DatDut.Com – NU sampai kapan pun akan tetap mempertahankan amalan semacam tahlil, istigasah, doa ampunan, dan doa hadiah pahala untuk orang yang meninggal, tawasul pada orang saleh yang masih hidup maupun yang telah wafat. Dalam hal kenegaraan, NU berpendapat bahwa kewajiban memiliki pemimpin (imamah) tidaklah harus berbentuk khilafah.
Kalau ada yang mengaku status apa pun yang terkait NU tapi menyalahi apa yang diyakini NU, bisa dipastikan itu adalah penyimpangan. Namun, ada loh orang yang menghalalkan segala cara demi memberantas praktik amaliah ala NU. Contohnya mengaku sebagai tokoh atau warga NU namun membidah-bidahkan amalan NU atau menyusupkan paham non-NU. Ada juga yang mengaku sebagai mualaf Hindu sebagai topengnya. Berikut ulasannya:
1. Makhrus Ali, Mantan Kiai NU
Buku-buku H. Makhrus Ali selalu berlabel “Mantan kiai NU”. Tulisannya membuat heboh warga NU dan menggoyahkan sebagian orang awam. Para kiai pernah mengundang H. Makhrus Ali untuk berdialog ilmiah dan mempertanggungjwabkan tulisannya.
Namun sayang, sang mantan kiai tidak hadir dalam acara yang bertempat di UIN Sunan Ampel Surabaya itu. Akhirnya buku-buku untuk membantah karya H. Makhrus Ali pun ditulis oleh Tim Lembaga Bahstul Masail (LBM) Jawa Timur.
Pada November 2010, H. Makhrus Ali yang beralamat di Tambak Sumur, Kecamatan Waru, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, disambangi Tim Sarkub. Setelah berhasil berdialog langsung dengan H. Makhrus Ali, terbongkarlah fakta bahwa penulis buku-buku yang menghebohkan warga NU itu ternyata mengambil referensi dari “Mbah” Google.
Terbukti juga bahwa orang ini menganut paham Wahabi dan bukan tokoh NU. H. Makhrus Ali juga mengaku bahwa label “Mantan Kiai NU” bukanlah murni keinginannya, tetapi permintaan dari Penerbit Laa Tasyuk. Tujuannya jelas demi melariskan penjualan.
Akhirnya, H. Makhrus Ali diminta menulis dan menandatangani pernyataan minta maaf dan bahwa pengakuan sebagai “Mantan Kiai NU” bukanlah keinginannya tetapi kehendak penerbit. Demikian dikutip dari Sarkub.com.
Sarkub adalah sekelompok orang yang memperjuangkan dan membela amalan umat Islam Ahli Sunah via internet. Mereka juga membentuk tim semacam densus yang mengawasi perkembangan dan sepak terjang Wahabi yang tak henti menghina amalan NU. Kehadiran kelompok ini adalah jawaban dan pembelaan atas segala serangan terhadap NU.
2. K.H. Afrokhi Abdul Ghoni, Kiai NU yang Tobat
Penulis Buku Putih Kiai NU ini telah meresahkan masyarakat karena mengaku sebagai Kiai NU yang tobat. Ironisnya, dia justru mengusung paham aliran Wahabi. Tim Sarkub hendak tabayun dan mengajukan komplain ke penulis dengan mendatangi alamatnya di Dusun Puthuk, Banaran, Kandangan, Kediri. Saat Tim Sarkub mendatangi rumahnya pada Februari 2011 gagal menemui tuan rumah.
Afrokhi Abdul Ghoni kena batunya pada 24 April 2014 atas ulahnya mencatut nama NU. Serombongan orang dari elemen warga NU seperti Banser dan Pagar Nusa mendatanginya usai mengisi pengajian di masjid dekat lapangan Sidomulyo, Bambanglipuro, Bantul. Mereka meminta klarifikasi perihal pengajian di Gulon Pundong yang mana isi ceramahnya menjelek-jelekan dan menuduh bidah sesat amaliah NU. Akhirnya, Afrokhi dibawa ke Mapolsek Bambanglipuro.
Dialog itu dimediasi polisi dan MUI Kabupaten Bantul dan dihadiri Komandan Banser Bantul, Ketua GP Ansor Bantul, Habib Sayidi, Drs. Damanhuri dari PCNU Bantul, dan lain-lain. Dialog berlangsung Hingga pukul 00:30 WIB. Akhirnya, KH. Afrokhi menyatakan permintaan maaf dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya secara tertulis dan dibacakannya sendiri. Fakta lainnya, KH. Afrokhi ini adalah tokoh MTA (Majelis Tafsir Al-Qur’an) yang memang mengadopsi faham Wahabi. Demikian dikutip dari Elhooda.net.
3. Abulwafa Romli, Santri Alumni Lirboyo
Ustaz Idrus Ramli yang merupakan tokoh Aswaja Jatim pernah menulis buku Jurus Ampuh Membungkam HTI. Tulisannya yang tajam dan berbobot itu mengundang reaksi dari aktivis HTI. Terbitlah buku Bantahan Buku Jurus Ampuh Membungkam HTI karya Abulwafa Romli.
Uniknya, penulis mengaku sebagai santri alumni Lirboyo tetapi menjadikan pendapat dari ulama Wahabi sebagai rujukannya. Hal ini jelas menyimpang dari apa yang diajarkan di pesantren Lirboyo yang notabene pesantren NU dan tidak mendukung ide khilafah ala HTI. Hingga kini pun, Abulwafa masih aktif menyuarakan ide HTI baik lewat blog maupun akun FB-nya.
Dilansir Muslimmedianews.com, surat terbuka untuk dialog ilmiah dengan Ustaz Idrus Ramli selaku penulis buku yang dibantahnya, telah dilayangkan kepada Abulwafa. Namun sayang sekali, “alumni Lirboyo 1994” ini tak menanggapi ajakan dialog secara terhormat itu.
4. Harry Yuniardi, Santri NU
Harry Yuniardi adalah penulis buku Santri NU Menggugat Tahlilan diterbitkan oleh Mujahid Press Bandung. Buku itu tak seberapa mendapat tanggapan. Pembahasannya hanya seputar jamuan makanan dalam acara tahlilan. Itu hal remeh yang sudah terjawab dari dulu.
Salah satu penulis di As-salafiyyah.com, menuturkan bahwa dirinya pernah melakukan tabayun kepada si penulis buku. Sungguh ironi, katanya, orang yang mengaku santri NU tetapi menggugat amaliah NU. Harry Yuniardi juga mengaku sebagai salah satu pengurus MWC NU, bahkan PCNU di Jawa Barat. Menurut Harry Yuniardi, buku itu sebenarnya bukan mempersoalkan tahlilan tetapi membahas jamuan makanan saat tahlil. Ia juga mengatakan bahwa judul bukunya adalah permintaan dari penerbit.
Ketika saya akses situs Pcnu-bandung.com, ternyata ada salah satu pengurus PCNU Jawa Barat yang bernama Harry Yuniardi, M.Ag. Melihat aktivitas beliau dalam berbagai kegiatan ke-NU-an yang dirilis dalam situs tersebut, saya jadi ragu, benarkah Harry Yuniardi, M.Ag adalah Harry Yuniardi penulis buku Santri NU Menggugat Tahlilan, ataukah ada Harry Yuniardi lain yang ditemui oleh penulis As-salafiyyah.com.
5. Abdul Aziz, Mantan Hindu
Selanjutnya ada orang yang mengaku sebagai mantan Hindu. Dialah Abdul Aziz. Setidaknya Abdul Aziz telah 2 kali berurusan dengan Tim Sarkub. Yang pertama saat usai mengisi pengajian di Masjid Bina Patra, Karangmboyo, Cepu. Mereka mengharuskan Abdul Aziz minta maaf karena telah menghina amaliyah NU. Saat itu Abdul Aziz akhirnya meminta maaf atas pengajiannya dan berjanji tidak akan mengulangi lagi.
Ternyata permintaan maaf hanyalah isapan jempol belaka. Pada November 2011, sebagaimana dilansir Sarkub.com, Abdul Aziz sedang mengisi pengajian di Masjid Agung Wates, Kulonprogo, Yogyakarta. Setelah pengajian, Abdul Aziz dibawa ke Mapolres justru karena laporan dari seorang biksu Hindu. Terjadilah mediasi dengan menghadirkan perwakilan banser yang membawa bukti rekaman pengajian sebelumnya dan berisi penghinaan terhadap ajaran NU.
Si biksu Hindu tak terima dengan isi pengajian sebelumnya karena apa yang disampaikan telah menyinggung ajaran Hindu dan banyak yang tidak sesuai. Jadi, pengakuan Abdul Aziz sebagai mantan Hindu sebenarnya hanyalah kamuflase untuk meyakinkan orang bahwa amalan yang banyak dilakukan NU adalah warisan budaya Hindu.
Kontributor : Nasrudin | Penggemar martabak dan bakso
FB: Nasrudin El-Maimun