DatDut.Com – Beberapa tahu belakangan muncul istilah hijab syar’i. Istilah ini sendiri sebetulnya bidah, karena setahu saya tak ada istilah ini di zaman Nabi. Anehnya, yang mempopulerkan istilah ini adalah kelompok tertentu yang biasa membidahkan orang.
Menurut saya, istilah ini sendiri sebetulnya sia-sia saja alias contradictio in terminis. Istilah ini bertentangan satu kata dengan kata yang lain, meskipun niat awalnya sepertinya untuk membedakan dengan hijab-hijab modis yang belakangan banyak dipakai para artis.
Meskipun ada tuduhan banyak orang bahwa istilah ini dimunculkan juga dalam rangka bisnis alias berurusan dengan promosi barang dagangan tertentu dengan lebel syar’i, tetap saja istilah ini sendiri patut dipertayakan. Apa motivasi pemunculan istilah ini selain soal urusan bisnis? Apakah ini terkait dengan perasaan merasa benar dan baik sendiri, lalu yang tak sesuai dianggap salah dan tak bisa dilebeli syar’i? Benarkah ada model tertentu yang membuatnya syar’i sesuai tuntunan Nabi?
Terlepas dari pertanyaan-pertanyaan itu, setidaknya ada 5 hal penting terkait hijab syar’i yang juga kita perlu tanya pada para pemakaiannya. Kalau hijabnya sudah syar’i, apakah bagian lain dari penampilannya juga syar’i? Itu artinya hijab syar’i bukan satu-satunya unsur dalam ke-syar’i-an seseorang. Apa sajakah itu? Ini 5 hal terkait penampilan yang juga perlu diperhatikan ke-syar’i-annya?
[nextpage title=”1. Make Up-nya Syar’i Gak?”]
1. Make Up-nya Syar’i Gak?
Nah, make up yang syar’i itu gimana sih? Ada merek-merek tertentu yang kini menjual label syar’i terkait make up, tapi sepertinya belum memenuhi kriteria ke-syar’i-an. Kriterianya gimana sih? Yang jelas ada larangan tabarruj alias berdandan yang berlebihan.
Meskipun hijabnya syar’i tapi make up-nya gak syar’i sama juga bohong. Bukankah kita sering temukan sebagian orang yang mengklaim sudah berhijab syar’i tapi make up-nya menor setengah mati?!
[nextpage title=”2. Parfumnya Syar’i Gak?”]
2. Parfumnya Syar’i Gak?
Memang ada yang parfum yang syar’i?! Sampai hari ini sepertinya memang belum ada parfum yang dilabeli syar’i. Namun, tuntunan syariat Islam jelas soal parfum sebagaimana dalam hadis berikut:
“Wewangian pria itu yang tidak jelas warnanya tapi tampak bau harumnya. Wewangian wanita itu yang warnanya jelas namun baunya tidak begitu tampak,” (H.R. Baihaqi dalam Syu’abul Iman, 7564).
Hadis tersebut, menurut al-Minawi, berlaku ketika seorang wanita keluar rumah. Kalau di rumah, dia bebas menggunakan wewangian apa saja. Nah, faktanya sebagian kaum wanita kan berdandan maksimal, termasuk menggunakan parfum, kan memang saat keluar rumah. Ke-syar’i-an hijab yang dipakainya juga mesti didukung dengan wewangian alias parfumnya.
Bahkan, ada ancaman yang keras dalam satu hadis terkait hal ini sebagai berikut: “Wanita yang menggunakan wewangian lalu melewati sekumpulan laki-laki agar tercium aroma wangi yang dia pakai, maka wanita tersebut tak lebih seperti seorang pelacur,” (H.R. Nasa’i, Abu Daud, Tirmidzi, dan Ahmad).
[nextpage title=”3. Busananya Syar’i Gak?”]
3. Busananya Syar’i Gak?
Atas tuntutan tampil modis dan tampak glamour, sebagian kaum hawa menggunakan busana (atasan atau bawahan) tertentu yang justru tidak syar’i (Baca: 5 Syarat Busana Muslimah Versi Imam Besar Masjib Istiqlal), padahal hijabnya syar’i. Pengetahuan yang baik soal busana yang syar’i menjadi penting agar ke-syar’i-an dalam berhijab juga tak sia-sia.
[nextpage title=”4. Akhlaknya Syar’i Gak?”]
4. Akhlaknya Syar’i Gak?
Semestinya hijab syar’i-nya mendorong seseorang untuk terus memperbaiki diri, termasuk urusan akhlaknya. Namun faktanya, ada juga yang meskipun mengenakan jilbab syar’i, tapi akhlaknya masih dari tuntunan syariat Islam. Misalnya, makan-minum tapi masih sambil berdiri, volume dan isi bicaranya tak dijaga, pergaulan dengan lawan jenisnya tak dikontrol, meskipun dalam ruang maya.
[nextpage title=”5. Niatnya Syar’i Gak?”]
5. Niatnya Syar’i Gak?
Nah, ini yang tak kalah pentingnya. Dalam Islam, niatnya memegang peranan penting. Salah niat saja, amal kita bukannya berpahala, malah kadang justru tak berpahala atau malah tambah dosa.
Niatnya dalam berhijab syar’i apakah juga dalam mengikuti tuntunan syariat atau hanya sekadar mengikuti tren mode semata, apalagi kalau hanya untuk tuntutan karakter dalam film, sinetron, atau untuk keperluan iklan dan kontrak kerja tertentu. Itu semua yang menentukan berpahala atau tidaknya.
Nah, tulisan ini bukan untuk menyinyiri kaum hawa yang berhijab syar’i ya. Ini bagian dari tawashau bil haqq wa tawashau bish shabri. Saling mengingatkan dalam kebaikan dan kesabaran. Jangan sampai kita menjual label syar’i atau bangga dengan label syar’i, tapi esensi ke-syar’i-an yang sesungguhnya justru tidak kita perhatikan.
Tulisan ini juga tak berpretensi untuk mengeneralisasi semua yang berhijab syar’i punya masalah seperti di atas. Ini yang saya perhatikan di lingkungan sekitar saya. Kita hanya boleh menilai dari luar. Kita tak bijak menilai apa yang di dalam hati. Semoga ke-syar’i-an bisa kita mulai dari hati dan niat kita.