Menu Tutup

Demi Pembenaran Ide Khilafah, HTI Tak Segan Mencatut NU, Ini 5 Kasusnya yang Terungkap

DatDut.Com – HTI (Hizbut Tahrir Indonesia) semakin mendapat sorotan berbagai pihak. Ormas yang mengaku sebagai partai ini selalu membawa label Islam dalam setiap pergerakannya. Mengusung ide khilafah yang meliputi seluruh dunia islam, menghilangkan batas territorial negara, merupakan ide pokok khilafah ala Hizbut Tahrir.

Muktamar Khilafah HTI yang dibungkus acara Isra’ Mi’raj kemarin (Minggu, 01/05/2016), kembali membuktikan bahwa HTI selalu menyusupkan agenda kampanye khilafah melalui berbagai cara. Dilansir beritajatim.com, acara  yang bertempat di gedung New Sari Utama di Jalan Hayam Wuruk, Jember, Jawa Timur, itu akhirnya bubar setelah didemo oleh Banser. Sempat nyaris bentrok dengan polisi, massa banser akhirnya membubarkan diri setelah acara itu tidak dilanjutkan.

Sepak terjang HTI dan aktivis serta simpatisannya dalam memperjuangan ide khilafah selama ini, terkesan menghalalkan semua cara. Entah apa yang mereka jadikan dalil pembenaran atas semua itu. Memang, untuk menguasai dan menyetir opini masyarakat Indonesia yang mayoritas Islam Ahlussunnah wal Jamaah ala NU dan ormas sejenisnya, perlu banyak trik penyamaran.

Di sisi lain, sungguh aneh sikap adem ayem pemerintah yang mendiamkan gerakan penyebaran ide anti-Pancasila dan NKRI yang diusung HTI. Fakta dalam tulisan kali ini hanya sekelumit dari sekian fakta lapangan yang tak terungkap atau diekspos. Demi pembenaran ide khilafah, ini 5 kasus pencatutan HTI yang terungkap:

[nextpage title=”1. Catut Logo NU”]

1. Catut Logo NU

Sejak 2007, HTI telah melakukan pencatutan NU dalam muktamarnya. Bertempat di GBK, pada muktamar khilafahnya, terpampang spanduk bertuliskan “Warga Nahdliyin Rindu Khilafah”. Kasus ini tampaknya belum begitu disoroti oleh kalangan NU. Tidak begitu banyak pemberitaan terkait hal ini. Namun foto spanduk tersebut masih beredar di dunia maya.

Tampaknya, pendiaman itu membuat simpatisan HTI menganggapnya sebagai dukungan. Lebih lanjut, gambar spanduk tersebut kini dijadikan sebagai foto sampul sebuah Fanpage (FP) yang mengatasnamakan “Warga NU Rindu Syari’ah dan Khilafah.” FP ini memiliki seribuan lebih dukungan like dan masih aktif hingga saat ini. Status-statusnya dipenuhi kutipan pendapat atas nama para ulama NU.

[nextpage title=”2. Catut Logo NU yang Salah Parah”]

2. Catut Logo NU yang Salah Parah

Menyambut Ramadhan 1431/Agustus 2010, spanduk mengatasnamakan PCNU Bangka Tengah turut meramaikan pawai HTI. Spanduk itu bertuliskan “Sambut Ramadhan dengan Iman dan Takwa, Raih Kemuliaan dengan Syari’ah dan Tegaknya Khilafah”. Yang lucu, spanduk palsu itu memuat logo NU yang salah parah. Gambar bola dunia yang biasa berada di tengah tali, justru berganti dengan gambar Ka’bah.

Foto spanduk itu diunggah oleh salah satu simpatisan HTI dengan nama akun “Dahlan Bogor”. Dia menambahkan komentar “NU yang Asli adalah NU yang mendukung HTI dalam menegakkan syari’ah dan khilafah. Sementara NU yang menolak khilafah adalah NU sempalan. Yang jiwanya udah kebeli oleh harta dunia.

[nextpage title=”3. Catut Nama Pagar Nusa”]

3. Catut Nama Pagar Nusa

Kasus catut nama Banom (Badan Otonom) NU satu ini terjadi pada Muktamar Khilafah Ahad 2 Juni 2013. Pada salah satu sudut acara yang berlangsung di GBK (Gelora Bung Karno) itu, terpampang spanduk atas nama Pagar Nusa. Spanduk itu mengatasnamakan Pengurus Wilayah Tanjungsari-Sumedang.

Berita itu memancing reaksi dari PCNU Sumedang, Aceng Muhyi. Ia mengecam kejadian tersebut dan menegaskan bahwa spanduk itu jelas palsu. Setelah timbul reaksi dari NU, HTI berusaha melakukan pembelaan dengan sebuah klarifikasi dari pihak yang mengaku sebagai Ketua Pagar Nusa Tanjungsari, Sumedang, Jawa Barat. Klarifikasi itu bahkan dimuat dalam situs resmi HTI, hti.or.id. Tersebutlah nama Asep Wahyu yang mengaku sebagai Pengurus Pagar Nusa Tanjungsari.

Ternyata, pihak PCNU dan Pagar Nusa Sumedang menyatakan belum pernah mengeluarkan SK apalagi melantik Pagar Nusa Cabang kecamatan Tanjungsari. Parahnya, nama Asep Wahyu yang diklaim HTI sebagai ketua Pagar Nusa Tanjungsari dinyatakan sebagai orang yang tidak dikenal dan tidak ada dalam daftar kepengurusan NU di posisi atau tingkatan manapun.

Lebih parah lagi, tulisan di spanduk itu turut membuktikan kebohongan HTI. Untuk wilayah kecamatan, pengurusnya adalah Pengurus Anak Cabang (PAC) dan seharusnya tertulis “PAC Pagar Nusa Tanjungsari”, bukan “Pagar Nusa Wilayah Tanjungsari”. Kronologi lengkap kasus ini dimuat di Muslim Media News.

[nextpage title=”4. Catut Pengurus PBNU”]

4. Catut Pengurus PBNU

Tanggal 5 Januari 2015, FP Muslimah Menyongsong Khilafah mengunggah sebuah gambar bertuliskan “Mestinya umat islam, termasuk PBNU, bersyukur dan mengucapkan alhamdulillah ada HTI, karena dalil khilafah itu kuat dan tidak bisa ditentang (Pengurus PBNU, Ustadz Farozi)”.

Hal itu tidak didiamkan oleh kalangan NU. Ternyata, setelah diklarifikasi oleh Tim Sarkub, ditemukan fakta bahwa tidak ada satu pun pengurus PBNU yang bernama Ustadz Farozi. “Tidak ada pengurus PBNU yang bernama Ustadz Farozi!!! Ini sungguh hal yang sangat kurang ajar yang dilakukan oleh kader-kader HTI. Hanya untuk mewujudkan mimpinya, mereka mencatut PBNU,” kata Tim Sarkub (7/2/2015) seperti dilansir MMN.

[nextpage title=”5. Catut Politisi untuk Spanduk Ramadhan”]

5. Catut Politisi untuk Spanduk Ramadhan

Kasus spanduk khilafah dengan mencatut politisi PKB terjadi di Sumenep. Spanduk menyambut ramadhan itu mengatasnamakan jajaran pimpinan DPRD Sumenep. Terpampang 4 foto anggota DPRD dan memuat tulisan bernada ajakan “Bersama Umat, Sambut Ramadhan, Tegakkan Khilafah.”

Seperti dilansir Portal Madura (23/6/2015), Ketua DPRD Sumenep, Herman Dali Kusuma menyatakan tidak tahu ada banner (spanduk) tersebut. “Itu tidak benar. Saya tidak tahu kalau banner itu ada kalimat, Tegakkah Khilafah,” tegas Herman. Ia bahkan telah memerintahkan bagian Humas DPRD Sumenep agar mencabut spanduk tersebut. “Sudah dari jam 7 malam tadi, saya perintahkan agar banner itu diturunkan,” tegas politisi dari PKB itu.

Tidak dapat dipungkiri, HTI telah memiliki rekam jejak yang buruk dalam menyebarkan ideologi dan cita-citanya. Kasus catut-mencatut dan klaim dukungan sudah menjadi hal lumrah. Sehingga, kalaupun ada kutipan pendapat maupun fatwa dari ulama tertentu yang mereka klaim sebagai dukungan perjuangan mereka, maka hal itu layak untuk diteliti kebenarannya.

Dilansir Suara al-Azhar, Syekh Said Ramadlan al-Buthi pernah ditanyai mengenai muslim yang berbohong demi mendirikan negara Islam. Jawab beliau,“Otomatis sebuah negara Islam tidak mungkin dibangun di atas sebuah kebohongan. Sepanjang sejarah Islam tidak kita ketahui adanya negara Islam yang bediri di atas tiang-tiang kebohongan. Apakah Anda pernah mendengar ada perkara yang dihasilkan dari hal yang sebaliknya?”

Baca Juga: