Menu Tutup

Prof. Dr. K.H. Ali Mustafa Yaqub Berwasiat untuk Tidak Gunakan 5 Hadis Populer tapi Bermasalah Ini

DatDut.Com – Almarhum Prof. Dr. K.H. Ali Mustafa Yaqub merupakan ahli hadis terkemuka di Asia Tenggara yang sangat produktif menulis. Beliau pengasuh Pesantren Luhur Ilmu Hadis Darus-Sunnah, Ciputat, Tangerang Selatan.

Beliau dikenal para santrinya sebagai ulama yang tegas dan berwibawa. Saat pengajian, beliau sering mengatakan bahwa dirinya adalah Khadimus Sunnah, pelayan Sunah Nabi.

“Para sahabat banyak yang ingin menjadi pelayan Nabi. Namun, bagaimana cara kita yang tidak pernah bertemu Nabi menjadi pelayannya?” uji Prof. Dr. K.H. Ali Mustafa Yaqub pada para santrinya.

Baca: Ini 5 Pelayan Nabi yang Harus Anda Tahu

“Pelajarilah Hadis Nabi dengan baik dan ajarkan pada masyarakat,” jawab beliau menegaskan. Tidak heran bila karya beliau terkait Ilmu Hadis sangat banyak sekali. Bahkan, beliau berusaha menjelaskan beberapa ungkapan Arab populer di masyarakat yang diklaim sebagai Hadis Nabi. Berikut 5 Hadis populer bermasalah yang sering beredar di masyarakat:

[nextpage title=”1. Tidurnya Orang Puasa Ibadah”]

1. Tidurnya Orang Puasa Ibadah

Menurut Prof. Dr. Ali Mustafa Yaqub, hadis ini tidak disebutkan dalam kitab-kitab hadis populer, seperti Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abi Daud, dan seterusnya.

Hadis tentang tidurnya orang puasa itu ibadah terdapat dalam kitab Syu’abul Iman karya Imam Baihaqi yang dikutip Imam As-Suyuthi dalam kitab al-Jami’us Shagir.

Teks lengkap hadis ini berbunyi naumus shaim ‘ibadah, wa shumtuhu tasbih, wa ‘amaluhu mudha’af, wa du’auhu mustajab wa dzanbuhu maghfur. “Tidurnya orang berpuasa ibadah, diamnya tasbih, aktifitasnya digandakan (pahalanya), doanya diijabah, dosanya diampuni.”

Pria kelahiran Batang ini menyimpulkan tiga hal. Pertama, hadis tersebut palsu (maudhu’) karena dalam sanad hadis tersebut terdapat perawi bermasalah bernama Sulaiman bin ‘Amr.

Kedua, orang berpuasa memang mendapatkan pahala, tapi bukan karena tidurnya. Ketiga, hadis palsu tersebut melegitimasi orang yang berpuasa bermalas-malasan dalam beraktifitas, apalagi saat bulan Ramadan.

Oleh karena itu, Pak Kiai berharap agar para ustad dan dai tidak lagi menyampaikan hadis palsu ini dalam ceramah-ceramahnya.

[nextpage title=”2. Berhenti Makan sebelum Kenyang”]

2. Berhenti Makan sebelum Kenyang

Prof. Dr. Ali Mustafa Yaqub menyebutkan bahwa ungkapan jangan makan jika belum lapar, dan berhenti makan sebelum kenyang sering diklaim sebagai Hadis Nabi.

Padahal, ungkapan tersebut hanyalah pernyataan seorang tabib dari Sudan yang dikutip Imam As-Suyuthi dalam kitab ar-Rahmah fit Thibb wal Hikmah. Hadis ini juga dicantumkan dalam kitab Madarijus Su’ud karya Syekh Nawawi Banten.

Ceritanya seperti ini. Empat orang tabib menghadap Raja Persia (Kisra). Masing-masing berasal dari negara berbeda, Irak, Romawi, India, dan Sudan.

Raja tersebut meminta resep untuk pengobatan yang paling manjur, dan tanpa efek samping. Tabib Irak menganjurkan minum air hangat tiga teguk setiap pagi ketika bangun tidur. Sementara itu, tabib Romawi mengajukan resep memakan biji rasyad (sejenis sayuran) setiap hari.

Tabib Cina memberikan resep memakan tiga biji ihlilaj (sejnis gandum) hitam setiap hari. Tabib Sudan ini hanya menganjurkan jangan makan jika belum lapar, dan berhenti makan kalau sudah kenyang. Menurut tabi terakhir ini, masing-masing resep yang diberikan tiga tabib lainnya masih memiliki efek samping pada kesehatan.

[nextpage title=”3. Mencari Ilmu di Negeri Cina”]

3. Mencari Ilmu di Negeri Cina

Mencari ilmu itu kewajiban setiap Muslim. Di manapun terdapat kebaikan, pelajarilah kebaikan tersebut. Bahkan, sampai Cina sekalipun. Dari sini lahirlah ungkapan “Carilah ilmu meskipun harus belajar di Cina, karena mencari ilmu wajib bagi setiap Muslim”.

Ungkapan ini populer (masyhur ghair ishtilah) dalam kalangan masyarakat. Ungkapan ini terdapat dalam beberapa kitab hadis, di antaranya kitab ad-Durar al-Mutanastirah fil Ahadits al-Musytahirah karya As-Suyuthi.

Menurut pria yang terkenal sebagai Ahli Hadis Indonesia ini, para ulama Hadis seperti al-‘Uqaili, al-Bukhari, an-Nasai, dan Abu Hatim mengatakan bahwa perawi bernama Abu ‘Atikah Tarif bin Sulaiman tidak memiliki kredibilitas sebagai rawi Hadis. Bahkan, Abu ‘Atikah ini dikenal sebagai pemalsu Hadis, sebagaimana disampaikan al-Sulaimani.

Hal ini berbeda dengan hadis yang hanya menyebutkan kewajiban mencari ilmu bagi Muslim tanpa dikaitkan dengan Cina. Hadis ini diriwayatkan dalam beberapa kitab seperti Syu’abul Iman karya al-Baihaqi, al-Mu’jamus Shaghir karya Imam al-Thabrani, dan Tarikh Baghdad karya al-Khatib al-Baghdadi. Kualitasnya pun sahih.

[nextpage title=”4. Kemiskinan Mendekati Kekafiran”]

4. Kemiskinan Mendekati Kekafiran

Pengasuh Pesantren Luhur Ilmu Hadis Darus-Sunnah ini menceritakan riwayat hadis mengenai doa Nabi yang mengharapkan kemiskinan. “Allah, hidupkanlah aku dalam keadaan miskin, dan matikan aku juga dalam keadaan miskin, serta kumpulkanlah aku bersama orang-orang miskin pada Hari Kiamat nanti.” Aisyah bertanya, “Mengapa Anda memohon demikian, Nabi?” “Orang-orang miskin itu akan masuk surga lebih dahulu daripada orang-orang kaya dengan jarak empat puluh ribu masa. Aisyah, jangan kamu menolak (permintaan) orang miskin, walau hanya memberi separuh buah kurma. Aisyah, cintailah orang-orang miskin dan dekatilah mereka, maka Allah akan mendekatkanmu pada Hari Kiamat,” nasihat Nabi pada Aisyah (H.R. At-Turmudzi).

Menurut Pak Kyai Ali Mustafa Yaqub, hadis terkait kemiskinan mendekati kekafiran itu matruk (semi lemah), bahkan maudhu’ (sangat lemah). Dalam sanad hadis ini, terdapat nama Yazid al-Raqqasyi yang menurut Imam an-Nasai matruk (karena perbuatannya selalu berdusta dalam meriwayatkan Hadis).

[nextpage title=”5. Nabi Saw. Disambut Kasidah Thala’al Badr”]

5. Nabi Saw. Disambut Kasidah Thala’al Badr

Saat Nabi Saw. hijrah ke Madinah, konon beliau disambut para gadis Madinah dengan menabuh rebana sambil menyanyikan kasidah Thala’al Badr. Betulkah demikian? Menurut Prof. Dr. Ali Mustafa Yaqub, hadis tersebut terdapat dalam Dalail an-Nubuwwah karya Imam al-Baihaqi.

Hadis itu mu’dhal, yaitu hadis yang dua perawinya tidak disebutkan secara berturut-turut. Ketiadaan dua rawi tersebut tentu berdampak pada daifnya hadis. Bagaimana menilai sanad tersebut kalau dua rawinya saja tidak ada?

Ibnu Hajar al-Asqalani menyebutkan bahwa ketika Nabi Muhammad Saw. datang ke Madinah, warga menyambutnya dan memadati jalan-jalan serta atap-atap rumah. Anak-anak penduduk Madinah dan para pembantu bersorak kegirangan. “Muhammad Rasulullah sudah datang, Allahu Akbar.”

 

Baca Juga:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *