DatDut.Com – Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammdiyah merupakan dua Organisasi Masyarakat Islam terbesar di Indonesia. Masing-masing menyumbangkan kontribusinya untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Hal ini tentu tidak dapat dipisahkan dari dua ikon yang membesarkan dua organisasi tersebut, yaitu K.H. Hasyim Asyari dan K.H. Ahmad Dahlan. Ternyata keberhasilan tersebut di antaranya dilatarbelakangi banyaknya titik temu antara keduanya (Baca: 5 Kesamaan K.H. Ahmad Dahlan dan K.H. Hasyim Asyari).
Praktik ibadah yang diamalkan warga Muhammadiyah saat ini sebagian sudah tidak sama lagi seperti pendirinya, K.H. Ahmad Dahlan. Konon, perubahan amaliah tersebut terjadi sejak masa kepemimpinan Muhammadiyah di tangan K.H. Mas Mansur.
Padahal, bila merujuk buku Kitab Fiqih Muhammadiyah yang diterbitkan pada tahun 1343 H/1925 M oleh penerbit Muhammadiyah Bagian Taman Poestaka Jogjakarta, jilid III, semua amaliah K.H. Ahmad Dahlan sama persis dengan yang diajarkan K.H. Hasyim Asyari pada warga NU.
Paling tidak, 5 praktik ibadah ini dapat menjadi barometer titik kesamaan di antara kedua tokoh tersebut. Berikut ulasannya yang saya sarikan dari salah grup Whatsapp:
1. Baca Bismillahirrahmanirrahim saat Baca al-Fatihah
Syekh Nawawi Banten dalam Kasyifatus Saja menjelaskan perbedaan pendapat terkait bacaan bismillahirrahmanirrahim (basmalah) dalam surah al-Fatihah. Menurut Imam Malik, basmalah bukan termasuk bagian dari al-Fatihah dan semua surah Alquran.
Sementara itu, menurut Imam Syafii berpendapat bahwa basmalah termasuk bagian dari ayat surah al-Fatihah. Namun, Imam Syafii tidak memastikan basmalah termasuk ayat setiap surah Alquran atau bukan.
Hampir dipastikan, semua masyarakat NU membaca al-Fatihah diawali dengan bacaan basmalah dikencangkan (jahr) saat salat lima waktu. Itu pun ternyata dilakukan oleh K.H. Ahmad Dahlan sebagaimana yang tercantum dalam Kitab Fiqih Muhammadiyah (hlm. 26).
2. Sama-sama Baca Doa Kunut
Permasalahan membaca kunut saat salat Subuh itu masalah furuk yang dapat diperselisihkan. Imam Nawawi dalam Syarhun Nawawi ‘ala Muslim memaparkan perbedaan pendapat tersebut. Menurut Imam Syafii, membaca kunut saat salah Subuh termasuk sunah. Sementara itu, Imam Abu Hanifah dan Ahmad menganggap kunut bukan sunah.
Imam Malik menyatakan bahwa kunut itu sunah, sebagaimana pendapat Imam Syafii. Hanya saja, kunut versi Imam Malik dilakukan sebelum ruku rakaat kedua salat Subuh. Dalam buku yang sama dijelaskan bahwa K.H. Ahmad Dahlan juga melakukan kunut setiap kali salat Subuh (hlm. 27), sebagaimana anjuran Imam Syafii. Anjuran ini pun dilakukan hampir setiap warga NU.
3. Menggunakan Lafal Sayyidina di Dalam maupun Luar Salat
Bacaan sayyidina dalam salawat pada Nabi juga termasuk praktik ibadah yang diperdebatkan. Bahkan, seperti dikutip nu.co.id dalam artikel berjudul “Masih Mempersoalkan Sayyidina”, masih ada saja anggota Muhammadiyah yang mempermasalahkan ucapan sayyidina dalam salawat saat Muktamar Muhhamadiyah 3-7 Agustus 2015 lalu.
Namun sebaliknya, ternyata pendiri Muhammadiyah ini, terbiasa membaca salawat dengan memakai lafal sayyidina (hlm. 29) baik di dalam salat maupun di luar salat. “Allahumma shalli ‘ala sayyidina Muhammad”, seperti ini kiai kelahiran Yogjakarta tersebut mengucapkan.
4. Salat Tarawih 20 Rakaat
Salat tarawih 20 rakaat dan 3 rakaat salat witir yang dilakukan di kampung-kampung persis seperti di Masjidilharam. Praktik salat tarawih 20 rakaat ini merupakan ijmak para sahabat di masa pemerintahan Umar. Namun, salat tarawih yang ada di kota-kota, secara umum, berbeda dengan apa yang ditetapkan berdasarkan ijmak sahabat.
Kebiasaan yang dilakukan mayoritas warga NU ini, diamalkan juga oleh K.H. Ahmad Dahlan (hlm. 49-50). Ini mungkin karena ilmu yang digali K.H. Hasyim Asyari dan K.H. Ahmad Dahlan berasal dari guru yang sama, baik pada saat di Indonesia maupun di Mekah.
5. Membaca Wiridan setelah Salat
Tradisi warga NU setelah salat itu membaca wirid dan zikir. Yang dilakukan usai salat biasanya membaca istigfar, allahumma antas salam, tasbih, tahmid, dan takbir. Menurut buku Kitab Fiqih Muhammadiyah (hlm. 40-42), K.H. Ahmad Dahlan juga melakukan hal yang sama seperti amaliah warga NU.
Terkait membaca zikir setelah salat lima waktu, Imam Nawawi menyimpulkannya secara terperinci dalam Syarhun Nawawi ‘ala Muslim. Menurutnya, sebagian ulama salaf mengeraskan suara zikir usai salat itu sunah. Apalagi bagi seorang imam yang bertujuan untuk membimbing zikiran para makmum agar serempak.
Penulis : Ibnu Kharish | Penulis Tetap Datdut.com
Fb : Ibnu Harish
tulisan ini kilafiyah, gak pantas dibesar besarkan……. jangan provokatif. Mari umat islam kita menjaga ukhuwah islamiyah