadi, “Kita menanamkan Pancasila ke seluruh dunia. Karena inti Islam ada di Pancasila.” Kemudian, pernyataan tersebut dikaitkan dengan Imam Syafi’i dan hadis Nabi yang menurut kami tidak nyambung sama sekali.

Nah, bisa jadi hal ini menjadi salah satu bukti bahwa mereka “alergi” dengan Pancasila yang sudah sangat islami.

Apakah pantas orang-orang yang “alergi” Pancasila tinggal di Indonesia? Padahal, Pancasila itu tawaran final para Pahlawan Nasional kita yang tidak bisa dirubah-rubah.

Beberapa kali media kami merilis artikel yang berkaitan dengn Pancasila (Baca: 5 Rukun Islam Nusantara).

5. Menyebarkan Fitnah

Terkait tahlil, kami merujuk Fatwatarjih.com yang menjadi rujukan masyarakat Muhammadiyah dalam permasalahan agama. Secara tegas, Fatwatarjih.com menyebutkan bahwa upacara tahlil tidak boleh (Baca: Muhammadiyah Larang Upacara Tahlil, Ini 5 Komentar Amien Rais)

Upacara semacam itu, menurut mereka, sisa-sisa budaya animisme, dinamisme, serta peninggalan ajaran Hindu yang sudah mengakar. Selain itu, upacara tahlil ini tidak jarang mengeluarkan biaya yang cukup besar dan  Itulah mengapa Muhammadiyah melarang upacara tahlil.

Selain itu, kami juga membandingkan tahlil seperti yang biasa dilakukan masyarakat Nahdlatul Ulama. Gara-gara kita menyebut-nyebut NU, lantas kami disebut “media oknum NU”. Ini kan cara berpikir sempit dan cnderung gegabah, tanpa tabayun dulu. Kedangkalan dalam menyimpulkan ini khas orang-orang model begini.

Padahal, artikel dan berita yang kami publikasikan tidak semuanya identik dengan NU (Baca: Mau Maju? Umat Islam Indonesia Harus Punya 5 Hal Ini). Kami berusaha berada di tengah, merespons fenomena yang berkembang di masyarakat. Nah, bisa jadi apa yang mereka lakukan terhadap kami sangat tidak adil dan jauh untuk bisa disebut islami.

ibnu kharish1Penulis : Ibnu Kharish | Penulis Tetap Datdut.com

Fb : Ibnu Harish

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *